Ahad, 19 Februari 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Boikot Media, Bumerang bagi Demokrat

Posted: 19 Feb 2012 04:55 AM PST

Boikot Media, Bumerang bagi Demokrat

Maria Natalia | Laksono Hari W | Minggu, 19 Februari 2012 | 19:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Biro Bidang Hukum dan HAM Partai Demokrat Jemmy Setiawan dalam siaran persnya mengungkapkan agar seluruh kader Partai Demokrat, terutama elitenya, memboikot media massa yang dianggap hanya mengadu domba internal partai dan selalu mendiskreditkan nama SBY dan Partai Demokrat melalui pemberitaan.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai upaya boikot media massa yang dilontarkan Ketua Biro Bidang Hukum dan HAM Partai Demokrat Jemmy Setiawan hanya akan menuai badai.

Wacana pemboikotan itu disampaikan oleh Jemmy melalui siaran persnya kepada wartawan, Sabtu (18/2/2012). Boikot dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap media massa yang dianggap hanya mengadu domba internal partai dan selalu mendiskreditkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan partai tersebut.

Kristiadi mengatakan, rencana boikot itu justru menjadi bumerang bagi partai berlogo bintang tersebut. Menurutnya, Demokrat besar dan dikenal masyarakat karena media. "Ini kalau nanti dibalas betul-betul media ikut memboikot, baru Demokrat tahu rasanya. Demokrat besar bukan karena politik, tapi karena media yang dulu begitu menyanjung Pak SBY. Kalau Demokrat lakukan itu, Demokrat akan menuai badai," ujar Kristiadi, Minggu (19/2/2012) di Jakarta.

Menurutnya, media pun telah sering digunakan partai tersebut untuk melakukan pencitraan. Oleh karena itu, boikot bukan cara elegan untuk menampik kritik terhadap Partai Demokrat.

"Sepanjang tahun kan Demokrat memanfaatkan media untuk membangun citra. Kalau memang merasa ada yang disampaikan media tidak betul, ya pakai melalui jalur lain untuk konfirmasi. Lebih elegan. Ini bisa jadi bumerang, dia kan besar karena media. Tentu media juga tidak seperti malaikat, harus kritis juga," kata Kristiadi.

Sebelumnya diberitakan, Jemmy meminta para kader partai menolak wawancara ataupun dijadikan sebagai narasumber oleh media yang terindikasi punya kepentingan politik tertentu. Menurutnya, media yang memiliki kepentingan politik cenderung memberikan berita yang tidak berimbang dan memberikan banyak jebakan politik.

Menteri Itu Minta Jatah dari Proyek Rp 180 Miliar

Posted: 19 Feb 2012 04:24 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum terpidana kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games 2011 Mindo Rosalina Manulang, Ahmad Rivai, mengatakan, kliennya mengakui ada seorang menteri yang meminta jatah dari Rosa dalam dua buah proyek yang sedang dikerjakan Rosa bersama sebuah instansi. Menteri itu meminta uang dari dua proyek dengan nilai total Rp 180 miliar.

Rivai mengatakan, menteri itu meminta uang dalam dua proyek terpisah, yakni proyek senilai Rp 100 miliar dan 80 miliar. Rivai enggan menyebut nama menteri tersebut. Namun, ia menyatakan bahwa orang tersebut adalah salah satu anggota Partai Demokrat.

"Dia meminta dan proyeknya sudah jalan. Minta (dari proyek) 100 miliar dan 80 miliar. Rosa bercerita ini di depan saya dan salah satu komisioner LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," ujar Rivai di Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2012).

Menurut Rivai, permintaan jatah itu dilontarkan menteri tersebut saat mengajak Rosa bertemu di kawasan perumahan pejabat negara di Kompleks Widya Chandra. Pertemuan terjadi pada pertengahan 2010.

Selain mengenal Rosa, kata Rivai, menteri tersebut juga mengenal baik Muhammad Nazaruddin dan pernah beberapa kali bertemu dengan Mantan Bendahara Umum Demokrat itu. "Dia (menteri) petinggi partai itu. Kabarnya minggu depan akan jadi saksi di pengadilan, tapi namanya belum bisa dikasih tahu. Pasti akan kita ungkap, kalau saya sudah dapatkan data-datanya," tutur Rivai.

Hingga kini, Rivai tak mau menyebutkan jati diri menteri dan proyek yang dimaksud Rosa. Menurutnya, Rosa telah berjanji akan membongkar kasus ini. Itu menjadi salah satu syarat bagi Rivai saat menerima permintaan menjadi kuasa hukum Rosa, yakni bahwa Rosa harus membuka kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games hingga ke akarnya.

"Ditunggu saja. Rosa jenuh dengan kebohongan-kebohongan yang ada selama ini. Ia ingin sampaikan sejujurnya di DPR. Ia ingin membongkar kasus ini," kata Rivai.

Ralat:

Pada berita sebelumnya, tertulis "Jatah yang diminta menteri ini senilai Rp 180 miliar." Kalimat itu seharusnya ditulis dengan "Menteri itu meminta uang dari dua proyek dengan nilai total Rp 180 miliar."

Tiada ulasan:

Catat Ulasan