Sabtu, 5 Februari 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Sindikat Ganja Masuki Pesisir Selatan

Posted: 05 Feb 2011 07:19 AM PST

Ingki Rinaldi

Yulisman (43) tak dapat menahan tangis, Selasa (1/2/2011), di balik jeruji besi yang menahannya untuk melihat dunia luar. Sejak akhir pekan lalu, petani beranak empat itu ditangkap polisi dan ditahan di Kepolisian Resor Pesisir Selatan, Sumatera Barat, karena ketahuan menanam ganja di ladang cabainya.

"Saya baru tahu kalau itu bibit tanaman ganja," kata Yulisman. Tidak kurang dari 79 batang ganja yang ditemukan di ladangnya. Sebanyak 23 batang di antaranya sudah setinggi sekitar dua meter.

Beberapa bulan lalu, seseorang yang hingga kini masih misterius memberi Yulisman bibit ganja, untuk ditanam di ladangnya di kawasan perbukitan Gunung Lantik Sabiro di Nagari Punggasan Timur, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Pesisir Selatan. Uang Rp 500.000 dijanjikan untuk setiap satu kilogram ganja yang dipanen. Yulisman tergiur, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang serba terbatas.

Orang yang memberinya bibit ganja mengaku dari Kerinci, Jambi. "Saya baru dua musim mencoba tanam cabai. Dulu saya tabib di kampung dan pengupas kulit kayu manis. Upah saya hanya sekitar Rp 20.000 per hari," katanya.

Setelah Yulisman ditangkap, tidak ada lagi yang bisa menyokong kehidupan keluarganya. Pemberi bibit yang berjanji membeli hasil panen ganja, juga tak pernah tampak lagi.

Dimasuki sindikat

Wakil Kepala Polres Pesisir Selatan Komisaris Ari Kurniawansyah menyebutkan, ada sejumlah lokasi lain ladang ganja di daerahnya. Ari memastikan, ladang-ladang ganja itu lebih luas ketimbang milik Yulisman.

"Selama tiga tahun terakhir, ini kasus yang paling besar. Untuk di wilayah Sumbar, ini juga merupakan kasus yang terbesar," kata Ari.

Menurut Ari, Pesisir Selatan mulai dimasuki oleh sindikat narkoba yang belum bisa diidentifikasi dari mana asalnya.

Dengan luas wilayah yang lebih dari 5.700 kilometer persegi serta berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi, membuat Pesisir Selatan menjadi wilayah yang ideal. Daerah itu cenderung tidak teridentifikasi kegiatan penanaman ganja.

Apalagi topografi wilayah perbukitan di sebagian besar wilayah kabupaten itu cukup menyulitkan pelacakan. Kepala Urusan Narkoba Polres Pesisir Selatan Inspektur Dua Khairil Daud mengatakan, untuk menuju ke ladang milik Yulisman, misalnya, harus berjalan kaki melewati jalan setapak di perbukitan sekitar delapan jam.

Kondisi itu diperparah dengan pendapatan sebagian petani yang jauh dari cukup dan beban keluarga yang harus dipenuhi. Kondisi itu membuat sebagian di antaranya tergiur untuk beroleh tambahan penghasilan dari jalan pintas.

Guru besar sosiologi Universitas Andalas Padang Prof Dr Damsar, Jumat (4/2/2011), mengatakan, bisnis ladang ganja memang bisa tumbuh subur di sebagian daerah minus di Pesisir Selatan. Ia melihat, kasus yang menimpa Yulisman adalah hasil kerja logika rasional ketika beban hidup semakin berat, sementara solusi untuk memecahkan beragam persoalan hidup itu semakin terbatas.

Ia juga menilai, Pesisir Selatan yang memanjang wilayahnya hingga lebih dari 200 kilometer adalah lokasi yang ideal untuk pengembangan bisnis haram itu. Kondisi jalur lintas barat Sumatera yang melewati daerah itu cukup sepi.

