Sabtu, 15 September 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Hakim Ad Hoc Tipikor MA Minta Masukan dari Peradi

Posted: 15 Sep 2012 11:22 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan, terkait seleksi calon hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di sejumlah daerah, Mahkamah Agung (MA) meminta masukan dari Peradi. Karena, sejumlah nama calon hakim ad hoc Pengadilan Tipikor berlatarbelakang profesi advokat.

"Peradi menerima surat dari MA, yang isinya meminta penilaian dari Peradi atas sejumlah nama advokat yang mencalonkan diri menjadi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor," kata Otto Hasibuan di sela-sela rapat pimpinan nasional (Rapimnas) dan halalbihalal anggota Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Sabtu (15/9/2012) di Jakarta. Rapimnas akan berlangsung hingga Minggu (16/9/2012).

Untuk mendapatkan masukan yang valid mengenai kualitas calon hakim ad hoc Pengadilan Tipikor yang berasal dari advokat, kata Otto yang juga Ketua Umum Ikadin, Peradi pun meminta masukan dari organisasi advokat dan advokat dari berbagai daerah. Dengan demikian, penilaian yang dilakukan terhadap calon amat obyektif.

Menurut Otto, seorang advokat berhak menjadi hakim ad hoc Pengadilan tipikor. Karena itu, tidak fair dan tak adil, jika advokat yang menjadi calon hakim ad hoc Pengadilan Tipikor dicoret, tak diloloskan, gara-gara ia pernah menangani kasus korupsi.

"Cara-cara seperti itu sebenarnya tidak boleh terjadi. Itu hanya stigma yang diberikan oleh pihak yang mengeliminir profesi advokat. Sebagai warga negara, advokat berhak menjadi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor," kata Otto.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Peradi Hasanuddin Nasution menambahkan, Peradi pun pernah tidak merekomendasikan sejumlah advokat yang ikut seleksi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor. Dari 48 nama calon hakim ad hoc Pengadilan Tipikor di pengadilan tingkat pertama, yang berlatarbelakang advokat, Peradi tak merekomendasikan 14 nama. Menurut Hasanuddin, rekomendasi itu memperhatikan rekam jejak calon dan pengalamannya. Ini sesuai permintaan panitia seleksi.

Politik Uang Harus Dikikis Habis

Posted: 15 Sep 2012 11:06 AM PDT

Munas NU

Politik Uang Harus Dikikis Habis

Penulis : Elok Dyah Messwati | Ilham Khoiri | Rini Kustiasih | Minggu, 16 September 2012 | 01:08 WIB

CIREBON, KOMPAS.com -- Praktik demokrasi harus disesuaikan dengan budaya dan sejarah politik sebuah negara. Jika tidak, maka praktik demokrasi akan menyimpang dari tujuan awal bernegara.

"Pragmatisme dalam politik, dalam hal ini praktik politik uang adalah akibat yang timbul ketika proses demokrasi tidak dibarengi dengan budaya berpolitik yang baik. Oleh karena itu, mari kita berusaha maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa di sela-sela Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Pondok Pesantren Kempek, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (15/9/2012).

Praktik politik uang menjadi salah satu materi yang dibahas. Munas alim ulama ini akan mengeluarkan fatwa halal atau haram pada politik uang yang bisa dikemas dengan berbagai cara itu. Ali Masykur Musa menyatakan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi, apalagi ada manfaat untuk mencegah kemungkaran dari fatwa tersebut.

"Selama fatwa tersebut diniatkan untuk mencegah kemungkaran maka fatwa tersebut adalah hal yang baik," ujar Ali Masykur Musa.

Namun fatwa bukanlah hal yang utama untuk memerangi maraknya praktik politik uang. "Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menanggulangi politik uang, tetapi yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan politik masyarakat, sehingga yang terjadi dalam proses politik bukan pada transaksi, tetapi orientasi memilih bertumpu pada idealitas dalam memilih pemimpin," katanya.

Di sisi lain, beberapa instrumen peraturan harus dipertegas. Contohnya, pembatasan belanja iklan dan pemberian sanksi berat terhadap politik uang harus diberlakukan. "KPU harus berani mendiskualifikasi calon pemimpin yang bermain politik uang," ucap Ali Masykur.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan