Jumaat, 12 Julai 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pengamat: Masyarakat Cenderung Lupa Rekam Jejak Caleg

Posted: 12 Jul 2013 12:41 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat dinilai cenderung lupa rekam jejak calon legislatif. Meskipun Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar riwayat hidup setiap calon, tidak serta merta masyarakat dapat menilik rekam jejak mereka dengan baik.

"Ini soal rekam jejak. Kalau memori masyarakat bagus, pasti banyak legislator korup tidak bakal kepilih," kata pengamat pemilu dari Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat, Mochammad Afiffudin, Jumat (12/7/2013). Sayangnya, ujar dia, kecenderungan "lupa" pada rekam jejak ini selalu berulang.

Apalagi, kata Afiffudin, dalam riwayat hidup yang dipublikasikan KPU, tidak ada catatan apakah seorang calon pernah korupsi atau terlibat perkara pidana lain. Tidak pula disebutkan apakah calon yang bakal dipilih publik itu punya keberpihakan pada pemberantasan korupsi.

Kendati demikian, Affifudin mengapresiasi langkah KPU yang memublikasikan daftar riwayat hidup caleg. Menurutnya, hal itu merupakan upaya peringatan yang diberikan KPU kepada masyarakat untuk dapat menentukan pilihannya dengan baik. "Ending-nya, target 75 persen partisipasi pemilih yang ditargetkan KPU semoga dapat segera terwujud," ujarnya.

Sebelumnya, ICW merilis 36 calon anggota legislatif yang diragukan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi. Setidaknya ada lima kategori yang digunakan ICW untuk merangkum daftar caleg yang terindikasi lemah komitmennya pada pemberantasan korupsi.

Kelima indikator itu yakni politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi, politisi bekas terpidana kasus korupsi, dan politisi yang pernah dijatuhi sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR.

Kategori lainnya adalah politisi yang mengeluarkan pernyataan di media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, dan politisi yang mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga tersebut.

Editor : Palupi Annisa Auliani

Dari Bisnis Pom Bensin, Djoko Peroleh Ratusan Juta Per Bulan

Posted: 12 Jul 2013 08:48 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo disebut memperoleh keuntungan ratusan juta rupiah setiap bulan dari tiga stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang dimilikinya. Tiga SPBU ini diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Djoko.

Hal ini diungkapkan saksi Erick Maliangkay, notaris kepercayaan Djoko, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) dengan terdakwa Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (12/7/2013).

"Hasil keuntungan dari semua SPBU, saya yang disuruh Pak Djoko mengambilnya ke Pak Harry Ikhlas," kata Erick.

Adapun Harry adalah orang yang mengelola tiga SPBU Djoko tersebut. Ketiga SPBU ini berlokasi di tiga tempat, yakni di Jalan Arteri Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, dan di Muara Kapuk, Jakarta Utara.

Menurut Erick, SBPU yang berlokasi di Kendal dengan nama PT Selota Mandala Bersama itu diatasnamakan Harry Ikhlas. Sejak tahun 2007 hingga 2010, Erick menjemput hasil keuntungan SPBU untuk kemudian diberikan kepada Djoko.

"Sejak 2007 hingga 2010, saya yang menjemput hasil keuntungan SPBU dari Pak Harry. Hasilnya diambil setiap bulan, terkadang sekali tiga bulan baru saya ambil. Setelah itu, uangnya saya antarkan ke Pak Djoko," tutur Erick.

Dia mengungkapkan, keuntungan pengelolaan SPBU ini dibagi dua dengan presentasi 80 persen untuk Djoko dan 20 persen untuk pengelola bersama manajemen perusahaan. Selain di Kendal, menurut Erick, Djoko menggunakan nama orang lain dalam mengelola SPBU di Ciawi. SPBU yang dibeli dengan harga Rp 10 miliar ini menggunakan nama PT Aster Usaha Jaya.

"SPBU ini dibeli atas nama Agus Margo Santoso (komisaris), dibayar dengan uang tunai yang dimasukkan ke dalam delapan kardus," tutur Erick.

Berbeda dengan SPBU Kendal yang menggunakan persentase bagi hasil, SPBU di Ciawi ini menyetorkan keuntungan yang diperolehnya kepada Djoko sekitar Rp 100 juta per bulan. Sementara SPBU yang di Muara Kapuk, menurut Erick, dibeli Djoko pada 2010 dengan harga Rp 11,5 miliar. Setiap bulannya, pengelola SPBU ini menyetorkan Rp 145 juta kepada Djoko.

"Kesepakatannya setiap bulan Pak Harry Ikhlas (pengelola) menyetor Rp 145 juta," kata Erick.

Editor : Hindra Liauw

Tiada ulasan:

Catat Ulasan