Ahad, 11 November 2012

Republika Online

Republika Online


Mengapa Orang Hobi Menumpuk Barang?

Posted: 11 Nov 2012 06:31 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Coba tengok, apakah Anda termasuk orang yang sayang membuang barang-barang bekas, alias selalu menimbun barang? Jika jawabannya iya, berarti Anda terkena efek endowment.

Secara psikologis, kegiatan menimbun barang karena ia menghargai sesuatu, atau merasa barang tersebut memiliki arti spesial untuk dirinya. Tak jarang ada yang suka menyimpan ratusan karet gelang, menumpuk puluhan kartu ucapan Selamat Lebaran, atau mengoleksi banyak baju. Menurut Psikolog Daniel Kahneman, fenomena tersebut adalah efek endowment.

Daniel melakukan satu percobaan sederhana pada sekelompok mahasiswa disebuah universitas. Secara acak, setengah dari mereka diberikan cangkir cantik. Setengah lainnya diberikan uang tunai enam dolar AS. Seluruh mahasiswa kemudian diminta bertransaksi jual beli. Si pemilik cangkir diminta menjual cangkirnya.

Di sinilah teori ekonomi mengalahkan teori psikologi. Hasilnya, mereka yang memiliki cangkir rata-rata tak mau menjual cangkirnya di bawah harga lima dolar AS. Sedangkan mereka yang memiliki uang tunai hanya bersedia membeli cangkir dengan harga rata-rata 2,5 dolar AS.

Kejadian tersebut mengindikasikan orang-orang yang memiliki satu barang (si pemilik cangkir), cenderung lebih menghargai barangnya dibandingkan orang lain (si pemilik uang), yang cenderung ingin memiliki barang mewah dengan harga murah.

Hal ini pula yang mendasari mengapa dalam sebuah proses lelang, si pemilik barang hanya akan menjual barangnya pada penawar harga tertinggi.

Lalu, bagaimana jika barang yang dimiliki seseorang sudah menumpuk? Terpaksa orang yang bersangkutan harus menguranginya. Bayangkan jika rumah Anda penuh dengan barang-barang yang sebetulnya tak Anda perlukan lagi.

"Biasakan mengonsep diri Anda dengan kata cukup, cukup, dan cukup," kata Kahneman, dikutip dari BBC, Senin (12/11).

Sebelum memutuskan membeli sesuatu, seseorang diminta berpikir apakah itu adalah hal yang benar-benar dibutuhkan, atau hanya sekadar hal yang dia inginkan. Setelah mempertimbangkan hal ini, maka orang itu tak perlu repot-repot menimbun barang dikemudian hari.

Mengapa Orang Suka Menimbun Barang?

Posted: 11 Nov 2012 06:00 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON  --  Seseorang terkadang tak sadar bahwa dirinya suka menimbun barang, meski barang-barang itu sebagiannya mungkin tak diperlukan lagi.

Ada yang menyimpan ratusan karet gelang karena merasa suatu hari akan membutuhkannya. Ada yang menyimpan puluhan kartu ucapan Selamat Lebaran karena merasa bentuknya unik-unik. Ada yang menyimpan banyak baju karena merasa harganya mahal.

Secara psikologis, itu semua terjadi karena seseorang menghargai sesuatu dan merasa itu adalah hal spesial yang dimilikinya. Fenomena ini disebut efek endowment.

Seorang psikolog bernama Daniel Kahneman melakukan satu percobaan sederhana pada sekelompok mahasiswa di sebuah universitas. Secara acak, setengah dari mereka diberikan cangkir cantik. Setengah lainnya diberikan uang tunai enam dolar AS. Seluruh mahasiswa kemudian diminta bertransaksi jual beli. Si pemilik cangkir diminta menjual cangkirnya.

Di sinilah teori ekonomi mengalahkan teori psikologi. Hasilnya, mereka yang memiliki cangkir rata-rata tak mau menjual cangkirnya di bawah harga lima dolar AS. Sedangkan mereka yang memiliki uang tunai hanya bersedia membeli cangkir dengan harga rata-rata 2,5 dolar AS.

Kejadian tersebut mengindikasikan orang-orang yang memiliki satu barang (si pemilik cangkir) cenderung lebih menghargai barangnya dibandingkan orang lain (si pemilik uang) yang cenderung ingin memiliki barang mewah dengan harga murah.Hal ini pula yang mendasari mengapa dalam sebuah proses lelang, si pemilik barang hanya akan menjual barangnya pada penawar harga tertinggi.

Lalu, bagaimana jika barang yang dimiliki seseorang sudah menumpuk? Mau tak mau orang yang bersangkutan harus menguranginya. Bayangkan jika rumah anda penuh dengan barang-barang yang sebetulnya tak anda perlukan lagi.
 
"Biasakan mengonsep diri anda dengan kata cukup, cukup, dan cukup," kata Kahneman, dikutip dari BBC, Senin (12/11).

Sebelum memutuskan membeli sesuatu, seseorang diminta berpikir apakah itu adalah hal yang benar-benar dibutuhkan, atau hanya sekadar hal yang dia inginkan. Setelah mempertimbangkan hal ini, maka orang itu tak perlu repot-repot menimbun barang di kemudian hari.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan