Sabtu, 27 Oktober 2012

Republika Online

Republika Online


JN Bakal Diperiksa Kejiwaan dan Orientasi Seksualnya

Posted: 27 Oct 2012 11:34 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada kemungkinan pemerkosa tiga anak kandungnya, JN (43 tahun) akan diperiksa kejiwaan dan orientasi seksualnya oleh Polres Metro Jakarta Timur.

Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Hubungan Masyarakat (Humas) Polres Metro Jakarta Timur, Komisaris Polisi (Kompol) Didik Hariyadi mengatakan, tetapi hal tersebut masih belum pasti.

"Sejauh ini JN terlihat normal. Jika penyidik melihat ada gelagat yang tidak baik atau mencurigakan, maka baru diperiksa," kata Didik kepada /Republika/, Ahad (28/10).

Didik melanjutkan, pada Sabtu (27/10) malam JN bahkan diwawancara salah satu TV Swasta, TV One. Dalam wawancara via telepon tersebut, JN mengaku dirinya memang bernafsu melihat anaknya yang tidur dengan memakai celana pendek.

Sampai saat ini JN masih ditahan di sel tahanan Polres Metro Jakarta Timur. Untuk itu, Didik menjelaskan, pihaknya tidak dapat menduga-duga apakah wiraswasta limbah Palet ini mengidap gangguan jiwa atau kelainan orientasi seksual. 

"Tetapi, jika dalam perkembangannya penyidik melihat ada yang mencurigakan atau tidak beres dengan JN, maka dia akan dites kejiwaan, dan orientasi seksualnya di Rumah Sakit (RS) R Said Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur," ujar Didik. 

JN adalah ayah kandung dari tiga anaknya, yaitu WT (20), KN (18), dan WN (17). Bukannya menyayangi, dan menjaga anaknya, JN tega memperkosa tiga anaknya sejak tahun 2006 lalu di rumahnya di Cakung, Jakarta Timur.

Dia melakukan pada WT, anak pertamanya sejak dia berusia 14 tahun, sedangkan pada anak keduanya, KN sejak berusia 15 tahun, dan WN  sebanyak empat sampai lima kali. Kebetulan, JN beserta anak dan istrinya selalu tidur bersama dalam satu ruang tidur di kamarnya.

JN melakukannya ketika istri dan anak-anaknya sedang tidur terlelap dan siang hari, ketika istrinya sedang mengantar anaknya sekolah. Karena sudah tidak tahan dengan perbuatan bejat ayahnya, KN melaporkan hal itu ke pamannya, Basuki, adik ibunya.

Merasa geram dengan perbuatan JN, Basuki melaporkan tindakan itu ke Polsek Cakung, Kamis (25/10) pukul 03.00 WIB. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur, lantaran Polsek Cakung tidak memiliki unit PPA.

DPR Persilakan UU Pangan Digugat

Posted: 27 Oct 2012 11:21 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menyatakan persetujuannya apabila Serikat Petani Indonesia (SPI) maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki concern di bidang pangan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pangan yang baru saja disahkan DPR. 

Menurut Viva, hal ini penting agar secara yuridis seluruh pasal yang terdapat di dalam Undang-undang yang merupakan revisi dari UU No. 7/1996 itu dapat diketahui adakah pertentangan di dalamnya dengan UUD 1945.  

"Tentu hal ini akan semakin memperkuat posisi UU secara hukum," tutur Viva kepada Republika via pesan singkatnya, Ahad (28/10).  

Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan judicial review merupakan partisipasi publik terhadap kebijakan negara. Terlebih, UU diputuskan secara bersama-sama oleh lembaga legislatif (dalam hal ini DPR) dan lembaga eksekutif (dalam hal ini pemerintah). 

Viva meyakini nantinya MK akan bekerja dengan baik dalam memutuskan kandungan batang tubuh dalam UU ini. "Apakah ada yang tidak sesuai dengan konstitusi atau tidak," kata Viva.  

Jika putusan final oleh MK telah disampaikan, Viva mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat menaatinya. "Setiap putusan MK bersifat final dan mengikat," ujar Viva.  

Seperti diberitakan sebelumnya, SPI bersama sejumlah organisasi masyarakat berniat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-undang Pangan yang baru saja disahkan oleh DPR, Kamis (18/10) lalu.  

Ketua Umum DPP SPI Henry Saragih mengatakan gugatan ini dilakukan karena UU Pangan dinilai tidak mampu menjawab masalah pangan yang berkembang di tanah air.  Selain itu, UU Pangan dinilai merugikan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 

"Kita akan pelajari dengan lebih seksama pasal-pasal mana yang bertentangan dengan konstitusi.  Ini yang perlu dikonsultasikan dengan ahli hukum," tutur Henry kepada wartawan dalam temu pers di Sekretariat Pusat SPI, Rabu (24/10).

Henry menjelaskan, dari hasil kajian awal terhadap draft UU Pangan, SPI melihat sejumlah celah yang menunjukkan abainya DPR dan Pemerintah terhadap masalah pangan. Salah satunya adalah negara tidak diwajibkan menghapus kelaparan yang melanda masyarakat.  

Padahal, kata Henry, dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 telah disebutkan kewajiban negara untuk menjamin kehidupan fakir miskin dan anak-anak telantar, termasuk dari ancaman kelaparan. 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan