Selasa, 10 Julai 2012

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Konvoi Kapal Perang Rusia Kembali Bergerak ke Suriah

Posted: 10 Jul 2012 04:57 PM PDT

Pergerakan Militer

Konvoi Kapal Perang Rusia Kembali Bergerak ke Suriah

Penulis : Dahono Fitrianto | Selasa, 10 Juli 2012 | 23:57 WIB

MOSKWA, KOMPAS.com- Rusia kembali mengirimkan konvoi kapal perang menuju pelabuhan Tartus di Suriah, Selasa (10/7/2012). Sumber militer Rusia membantah pengerahan kapal-kapal perang itu berkaitan dengan kondisi terakhir konflik berdarah di Suriah.

Kantor berita Interfax yang dikutip Agence France Presse (AFP) mengatakan, Rusia mengirimkan enam kapal perang ke Laut Tengah. Konvoi tersebut meliputi kapal perusak antikapal selam Admiral Chabanenko dan tiga kapal pendarat dari Armada Utara Angkatan Laut (AL) Rusia.

Empat kapal tersebut dilaporkan telah meninggalkan pangkalannya di Severomorsk, dekat Lingkaran Artik, Selasa pagi. Interfax menyebutkan, empat kapal dari Armada Utara itu akan bergabung dengan kapal fregat Yaroslav Mudry dan sebuah kapal pendukung di Laut Tengah.

Sementara itu, Reuters melaporkan, satu kapal perusak antikapal selam Smetlivy juga diberangkatkan dari pangkalan Armada Laut Hitam AL Rusia di Sevastopol, Selasa pagi.

Menurut sumber di AL Rusia yang tak mau disebutkan namanya, kapal tersebut juga akan menuju Suriah. Sumber yang dikutip Interfax mengatakan, pemberangkatan konvoi kapal perang itu bagian dari rencana kesiapan militer armada Rusia saja.

Mereka akan ditempatkan di kawasan Laut Tengah sampai September, dan akan mampir di fasilitas AL Rusia di Tartus, Suriah, untuk mengambil pasokan logistik, seperti bahan bakar, air minum, dan bahan makanan.

Sumber tersebut menegaskan, misi AL Rusia itu tak ada kaitannya dengan situasi konflik berdarah di Suriah dan tekanan dunia internasional yang makin besar. 

Editor :

Marcus Suprihadi

Sudan Selatan Peringati Setahun Kemerdekaan

Posted: 10 Jul 2012 02:56 PM PDT

JUBA, KOMPAS.com- Sudan Selatan merayakan tahun pertama kemerdekaannya, tak mengindahkan peringatan mengenai stabilitas dan kelangsungan hidup perekonomian negara muda itu.

Massa turun ke jalan-jalan ibukota Juba hari Senin, dengan orang-orang memadati mobil-mobil yang berkeliling kota dan membunyikan klakson untuk menandai ulang tahun pertama sejak memisahkan diri dengan mantan musuh perang saudaranya, Sudan.

"Kita telah berjuang untuk hak kita untuk dihitung di antara masyarakat negara-negara merdeka dan kita telah mendapatkannya," kata Presiden Sudan Selatan Salva Kiir kepada massa yang berkumpul pada sebuah parade militer.

Sudan Selatan yang miskin itu telah melewati tahun yang didera oleh perang perbatasan dengan Sudan, serta kekerasan dalam negeri, serta ditutupnya produksi minyaknya dalam pertikaian dengan Khartoum.

Namun, Kiir yang berbicara di makam mantan pemimpin pemberontak John Garang mengatakan, negara muda itu harus melakukan lebih banyak lagi untuk mengurangi korupsi, dan belajar untuk menjauh dari dukungan donor besar yang menopang negara itu.

"Selama kita masih tergantung pada negara-negara lain, kemerdekaan kita belum lengkap," kata Kiir. "Kita harus lebih merdeka, kita harus independen secara ekonomi."

Di tengah perayaan kemerdekaan itu, AS mengimbau Sudan Selatan untuk mencapai kesepakatan dengan Sudan untuk mengekspor minyaknya, dengan mengatakan negara baru itu secara kritis membutuhkan sebuah sumber pendapatan.

"Salah satu tantangan yang paling mendesak bagi Sudan Selatan adalah mengambil sebuah pendekatan yang pragmatis dan berani pada krisis ekonominya saat ini. Tanpa pendapatan minyak, banyak proyek pembangunan yang telah dijadwalkan akan tertunda," kata Princeton Lyman, utusan khusus AS untuk Sudan dan Sudan Selatan.

Minyak merupakan pendapatan utama Sudan Selatan, namun negara terkurung daratan yang didukung Barat itu menghentikan ekspornya pada bulan Januari dalam pertikaian dengan Sudan mengenai biaya pipa kilang minyak.

Perayaan itu antara lain dihadiri oleh Deputi Menlu Sudan Salahudin Wanasy Mohammed Khair, Presiden Uganda Yoweri Museveni dan mantan Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.

Editor :

Marcus Suprihadi

Tiada ulasan:

Catat Ulasan