Cenderung lalai

"Apalagi saat ini Sumbar dinilai sebagai daerah yang relatif aman. Jika di suatu daerah dinilai aman, aparatnya kan cenderung lalai. Apalagi kita juga sedang fokus memikirkan soal bencana," kata Damsar.

Menurut Damsar, hal itu juga bisa dilihat dari kemungkinan tengah dilakukannya relokasi bisnis ladang ganja yang sempat masyhur dari kawasan Nanggroe Aceh Darussalam. Ia mengatakan, ketika sejumlah ladang ganja di Aceh berhasil diungkap dan produksi digagalkan, permintaan akan ganja untuk disalahgunakan tetap tinggi.

Sebagai solusinya dicarilah ladang baru, dan Sumbar dipandang sebagai lokasi paling ideal. "Secara topografi mirip dengan Aceh," ujar Damsar.

Namun, lanjut dia, pemberantasan ladang ganja di Sumbar masih lebih mudah ketimbang di Aceh. Peran tokoh adat, wali nagari, dan penegak hukum untuk menyadarkan petani bahwa ganja adalah barang haram perlu terus dilakukan.

Apalagi, kata Damsar, masyarakat Minang punya tradisi menjaga reputasi suku, kampung, dan nagari yang diturunkan dalam beragam petatah petitih. "Petani juga perlu diberi kesadaran hukum, bahwa ada hukuman jika menanam ganja." katanya.

 

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Ribuan Umat Ikut Prosesi Pekabaran Injil

Posted: 05 Feb 2011 12:52 AM PST

Masuknya Injil di Papua

Ribuan Umat Ikut Prosesi Pekabaran Injil

Penulis: Timbuktu Harthana | Editor: Nasru Alam Aziz

Sabtu, 5 Februari 2011 | 08:52 WIB

MANOKWARI, KOMPAS.com - Ribuan umat Nasrani dari berbagai pelosok Papua dan berbagai daerah di Indonesia, mengikuti prosesi Pekabaran Injil di sekitar halaman Gereja Elim Kwawi, Manokwari, Papua Barat. Ritual ini untuk mengenang kembali masuknya Injil di tanah Papua 156 tahun silam.

Prosesi dimulai dengan dibawanya Injil oleh sejumlah pendeta dan perwakilan suku Doreri dari Pulau Mansinam, Sabtu (5/2/2011) pukul 09.00 WIT. Dengan menggunakan dua perahu nelayan, mereka menyeberangi selat yang memisahkan Pulau Mansinam dengan daratan Papua. Selanjutnya, rombongan disambut oleh suku Arfak, yang kemudian menerima Injil tersebut.

Prosesi dilanjutkan dengan ibadah syukuran di halaman Kantor Klasis Manokwari, di sebelah Gereja Elim Kwawi, yang berusia lebih dari 140 tahun.

Pendeta Amandoe dari Gereja di Pulau Mansinam mengatakan ini merupakan prosesi awal perayaan Pekabaran Injil. Ritual ini untuk mengenang berlabuhnya dua pendeta Jerman, Johann G Geissler dan Carl W Ottow, di Pulau Mansinam, pada 5 Februari 1855.

Kedua pendeta itu yang mengenalkan pertama kali ajaran agama Kristen dan Injil kepada masyarakat primitif Papua. Yang pertama kali menerimanya adalah suku Doreri. Masuknya dan dikenalnya Injil menjadi jalan terang dan pembuka wawasan bagi masyarakat Papua.

Perayaan Pekabaran Injil tahun ini dipusatkan di dua tempat, yakni di Kota Manokwari dan di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat.

Alex (20), warga Manokwari mengatakan, ritual Pekabaran Injil adalah momentum bagi warga Papua bersyukur. Sebab, dengan masuknya Injil, masyarakat Papua tidak lagi menjadi masyarakat yang primitif.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Kirim Komentar Anda

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan