Jumaat, 22 Jun 2012

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Korban Tewas oleh Bajak Laut Meningkat

Posted: 23 Jun 2012 02:43 AM PDT

LONDON, KOMPAS.com - Perompak Somalia yang membajak kapal-kapal di Lautan India bertanggung jawab atas kematian sedikitnya 35 sandera pada 2011, demikian sebuah laporan badan maritim yang berpusat di AS, Jumat (22/6/2012).

Jumlah orang yang ditahan perompak turun menjadi sedikitnya 555 pada 2011 dari 645 pada 2010, kata laporan itu, yang dikeluarkan oleh Biro Maritim Internasional dan Masa Depan Satu Bumi.

Menurut laporan itu, delapan orang dibunuh perompak saat ditangkap atau dieksekusi selama penyekapan. Sementara itu delapan orang lagi tewas akibat kekurangan gizi atau penyakit. Yang lain tewas selama upaya penyelamatan oleh militer atau ketika berusaha melarikan diri.

Meski data kuat pada tahun-tahun sebelumnya terbatas, kematian 35 sandera itu dianggap sebagai jumlah yang paling tinggi sejauh ini terkait kasus perompakan dalam waktu satu tahun.

"Memang angka ini cuma perkiraan kasar," kata manajer proyek Kaija Hurlburt kepada Reuters. "Banyak dari kapal-kapal yang disandera perompak adalah kapal tradisional yang tidak pernah dilaporkan. Kapal-kapal itu biasanya membawa 12 hingga 20 orang setiap kali berlayar."

Laporan itu mengatakan, sedikitnya 149 orang disandera selama lebih dari setahun, dan 26 orang ditahan lebih dari dua tahun. Banyak dari mereka yang dibebaskan mengaku disiksa seperti dipukuli, kuku dicabut atau dibuang ke laut.

Lebih dari 40 persen dari mereka menyatakan bahwa pada tahapan tertentu mereka digunakan sebagai tameng manusia, terutama ketika perompak menggunakan kapal bajakan sebagai kapal induk untuk melancarkan serangan-serangan baru. Sebagian besar sandera berasal dari negara-negara berkembang seperti Filipina, India dan China serta negara-negara Teluk dan Afrika.

Jumlah kematian di pihak perompak juga hampir pasti meningkat, dan laporan-laporan menyebutkan bahwa sedikitnya 111 orang tewas pada 2011, sekitar 70 persen dalam bentrokan dengan pasukan angkatan laut.

Perompak yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.

Menurut Ecoterra International, organisasi yang mengawasi kegiatan maritim di kawasan itu, lebih dari 40 kapal asing dan lebih dari 500 pelaut hingga kini masih ditahan oleh perompak.

Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan perompak, namun serangan masih terus berlangsung.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.

Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak perompakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan -- termasuk 68 pembajakan yang berhasil -- dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar.

Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.

Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut seorang menteri Puntland.

Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.

AS Tuduh Haqqani Dalangi Serangan Hotel

Posted: 23 Jun 2012 01:15 AM PDT

KABUL, KOMPAS.com - Panglima AS yang memimpin pasukan NATO di Afganistan, Jumat (23/6/2012), menuduh jaringan Haqqani yang bermarkas di Pakistan mendalangi pendudukan 12 jam terhadap sebuah hotel tepi danau di Kabul yang menewaskan 18 orang.

Jenderal John Allen menuduh jaringan yang terkait Al Qaeda itu dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan beberapa pekan setelah Menteri Pertahanan AS Leon Panetta menyatakan Washington kehilangan kesabaran dengan Pakistan karena penolakannya menghancurkan tempat-tempat persembunyian gerilyawan.

Kelompok Haqqani, yang diyakini berpangkalan di kawasan suku Waziristan Utara, Pakistan, dituduh bertanggung jawab atas sejumlah serangan paling mematikan di Afganistan dalam perang 10 tahun di negara itu.

"Sumber-sumber militer koalisi dan pasukan keamanan nasional Afganistan mengakui bahwa serangan ini memiliki ciri-ciri jaringan Haqqani, yang terus menyerang dan membunuh warga Afganistan yang tidak berdosa dan terang-terangan melanggar kedaulatan Afganistan dari tempat aman mereka di Pakistan," kata Allen.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mengkonfirmasi bahwa prajurit koalisi dan pasukan keamanan Afganistan membalas serangan itu.

Namun, Allen menekankan peranan pasukan Afganistan dan berusaha menepis kekhawatiran mengenai kemampuan pasukan dan polisi lokal setelah pasukan tempur NATO ditarik dari negara itu pada 2014.

Allen mengatakan, ia "sangat terkesan" pada kemampuan Afganistan dalam merespon serangan itu.

Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah bersepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014. Namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afganistan.

Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afganistan.

Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September.

Konflik meningkat di Afganistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Jumlah warga sipil yang tewas meningkat secara tetap dalam lima tahun terakhir, dan pada 2011 jumlah kematian sipil mencapai 3.021, menurut data PBB.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afganistan pada 2010, yang menjadikan kurun waktu itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afganistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Taliban, yang memerintah Afganistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afganistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom rakitan yang diletakkan di pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afganistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut. Bom rakitan kaum militan telah mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afganistan, menurut militer.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan