Khamis, 9 Mei 2013

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Tolak Politik Uang, Calon Independen Boikot Kampanye

Posted: 09 May 2013 08:18 AM PDT

Tolak Politik Uang, Calon Independen Boikot Kampanye

Penulis : Kontributor Malang, Yatimul Ainun | Kamis, 9 Mei 2013 | 15:18 WIB

MALANG, KOMPAS.com - Satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Malang memboikot kampanye dalam pemilihan wali kota Malang. Mereka beralasan, aksi itu untuk menolak praktik politik uang (money politics) yang menurut pasangan itu dilakukan beberapa pasangan calon lainnya.

Sejak dimulainya masa kampanye pada 6 Mei lalu, pasangan independen Ahmad Mujais-Yunar Mulya (RaJa) tidak berkampanye. Mereka memboikot karena kampanye bertentangan dengan pakta integritas yang telah dibuat dan ditandatangani dengan pihak Panwaslu dan KPUD Kota Malang pada 20 April lalu. "Boikot kami karena kampanye banyak praktik money politics," tegas Ahmad Mujais, Kamis (9/5/2013.

Menurut Mujais, dalam kampanye rawan terjadi politik uang dan melakukannya berarti melanggar pakta integritas yang telah dibuatnya. Selain itu, kata Mujais, kampanye yang menggunakan politik uang jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. "Apalagi saat ini, masih ada kevakuman hukum yang mengatur tentang kampanye dan money politics," katanya.

Pakta integritas yang dibuat pasangan RaJa, berkaitan dengan kepastian hukum soal politik uang serta tidak dijadikannya Pancasila sebagai acuan dalam pemilihan kepala daerah, dan serta sanksi terhadap calon yang diketahui melakukan politik uang. 

Ditanya apa langkah yang diambilnya untuk mengajak masyarakat memilih pasangan RaJa? Mujais mengaku, dirinya percaya kepada masyarakat. "Pendukung saya tidak ada masalah. Mereka sudah mengerti bagaimana diri saya," katanya.

Lebih lanjut Mujais mengatakan, dari pada uang dihabiskan untuk kampanye mencari simpatik masyarakat, lebih baik digunakan untuk kepentingan publik. "Lebih baik uangnya saya serahkan langsung ke masyarakat dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan kepentingan publik lainnya," tegasnya.

Pasangan Mujais dan timnya juga sepakat untuk menolak pasangan calon yang melakukan praktik politik uang. "Jika masyarakat ingin mengundang saya, silakan dan saya akan datang. Tapi tidak membawa uang. Soal dukungan, biar masyarakat sendiri yang memilih sesuai dengan hati nuraninya," katanya.

Tiga Jam, Ita dan Tiga Anaknya Terjebak dalam Baku Tembak

Posted: 09 May 2013 07:17 AM PDT

BANDUNG, KOMPAS.com — Pada Rabu (8/5/2013) siang, Ita Rosita (35) dan ketiga anaknya tengah bersantai di rumah kontrakannya di Kampung Batu Rengat, Desa Cigondewah Hilir, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Tiba-tiba, dari rumah kontrakannya yang berukuran sekitar 5 x 5 meter, Ita mendengar suara letusan senjata api dari luar. Ia dan ketiga anaknya yang masih anak balita kaget. Tembakan senjata api pertama kali terdengar pukul 11.00, mengarah ke rumahnya.

Bukan hanya suara tembakan, ia juga mendengar derap langkah kaki sejumlah orang yang tak dikenalnya. Ita tak tahu apa yang terjadi. Ketakutan pun menyeruak di benaknya. Namun, ia tetap berusaha tenang demi ketiga anak yang dipeluknya.

Saat itu tengah terjadi baku tembak antara Tim Densus 88 dan empat orang yang diduga teroris di Desa Cigondewah. Selama tiga jam, Ita mendengar jelas suara tembakan yang mengenai tembok rumahnya. Namun, ia tak mengetahui bagaimana caranya para terduga teroris itu menembak ke arah rumahnya.

"Namun, tembakannya tidak panjang, hanya sekali-sekali," ujar wanita asli Bekasi itu saat ditemui di rumahnya, Kamis.

Sesekali, Ita berusaha melongok ke luar rumah untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia terkejut ketika mendapati pelataran rumahnya dijadikan arena pertempuran senjata api bak film aksi di layar kaca. "Anak saya tidak takut. Cuma, anak saya yang paling kecil terbangun dari tidurnya karena kaget," ujarnya.

Menurut Ita, rumah kontrakannya sangat strategis karena tembok penghalang dengan jalan di sampingnya berhadapan langsung dengan belakang rumah yang ditempati empat orang terduga teroris. Rumahnya berada paling ujung di antara jejeran rumah petak kontrakan.

"Rumah saya dijadikan tempat ngumpet-nya anggota Densus. Mereka nembak dari rumah saya," kisah Ita.

Selama tiga jam itu, Ita memanjatkan doa agar diberi keselamatan. Setelah tiga jam, baku tembak pun berakhir. Ita dan ketiga anaknya langsung diungsikan ke rumah tetangganya sekitar pukul 14.00. 

"Ada empat polisi berpakaian preman yang menggedor pintu. Saya sama tiga anak saya terus diungsikan. Tempatnya dua rumah di belakang rumah saya," katanya.

Namun, saat diungsikan itu, masih terdengar suara tembakan. Pada Rabu malam, Ita akhirnya bisa kembali ke rumahnya setelah dipastikan aman oleh polisi.

" Ya, tidur aja enggak nyenyak, masih waswas," ujar Ita.

Editor :

Inggried Dwi Wedhaswary

Tiada ulasan:

Catat Ulasan