Rabu, 28 November 2012

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Gajah Mati, Diduga akibat Gigit Kabel Listrik

Posted: 28 Nov 2012 08:22 AM PST

Gajah Mati, Diduga akibat Gigit Kabel Listrik

Rabu, 28 November 2012 | 16:22 WIB

BANJARNEGARA, KOMPAS.com - Seekor gajah koleksi Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas (TRMS) Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (28/11/2012), ditemukan mati diduga akibat menggigit kabel listrik tegangan tinggi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Banjarnegara Aziz Ahmad mengatakan, peristiwa yang menimpa gajah betina bernama Dona ini pertama kali diketahui oleh pawang gajah bernama Suroyo.

"Saat ditemukan, gajah itu tergeletak dengan mulut terbakar. Pada mulutnya terdapat kabel listrik," katanya. Dikatakannya, bentangan kabel listrik tersebut digunakan untuk mengelas besi-besi kandang yang sedang diperbaiki sejak beberapa hari lalu.

Ia menduga belalai gajah berusia 11 tahun ini menyambar bentangan kabel listrik yang terlalu rendah dan kemudian menggigitnya hingga akhirnya mati kesetrum. "Kami sangat menyesalkan kejadian ini karena di sini cuma ada dua gajah dan merupakan daya tarik tersendiri," katanya.

Ia mengatakan, bangkai gajah akan dikubur di kompleks TRMS pada Rabu sore setelah diperiksa oleh petugas identifikasi Kepolisian Resor Banjarnegara.

Suroyo mengaku sangat kehilangan atas kematian Dona yang telah dirawatnya sejak empat tahun silam dan dia menganggap gajah ini sebagai "adik".

"Dona merupakan gajah yang penurut dan selalu ceria. Hampir setiap kali bertemu, Dona selalu ingin mengajak bermain-main. Saya masih belum percaya bahwa Dona sudah tiada, sakit sekali hati ini," katanya.

Korban Kebakaran di Kolaka Hilang Tempat Tinggal

Posted: 28 Nov 2012 08:20 AM PST

Korban Kebakaran di Kolaka Hilang Tempat Tinggal

Penulis : Kontributor Kolaka, Suparman Sultan | Rabu, 28 November 2012 | 16:20 WIB

KOLAKA, KOMPAS.com - Tak kurang dari 41 kepala keluarga yang menjadi korban kebakaran minggu lalu di Kolaka, Sulawesi Tenggara, saat ini menjalani nasib yang tak menentu. Tanah yang mereka tempati selama puluhan tahun adalah milik salah satu pengusaha lokal yang ada di Kolaka. Kini sang pemilik lahan tak lagi mengizinkan mereka membangun rumah di areal itu. 

Menurut para korban kebakaran, saat ini bantuan berupa sandang dan pangan sudah cukup. Banyak pihak yang memberikan bantuan. Namun yang menjadi masalag adalah soal kelangsungan hidup mereka yang tak lagi memiliki tempat tinggal.

Salah satu warga korban kebakaran yang bernama Suardi mengaku bingung mencari tempat tinggal. "Memang saat ini kami masih tinggal di pengungsian (aula kantor Kelurahan Sakuli) dan sebagian korban lagi mengungsi ke rumah kerabat mereka. Inilah yang bikin bingung kami karena yang punya lokasi tidak mau kasi tinggal lagi di situ. Jadi kami kan hanya kontrak di lokasi," ungkapnya, Rabu (29/11/2012).

Suardi mengaku dulu membayar biaya kontrak sebesar Rp.250.000 per bulan. "Kami sudah meminta kebijakan sama Pak Camat untuk memberitahukan kepada pemilik lokasi agar para korban kebakaran kembali diberi kesempatan. Tapi katanya pemilik itu sudah tidak mau lagi," tambahnya.

Sementara itu, korban lain yang namanya enggan disebutkan mengatakan pemda setempat mencarikan solusi tentang tempat tinggal mereka. "Kami yang jadi korban kebakaran ini kan rata-rata pedagang kaki lima, Nah kalau bisa dicarikan lokasi sementara yang tidak jauh dengan pasar Kolaka, agar memudahkan aktivitas kami kembali sambil mengumpulkan uang untuk membangun atau mencari lokasi lain. Itu harapan utama kami," tuturnya.

Camat Latambaga Arifin Jamal sempat menjelaskan, pemilik tanah memang sudah tidak berniat lagi menyewakan tanahnya kepada mereka. Alasannya, tidak ada keuntungan berarti dari penyewaan tersebut. Sementara warga, dengan bebas membangun rumah dan menyewakan rumahnya kepada orang lain.

"Pemiliknya berniat untuk membangun rumah kontrakan sendiri di sana pascakebakaran ini. Bukannya dia bersyukur dengan musibah itu, tapi di situlah sisi positifnya dia. Tapi memang hanya karena pertimbangan kemanusiaan dia biarkan mereka tempati tanahnya," jelas Arifin Jamal.

Editor :

Glori K. Wadrianto

Tiada ulasan:

Catat Ulasan