Khamis, 28 Februari 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Anis Matta Ogah Bicara soal Target PKS di Pilpres

Posted: 28 Feb 2013 01:16 PM PST

Anis Matta Ogah Bicara soal Target PKS di Pilpres

Penulis : Kontributor Bandung, Rio Kuswandi | Jumat, 1 Maret 2013 | 03:51 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta enggan berbicara target kemenangan pada Pilpres 2014. Anis juga enggan menyebutkan alasannya.

"Kita tidak mau bicara soal pilpres dulu," singkat Anis di Bandung, Kamis, (28/2/2013).

Anis hanya mengatakan, PKS untuk lebih fokus kepada pemenangan pelaksanaan pilkada di berbagai daerah. Salah satunya, pilkada Jabar dan juga Sumut yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini, yakni tanggal 7 Maret 2013.

Selain itu PKS akan juga lebih terfokus untuk Pemilu Legislatif 2014. Anis menyatakan, PKS akan melakukan berbagai upaya untuk memenangkan pilkada dan pileg.

"Untuk Pilkada, kita akan terus berupaya melakukan konsolidasi dengan semua daerah. Yang paling penting dengan Sumut, karena itu yang paling dekat," kata Anis.

"Sekarang kita minta doanya ya untuk menang di Sumut," pintanya Anis.

Anis menambahkan, kemenangan pasangan cagub-cawagub Jabar Aher-Deddy dalam Pilkada Jabar menjadi modal kuat untuk kembali meraih kemenangan dalam pilkada di daerah lainnya dan juga pileg.

"Ini semakin menguatkan kader PKS untuk sukses pada sesi yang akan datang," pungkasnya.

PPI Wageningen: Sejahterakan Petani!

Posted: 28 Feb 2013 12:45 PM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Wageningen mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan kesejahteraan petani dan nelayan. Keduanya merupakan tulang punggung tercapainya kemandirian pangan yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mata rantai pertanian yang didominasi oleh tengkulak dinilai telah merugikan petani dan nelayan.

Demikian salah satu benang merah diskusi "Ketahanan Pangan Indonesia" yang digelar PPI seperti yang disampaikan Ketua PPI Wageningen Jimmy Wilopo kepada Kompas.com, Kamis (28/2/2013).

"Saat ini, mata rantai perdagangan dikuasai oleh para tengkulak. Saat harga komoditas mahal, maka yang menikmati untung sebagian besar adalah tengkulak. Sementara itu, pada saat harga jatuh, petani yang rugi dan tengkulak selalu untung," kata Jimmy terkait intisari diskusi tersebut.

Kemandirian pangan dipandang semakin relevan mengingat pertambahan penduduk Indonesia yang mencapai 1,3 persen per tahun. Peningkatan penduduk perlu diimbangi dengan penambahan cadangan pangan yang mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia.

Indonesia pun dituntut untuk memaksimalkan daratan tropis seluas 1,9 juta persegi kilometer, dan 5,8 juta kilometer persegi lautan. Dengan demikian, kemandirian pangan semakin terwujud.

Turut hadir pada diskusi tersebut adalah Atase Pertanian KBRI di Roma Dr. Hamim dan kandidat doktor Wageningen University and Research Centrum (WUR) di bidang pangan, Shinta Yuniarta.

Terkait kesejahteraan petani, Hamim mengatakan, pemerintah akan lebih mengedepankan kemitraan petani dengan pihak swasta untuk mengurangi peranan tengkulak. Selain itu, Hamim juga mengatakan, pemerintah akan beranjak menuju industri pertanian dan perikanan yang berorientasi pada pembentukan value chain.

"Maksudnya adalah tidak sekedar memproduksi komoditas primer atau bahan mentah, tapi sampai menjadi produk olahan dan turunannya. Hal ini akan membuat petani dan nelayan lebih berdaya dan untung. Maka diperlukan dukungan teknologi, finansial, dan kebijakan yang lebih berpihak pada petani dan nelayan," kata Hamim.

Pada kesempatan itu, Hamim juga menjabarkan kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia terkait pencapaian kemandirian pangan. Tantangan tersebut, di antaranya penyusutan lahan pertanian serta minimnya sistem pengairan.

"Selain itu, tenaga ahli yang ada di bidang pertanian jumlahnya semakin menurun setiap tahunnya," ujar Hamim.

Akibatnya, Indonesia masih melakukan impor terhadap beberapa komoditas pokok. Sebagai contoh, produksi gula Indonesia saat ini mencapai 2,3 juta ton, atau di bawah target produksi nasional sebesar 2,8 juta ton.

Sementara itu, Shinta menekankan pentingnya menerapkan sistem penangkapan ikan yang berkelanjutan. Hal ini demi menjamin keberlangsungan sumber daya perikanan Indonesia. Pola penangkapan ikan yang tak bertanggung jawab dapat mempercepat kerusakan ekosistem laut sehingga ikan kehilangan habitatnya.

Shinta pun mendorong masyarakat untuk sadar pentingnya sistem penangkapan ikan yang berkelanjutan. Salah satu caranya, tidak memesan ikan yang hampir punah.

"Jika permintaan terhadap ikan-ikan yang hampir punah tersebut menurun maka otomatis eksploitasi terhadapnya menjadi berkurang," kata dosen IPB ini.

Secara terpisah, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Pancasila Siswono Yudo Husodo mendorong pemerintah untuk memperbesar penyaluran kredit untuk pertanian. Saat ini, alokasi kredit untuk pertanian kurang dari 6 persen. Padahal, 44 persen angkatan kerja di Indonesia bergelut di sektor pertanian.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan didorong mempermudah pelepasan areal penggunaan lain untuk petani tanaman pangan dan hortikultura. Yang terjadi saat ini, jutaan hektar dilepas untuk perkebunan besar yang mayoritas milik asing.

"Selain itu, Kementerian Pertanian punya andil, terutama dalam penyaluran anggaran. Tahun 2012 sekitar Rp 20 triliun. Harusnya jumlah itu dapat digunakan untuk memberdayakan petani dan meningkatkan produktivitas aneka produk pertanian," kata Siswono beberapa waktu lalu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan