Rabu, 5 Oktober 2011

ANTARA - Mancanegara

ANTARA - Mancanegara


Menlu AS: DK PBB gagal soal Suriah

Posted: 05 Oct 2011 06:25 PM PDT

Hillary CLinton. (FOTO ANTARA/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)

Berita Terkait

Video

Santo Domingo (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan pada Rabu bahwa Dewan Keamanan PBB gagal atas tanggung jawabnya untuk tidak meloloskan resolusi tentang Suriah.

Dia juga mengatakan bahwa Rusia dan China harus menjelaskan veto mereka kepada rakyat Suriah, lapor Reuters.

"Kami percaya bahwa Dewan Keamanan gagal untuk melaksanakan tanggung jawabnya kemarin," kata Ny. Clinton dalam konferensi pers di Republik Dominika, tempat dia melakukan kunjungan resmi.

"Negara-negara yang memilih untuk memveto resolusi hendaknya memberikan penjelasan mereka kepada orang-orang Suriah," kata Ny. Clinton menambahkan.

Rusia dan China Selasa bergabung untuk memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang dirancang Eropa dan memberikan isyarat bahwa negara itu (Suriah) dapat menghadapi sanksi jika mereka meneruskan tindakan kerasnya pada para pemrotes.

Resolusi itu mendapat sembilan suara mendukung dan empat abstein dari Brazil, India, Libanon dan Afrika Selatan. Hanya Rusia dan China yang menyampaikan suara menentang resolusi yang dirancang oleh Prancis bekerja sama dengan Inggris, Jerman dan Portugal itu.

Amerika Serikat menyampaikan "kemarahan" atas kegagalan Dewan Keamanan PBB, untuk mensahkan resolusi mengenai Suriah itu, dan duta besarnya meninggalkan ruang pertemuan sebagai protes terhadap pidato oleh utusan Suriah.

Duta Besar AS Susan Rice menuntut "sanksi tertuju dan keras" dari masyarakat internasional terhadap Presiden Suriah Bashar Al-Assad sehubungan dengan "penindasan" mematikannya terhadap para penentangnya.

Rice memimpin aksi meninggalkan ruang pertemuan saat duta besar Suriah melontarkan semburan kata-kata yang mengecam negara Barat dalam pidato di Dewan Keamanan beranggotakan 15 negara tersebut, lapor AFP.

Duta Besar Inggris Mark Lyall Grant juga meninggalkan ruang pertemuan sebagai protes.

China mengatakan resolusi Dewan Keamanan PBB yang divetonya, mengancam akan melakukan tindakan terhadap Suriah atas perlakuan kerasnya pada para pemrotes, itu merupakan tekanan "membabibuta" terhadap negara tersebut dan tidak akan membantu memecahkan masalah.

Pernyataan itu diungkapkan setelah Rusia dan China menghambat resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan dilakukan "tindakan-tindakan yang ditargetkan" jika Presiden Suriah Bashar Al-Assad meneruskan tindakan kerasnya, yang menurut PBB telah menewaskan 2.700 orang.

"Beberapa negara mengajukan satu rancangan resolusi untuk memberlakukan tekanan yang membabibuta dan mengancam sanksi-sanksi terhadap Suriah. Ini tidak akan membantu meredakan situasi," kata juru bicara kementerian luar negeri China Ma Zhaoxu dalam satu pernyataan.

Veto itu membuat marah negara-negara Eropa yang mengusulkan resolusi itu, dan Amerika Serikat mengatakan Dewan Keamanan "gagal total menangani satu tantangan moral yang mendesak". (AK)

Editor: B Kunto Wibisono

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Pakistan periksa janda dan puteri Osama bin Laden

Posted: 05 Oct 2011 06:04 PM PDT

Islamabad (ANTARA News) - Sebuah komisi Pakistan yang sedang menyelidiki bagaimana Osama bin Laden tinggal tanpa diketahui selama bertahun-tahun di negara itu telah mewawancarai janda-janda dan puteri-puteri pemimpin al Qaida itu untuk pertama kalinya, kata komisi tersebut, Rabu.

"Wawancara yang mendalam" dengan tiga janda dan dua puteri bin Laden itu terjadi Selasa, kata komisi tersebut dalam sebuah pernyataan singkat.

Para pejabat menolak untuk memberikan keterangan yang lebih terperinci.

Pakistan telah menahan tiga janda Osama bin Laden, dua warga Arab Saudi dan satu orang Yaman, serta sekitar 10 anak mereka, setelah pasukan khusus AS Navy SEAL membunuhnya dan kabur dengan jenasahnya dari kota militer Abbottabad pada 2 Mei lalu.

Insiden di Abbottabad itu telah mencemplungkan hubungan AS-Pakistan ke dalam krisis.

Upaya awal untuk memulangkan para wanita dan anak-anak itu kandas ketika komisi tersebut pada Juli memerintahkan mereka untuk tetap di Pakistan hingga pemberitahuan lebih lanjut, yang mengindikasikan bahwa komisi itu ingin memeriksa mereka berkaitan dengan penyelidikan tersebut.

Komisi itu juga telah mewawancarai kepala badan intelijen militer Pakistan ISI, Ahmad Shuja Pasha, Rabu, dan akan menanyainya lagi Kamis, katanya.

Tanya-jawab dengan seorang kepala ISI yang masih menjabat oleh sebuah panel sipil adalah sangat jarang terjadi di negara itu, tempat intelijen militer ditakuti dan sekaligus dihormati serta tempat kekuasaan militer melebihi kekuasaan pemimpin sipil.

Penemuan bahwa bin Laden telah tinggal di Abbottabad, tampaknya selama lima tahun, dan serangan sepihak Amerika telah dilukiskan oleh para pengkritik di Pakistan sebagai bencana terburuk militer sejak Bangladesh memisahkan diri dari negara itu pada 1971.

Pada Selasa, anggota-anggota komisi itu telah mewawancarai dr Shakil Afridi, seorang ahli bedah pemerintah yang ditanya mengenai kampanye vaksinasi gratis yang menurut laporan dia lancarkan pada Maret-April di lingkungan tempat tinggal bin Laden.

Beberapa pejabat keamanan di wilayah itu yakin dokter tersebut mungkin tahu mengenai kehadiran bin Laden dan membagi informasi dengan agen-agen intelijen AS.

Komisi itu, yang pemerintah bentuk di bawah tekanan dari oposisi politik di tengah kecaman atas penyelidikan militer internal sebagai tidak akan obyektif, memiliki kekuasaan untuk memanggil para pejabat militer dan sipil.

Komisi itu, yang dipimpin oleh hakim Javed Iqbal, beranggotakan antara lain Abbas Khan, seorang bekas komandan polisi, Ashraf Jehangir Qazi, mantan diplomat PBB dan jendral purnawirawan Nadeem Ahmed, yang dulu kepala atoritas bencana nasional.

Komisi itu mengatakan mereka ditugasi untuk menyelidiki "fakta sepenuhnya" mengenai kehadiran bin Laden di Pakistan, keadaan sekitar serangan Amerika yang menewaskannya dan kehilangan "jika ada" pejabat Pakistan. (S008/AK)

Editor: B Kunto Wibisono

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan