Khamis, 7 Julai 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Survei: 79,3 Persen Responden Tak Setuju BPJS

Posted: 07 Jul 2011 07:07 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu menyebutkan 79,3 persen responden tidak menginginkan dana kepesertaan milik mereka yang ada di ke empat BUMN (Jamsostek, Askes, Taspen, Asabri) diurus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan dibentuk oleh RUU BPJS.

Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat (KPP) FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis, sambil menambahkan survei tentang BPJS dilakukan pada 30 Mei-30 Juni 2011 dengan mengambil 10.00 responden usia 17 tahun ke atas, menggunakan teknik multistage random sampling, dan tingkat kesalahan 2,8 persen.

Arief mengatakan, ketidaksetujuan dana diurus BPJS dikarenakan persepsi mereka bahwa RUU BPJS yang sedang dibahas di DPR itu tidak melibatkan perwakilan peserta ke empat BUMN jaminan sosial tersebut, dan yang setuju ke empat BUMN tersebut di kelola oleh BPJS hanyalah 15,6 persen.

"Sehingga DPR harus berhati-hati dalam meyusun pasal demi pasal tentang BPJS dan sebaiknya RUU BPJS yang akan dihasilkan bisa memberikan ruang bagi BUMN penyelenggara jaminan sosial untuk bisa meyesuaikan saja dengan UU BPJS nantinya," katanya.

Selain itu, dari pendapat responden terlihat bahwa hampir 93,8 persen mereka tidak menginginkan ke empat BUMN tersebut dilebur jadi satu, karena apa yang didapat dari kempat BUMN tersebut bagi pesertanya saling berbeda manfaatnya, misalnya peserta Jamsostek banyak yang tidak mempunyai jaminan pensiun atau jaminan pengobatan secara full ataupun fasilitas untuk bisa mendapat kredit pemilikan rumah serta kepesertaan Jamsostek tidak bisa dijadikan jaminan untuk pinjaman dari Bank.

Hal ini berbeda dengan para Pegawai Negeri Sipil, Polisi, TNI, dimana manfaat dari kepesertaanya di Askes, Taspen maupun Asabri lebih banyak manfaatnya bagi kehidupan mereka pada saat memasuki masa tua, dan kepesertaan mereka di Taspen dan Asabri sangat "Bankable" untuk mendapat pinjaman.

"Jika dipaksakan dilebur untuk ke empat BUMN tersebut akan terjadi penolakan besar besaran yang pada akhirnya mereka bisa saja secara massal menarik semua dananya dari ke empat BUMN tersebut," kata Arief.

Menurut dia, hampir 95,9 persen responden menginginkan adanya jaminan kesehatan gratis dan jaminan pendidikan gratis yang memang merupakan perintah konstitusi UUD 1945 pasal 28H, sehingga sistim jaminan kesehatan gratis dan pendidikan gratis sebaiknya tidak di lakukan dengan sistim asuransi (BPJS) tetapi di urus langsung oleh pemerintah.

"Dari temuan ini bisa dikatakan bahwa biaya kesehatan dan pendidikan memang saat ini sangat membebani pendapatan dari masyarakat," katanya.

Arief menegaskan, kesimpulan dari survei tersebut bahwa pembahasan RUU BPJS harus dihentikan sementara jika isinya banyak sekali diintervensi oleh kepentingan negara negara asing. Harapan masyarakat terhadap BPJS bukanlah seperti lembaga Asuransi dimana masyarakat diharuskan membayarkan preminya.

"Tetapi semangat pembentukan BPJS yang diperintahkan UU SJSN haruslah bersemangatkan UUD 1945 pasal 28 H dan Pancasila dimana DPR dan pemerintah dituntut untuk bisa memanusiakan serta memberikan jaminan sosial yang sesuai kearifan lokal bagi rakyat yang sudah memberikan suaranya untuk diwakilkan," demikian Arief Poyuono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Pemetaan Kasus Hukum TKI Jadi Prioritas Pemerintah

Posted: 07 Jul 2011 06:08 AM PDT

Menko Polhukam Djoko Suyanto (ANTARA)

Berita Terkait

Video

Jakarta (ANTARA News) - Pemetaan kasus hukum yang dihadapi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang menghadapi ancaman hukuman mati menjadi agenda prioritas pemerintah dalam bidang politik, hukum, dan keamanan selama dua bulan ke depan.

Usai rapat kabinet paripurna membahas persiapan Lebaran di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur organisasi satuan tugas penangangan WNI terancam hukuman mati di luar negeri telah ditandatangani oleh Presiden Yudhoyono.

Satgas yang diketuai mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni itu selanjutnya segera bekerja dengan membentuk beberapa tim karena WNI terancam hukuman mati tersebar di beberapa negara, seperti China, Malaysia, dan Arab Saudi.

"Rapat-rapat sudah dilaksanakan dan memetakan kasus-kasus narapidana yang dijatuhi hukuman mati di luar negeri," ujar Djoko.

Selain menangani WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, lanjut dia, agenda prioritas pemerintah di bidang Polhukam yang harus segera diselesaikan sesuai instruksi Presiden dalam rapat kabinet paripurna adalah penambahan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.

Program yang berada di Kementerian Hukum dan HAM itu, menurut Djoko, masih menyisakan penyelesaian pembangunan 31 lapas dan peningkatan 43 lapas di seluruh Indonesia.

Program prioritas lain yang harus dikerjakan, lanjut Djoko, adalah pembahasan RUU revitalisasi industri pertahanan serta pembangunan pusat misi perdamaian di Sentul yang diharapkan rampung pada 2011.

Sedangkan program prioritas lain yang berada di Kementerian Luar Negeri adalah penyelesaian batas wilayah Indonesia-Malaysia serta persiapan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dan Asia Timur pada akhir 2011.

Selain itu, kata Djoko, Kementerian Luar Negeri juga diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk mempersiapkan pembahasan pengelolaan Laut China Selatan dengan menteri-menteri luar negeri negara kawasan Asia Timur yang akan dibawa ke KTT Asia Timur pada akhir 2011.(*)

(T.D013*F008/M026)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan