Ahad, 4 November 2012

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Netanyahu dicela karena bereaksi "dingin" soal Abbas

Posted: 04 Nov 2012 09:33 PM PST

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (REUTERS/Nir Elias)

Selama empat tahun, Israel telah mengaku tak memiliki mitra perdamaian, tapi wawancara Abbas akhir pekan lalu membuktikan sebaliknya

Berita Terkait

Jerusalem (ANTARA News) - Mantan perdana menteri Israel Ehud Olmert dan mantan menteri luar negeri Tzipi Livni, Ahad (4/11), mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena cara ia menangani hubungan Israel dengan Palestina.

Pernyataan kedua mantan pejabat tinggi Israel tersebut dikeluarkan setelah reaksi dingin Netanyahu terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas kepada stasiun televisi Israel, Channel 2, pada Jumat (2/11).

Menurut pernyataan Abbas, rakyat Palestina mencela kekerasan dan bersedia melanjutkan perundingan perdamaian dengan dasar penyelesaian dua-negara.

Netanyahu, selama pertemuan kabinet, Minggu, mengatakan ia "bersedia" memulai lagi perundingan perdamaian dengan Palestina "hari ini" tanpa prasyarat, terutama mengenai pembekuan pembangunan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan.

Di dalam pernyataan yang dikirim kepada Xinhua--yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin--Olmert mengecam kebijakan Netanyahu terhadap Palestina sebagai kejam, dan mengatakan prilakunya bertolak-belakang dengan kepentingan Israel dan mendukung Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS)--yang menguasai Jalur Gaza.

"Sayangnya, sejak pemerintah baru memangku jabatan, perundingan dengan Palestina telah beku," kata Olmert.

"Pemerintah Israel, bukannya mendorong perundingan, malah berusaha meyakinkan masyarakat Israel bahwa tak ada mitra di pihak Palestina dan dengan itu memperkuat HAMAS serta membuat lemah Pemerintah Otonomi Palestina, yang percaya pada non-kekerasan dan perdamaian," ia menambahkan.

Olmert dipaksa mundur pada 2008, setelah tuduhan suap mencuat terhadap dia dalam beberapa kasus. Ia dinyatakan bersih dari dua tuduhan pada Juli, tapi dinyatakan bersalah karena melanggar kepercayaan masyarakat.

Namun hukumannya tak membuat dia kehilangan hak untuk mencalonkan diri lagi dalam pemilihan umum mendatang, sebab pengadilan memutuskan tak ada kebejatan dalam tindakan Olmert.

Pada Minggu malam, di dalam satu wawancara dengan televisi berita Channel 2, Livni mengatakan selama masa jabatan Netannyahu sebagai perdana menteri, perdamaian dunia menjadi tak karuan.

"Selama empat tahun, Israel telah mengaku tak memiliki mitra perdamaian, tapi wawancara Abbas akhir pekan lalu membuktikan sebaliknya," kata Livni.

Livni juga menyalahkan pemerintah atas macetnya perundingan perdamaian, yang menciptakan "kurangnya kepercayaan" antara Israel dan Palestina.

Ia mengatakan pernyataan Abbas "berani" dan menuduh Menteri Luar Negeri Israel saat ini Avigdor Lieberman memimpin aksi untuk mendepak Abu Mazen --nama panggilan Abbas dalam bahasa Arab.

Ketika ditanya apakah ia akan kembali ke kancah politik, wanita politikus itu tak memberi jawaban langsung tapi mengatakan sayap politik kiri-tengah mesti "bertindak bersama-sama" guna menjatuhkan Netanyahu dan mencegah dia menang dalam pemilihan umum mendatang.

Pada Mei, Livni meninggalkan politik, setelah awal tahun ini kehilangan kursinya sebagai ketua Kadima dari Shaul Mofaz.

Beberapa jajak pendapat telah memperlihatkan jika Olmert dan Livni kembali ke dunia politik, blok kiri-tengah akan meningkatkan kekuatannya di Knesset (Parlemen) mendatang.

(C003)

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Obama dan Romney masih tegang jelang pemilihan

Posted: 04 Nov 2012 08:57 PM PST

Presiden AS sekaligus calon presiden dari Partai Demokrat Barack Obama (kanan) berjabat tangan dengan capres dari Partai Republik Mitt Romney saat dimulainya debat capres terakhir di Boca Raton, Florida, Amerika Serikat, Senin (22/10). (REUTERS/Scott Audette)

Ini benar-benar memanas.

Berita Terkait

Washington (ANTARA News) - Presiden Barack Obama dan penantangnya Mitt Romney tetap bersitegang dalam jajak pendapat yang dirilis Minggu, hanya dua hari sebelum pemilihan menuju Gedung Putih.

Survey yang dilakukan Wall Street Journal dan NBC News memberitakan Obama mendapatkan dukungan 48 persen dan Romney 47 persen, sebuah statistik dengan ambang batas kesalahan (margin of eror) kurang lebih 2,55 poin.

"Jajak pendapat ini mencerminkan hasil kampanye yang sangat dekat secara nasional," kata ahli jajak pendapat Partai Republik Bill McInturf, yang melakukan survey dengan ahli jajak pendapat dari Partai Demokrat Peter Hart, dalam sebuah pernyataan.

"Ini benar-benar memanas. Pemilihan umum ini akan ditentukan oleh jumlah pemilih, jumlah suara," Hart menambahkan.

Jajak pendapat dilakukan sejak 1 sampai 3 November, dengan sampel 1.475 pemilih. Temuan tersebut sesuai dengan jajak pendapat nasional mendekati hari pemilihan.

Sementara itu, jajak pendapat USA Today/ Gallup dari beberapa negara bagian yang paling menentukan (swing state) menunjukkan bahwa dukungan pemilih terbagi rata, Obama 48 persen dan Romney 48 persen.

Namun sebuah survey Pew menemukan bahwa Obama memimpin dengan 48 persen dari Romney 45 persen di kalangan pemilih yang sudah menetapkan pilihan, dengan empat persen yang menyatakan netral.

Sebagian besar jajak pendapat, menyatakan Obama memimpin tipis, dan memimpin signifikan di beberapa negara bagian, yang pada akhirnya akan menentukan hasil pemilihan presiden, dan hal tersebut memberikan keuntungan bagi calon pertahana dari Partai Demokrat untuk kedua kalinya menang dalam pemilihan.

(S038)

Editor: Ella Syafputri

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan