Isnin, 30 April 2012

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Pada Akhirnya Chen Hanya Mampu Merangkak

Posted: 01 May 2012 03:57 AM PDT

KOMPAS.com - Kisah pelarian aktivis China Chen Guangcheng dari rumah tempatnya dikurung merupakan mujizat. Diperlukan perencanaan dan kekuatan luar biasa hingga kini dia bisa berada di tempat yang aman.

Para pendukung Chen mengatakan aktivis tunanetra itu kini berada di bawah perlindungan diplomatik Amerika Serikat di Beijing.

"Pelarian Chen Guangcheng merupakan mujizat, sulit dipercaya kecuali Anda mendengar sendiri dia menceritakannya," kata Guo Yushan, seorang peneliti Beijing dan aktivis hak asasi manusia yang berjuang untuk Chen dan membantunya ke Beijing setelah pelarian itu.

Setelah pelarian Chen terungkap ke publik, Guo sempat ditahan dan diperiksa polisi selama beberapa hari. Ini merupakan wawancara pertamanya pascapenahanan itu.

"Dia (Chen) harus memanjat delapan tembok dan lebih dari selusin penghalang sendirian, terpeleset dan jatuh ratusan kali selama 19 jam sampai dia berhasil menyeberangi sebuah sungai kecil dan akhirnya keluar dari desanya," kata Guo, mengutip Chen.

Chen berhasil melarikan diri dari rumahnya di Desa Dongshigu di Provinsi Shandong, China timur. Dia dikurung selama 19 bulan di rumah itu bersama ibu, istri, dan anaknya. Penahanan di rumah itu dialaminya setelah dia menyelesaikan 4,5 tahun hukuman penjara.

"Sekujur tubuhnya penuh luka dan memar akibat jatuh dan memanjat. Kaki kanannya keseleo hingga dia nyaris tidak bisa berdiri," kata Guo. "Pada akhirnya dia hanya bisa merangkak dalam waktu yang lama, jadi waktu saya melihatnya kondisinya sangat mengenaskan."

Meskipun Chen bersusah payah melarikan diri dari kurungan, tujuan utamanya bukanlah mencari perlindungan ke Amerika atau negara lain, kata Guo.

"Dia berkukuh tidak mau mengajukan permohonan suaka politik ke negara manapun. Dia benar-benar ingin tetap tinggal di China dan menuntut ganti rugi atas hukuman ilegal yang dialaminya selama bertahun-tahun di Shandong dan akan melanjutkan perjuangannya untuk rakyat China," papar Guo.

Guo tidak mau berbicara tentang pertolongan yang sudah diterima Chen dari kerabat dan warga desa di Shandong. Namun dia khawatir orang-orang yang menolongnya itu bakal menerima kemarahan para pejabat lokal yang merasa dipermalukan karena pelariannya.

Istri chen, Yuang Weijing, tidak bisa dikontak, imbuh Guo.

"Saat ini yang paling kami khawatirkan adalah keselamatan keluarganya, bahwa begitu para pejabat mengetahui Chen kabur, mereka akan membalas (keluarga Chen)."

Kisah pelarian Chen kini menjadi bagian dari kisah kepahlawanan para pembangkang China. Bagaimana seorang tunanetra mengalahkan raksasa, kendali Partai Komunis China. Seperti keberanian yang ditunjukkan seorang lelaki yang menantang tank militer di Lapangan Tiananmen pada 1989.

Chen, seorang advokat otodidak yang berjuang melawan aborsi paksa yang diterapkan pemerintah untuk program keluarga berencana. Dia dijadikan tahanan rumah tanpa pengadilan sejak September 2010.

"Dia menghabiskan waktu lebih dari dua bulan tinggal di dalam kamarnya untuk dua alasan, mempelajari pola penjagaannya dan membuat para penjaganya mengira dia, Chen Guangcheng, tidak akan keluar ataupun berusaha kabur," papar Guo.

"Dia memanfaatkan sedikit peluang untuk melompati tembok pertama dalam waktu lima detik, lalu melewati tembok kedua, ketiga, keempat," lanjut Guo. "Dia butuh waktu sembilan belas jam untuk bisa keluar."

Para pejabat desa dan penjaganya benar-benar percaya bahwa Chen masih terkurung di kamarnya sampai-sampai dia tidak mengetahui pelarian itu sampai Chen pergi, ujar Guo.

Dikatakannya, begitu mengetahui dari kontak-kontaknya bahwa Chen melarikan diri, Guo memacu mobilnya untuk menjemput dan membawa Chen serta penolongnya, He Peirong. Perjalanan ke Beijing itu menempuh jarak 600 kilometer.

"Situasinya kini rumit, jadi saya tidak mau mengkonfirmasi soal keberadaan dia. Yang pasti, pilihan pribadinya adalah tidak meninggalkan China," tegas Guo.

Sekujur tubuhnya penuh luka dan memar akibat jatuh dan memanjat. Kaki kanannya keseleo hingga dia nyaris tidak bisa berdiri. Pada akhirnya dia hanya bisa merangkak

-- Guo Yushan

AS Meyakinkan Ulang Italia akan Keunggulan F-35

Posted: 01 May 2012 03:04 AM PDT

WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta berusaha kembali meyakinkan Italia akan berbagai keunggulan pesawat tempur generasi kelima F-35 Lightning II yang dibuat dalam program Joint Strike Fighter. Italia adalah salah satu mitra asing program tersebut.

Pesawat F-35 menjadi salah satu topik pembicaraan penting dalam pertemuan Panetta dengan Menteri Pertahanan Italia Giampaolo Di Paola yang sedang berkunjung ke Washington DC, AS, Senin (30/4/2012). Panetta berjanji untuk terus menekan biaya pembuatan pesawat berkemampuan mengelak radar (stealth/siluman) itu agar tetap terjangkau oleh kemampuan keuangan Italia.

"Menteri (Pertahanan) mengindikasikan bahwa pihak Departemen Pertahanan AS memprioritaskan langkah-langkah untuk memastikan biaya (F-35) tetap seperti rencana semula," tutur seorang pejabat Pentagon yang tidak bersedia disebut namanya.

Sebelumnya, Italia telah memangkas jumlah pesanan pesawat tersebut dari semula 131 unit menjadi hanya 90 unit sebagai bagian dari pemotongan anggaran pertahanan negara yang sedang dilanda krisis keuangan tersebut. Langkah Italia itu menggarisbawahi kekhawatiran negara-negara mitra Joint Strike Fighter yang terus mengalami berbagai kendala teknis, penundaan produksi, dan pembengkakan biaya pembuatan.

Juru bicara Pentagon, George Little, menambahkan, Panetta juga memaparkan kemajuan pengembangan F-35B, yakni varian F-35 yang dirancang khusus untuk bisa mendarat secara vertikal dan tinggal landas dari landasan pendek (STOVL). Varian tersebut sempat dimasukkan ke "masa percobaan" dan terancam tak jadi diproduksi karena menemui masalah teknis yang lebih banyak dibandingkan dengan dua varian lain, yakni F-35A dan C.

"Versi STOVL baru-baru ini sudah keluar dari masa percobaan setelah berhasil mengatasi ketertinggalan dengan dua varian lainnya," tutur Little.

Varian F-35B adalah tipe pesawat yang diminati Italia untuk menggantikan armada pesawat Harrier guna dioperasikan di kapal induk terbaru negara itu.

Selain membicarakan F-35, kedua menteri juga membahas sejumlah isu, mulai dari rencana KTT NATO di Chicago, 20-21 Mei, Arab Spring, dan peranan Italia dalam pasukan multinasional di Afganistan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan