Isnin, 1 Oktober 2012

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


Jasin Prihatin Banyak Pihak Ingin Lemahkan KPK

Posted: 01 Oct 2012 12:50 AM PDT

JAKARTA - Kisruh antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 membuat mantan Wakil Ketua KPK, M. Jasin, prihatin.
 
"Kami sangat prihatin dengan adanya usaha-usaha itu (revisi)," ujar Jasin usai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Senin (1/10/2012).
 
Menurut Jasin, revisi terhadap Undang-Undang KPK tak perlu dilakukan. Pasalnya hal itu hanya akan melemahkan kewenangan KPK dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam hal penyadapan dan penuntutan.
 
"Saya kira undang-undangnya cukup begitu saja. Itu sudah bagus, tidak usah diubah," tuturnya.
 
Jasin mengatakan, pemberantasan korupsi di Indonesia belum menjadi suatu gerakan nasional yang dipahami secara seragam oleh seluruh lapisan atau komponen bangsa.
 
"Artinya di sana sini masih ada yang tidak setuju langkah keras pemberantasan korupsi, misalnya tidak menyediakan fasilitas sebagaimana mestinya seperti gedung, penjara, dan undang-undangnya akan ada amandemen yang kemudian arahnya mereduksi kewenangan KPK. Itu mengindikasikan bahwa semangat pemberantasan korupsi oleh sebagian pihak masih setengah hati," paparnya.
 
Oleh karenanya, sambung Jasin, masyarakat harus terus berjuang agar kewenangan KPK tak dilemahkan.
 
"Maka kita harus terus berjuang jangan sampai KPK direduksi kewenanganya dan di revisi undang-undangnya dengan alasan apapun. Karena korupsi itu masih meluas di Indonesia dan dihampir seluruh bidang, baik itu eksekutif, legislatif, yudikatif, badan-badan besar negara juga masih banyak. Maka KPK itu perlu diperkuat, jangan direduksi," pesannya.

(ful)

Selain Penghilangan Penuntutan, DPR Juga Persulit Penyadapan KPK

Posted: 01 Oct 2012 12:26 AM PDT

JAKARTA - DPR tidak hanya mengurangi wewenang penuntutan KPK pada draf revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan tindak pidana Korupsi (KPK). Namun, Komisi III DPR juga berniat mempersulit wewenang penyadapan.

Wewenang KPK melakukan penyadapan ditegaskan pada Pasal 12 draf RUU, ayat a. Namun, DPR menambahkan satu pasal baru yakni Pasal 12A, yang berisi persyaratan penyadapan. Persyaratan itu, yakni harus memenuhi bukti permulaan yang cukup, dilaksanakan oleh penyidik KPK, dan mendapat persetujuan pimpinan KPK.

Bahkan, ayat 2 dalam pasal itu menyebutkan bahwa untuk menyadap, pimpinan KPK meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri. Ayat 3 menyatakan, bahwa dalam keadaan mendesak, penyadapan dapat dilakukan sebelum mendapat izin tertulis dari ketua pengadilan negeri.

Pada ayat 4 ditegaskan bahwa pimpinan KPK harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan dalam waktu paling lama 1x24 jam setelah dimulainya penyadapan. Pasal itu juga mengatur bahwa lama penyadapan tidak boleh lebih dari tiga bulan.Tapi, penyadapan bisa diperpanjang satu kali dengan ijin kembali. Pasal itu, berlanjut dengan total 11 ayat.

Berdasarkan kajian Badan Legislasi (Baleg) DPR, pasal 12 A itu, bila diterapkan, akan membuka peluang terjadinya kebocoran informasi dari pihak KPK melalui pihak Ketua Pengadilan Negeri.

Semakin panjang birokrasi penyadapan, maka dikhawatirkan akan memperlama proses penyadapan tersebut sehingga kemungkinan data atau bukti yang hilang akan semakin besar. Baleg juga menilai dapat terjadi conflict of interest jika kasus tersebut menyangkut instansi yang memberi ijin penyadapan, dalam hal ini pengadilan negeri.

"Pembatasan waktu penyadapan yang cukup pendek membuat tidak leluasnaya pihak KPK dalam mengumpulkan alat bukti, jika ingin diberikan pembatasan waktu sebaiknya melalui simulasi rata-rata waktu yang diperlukan selama ini, dan ada exceptional clause untuk kasus-kasus yang membutuhkan waktu penyadapan lebih lama," tulis Baleg dalam hasil review yang diperoleh dalam sebuah dokumen, di Jakarta, Senin (1/10/2012).

Substansi informasi yang ditulis berdasarkan dokumen ringkasan matrik perbandingan UU dan draf RUU yang diperoleh dan yang dibuat oleh Baleg DPR.

Setidaknya yang akan diusulkan DPR, ada tiga isu besar perubahan RUU., yakni soal hilangnya kewenangan KPK untuk melakukan penututan kasus tindak pidana; syarat KPK melakukan penyadapan dipersulit; dan pembentukan dewan pengawas KPK.
(put)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan