Selasa, 12 Julai 2011

Sindikasi welcomepage.okezone.com

Sindikasi welcomepage.okezone.com


Larangan Film Impor Pengaruhi Pendapatan Kota Depok

Posted: 12 Jul 2011 01:34 AM PDT

DEPOK - Larangan pemutaran film impor di Indonesia ternyata berpengaruh hingga tingkat kota. Hal itu berpengaruh cukup signifikan terhadap penghasilan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Depok, Jawa Barat.

Selama ini pajak hiburan yang diperoleh oleh Pemerintah Kota selalu diatas 1,5 miliar per tahun. Namun sejak diberlakukannya kebijakan larangan film impor, jumlah pajak hiburan menurun pada semester pertama tahun ini.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset Dodi Setiadi mengatakan pada semester pertama tahun lalu, pajak hiburan yang diperoleh sudah mencapai 70 persen. Namun tahun ini, kata dia, pada semester pertama, pajak hiburan yang didapat hanya di bawah 50 persen.

"Betul ada pengurangan pendapatan pajak hiburan, hal itu akibat pengaruh larangan film impor kini Bioskop 21 di Depok tidak putar lagi film impor, sementara pengunjung film Indonesia peminatnya tidak terlalu besar," jelasnya di Balai Kota Depok, Selasa (12/07/11).

Biasanya, lanjut Dodi, pajak hiburan akan meningkat apabila tengah diputar film-film box office di bioskop. Namun pihaknya tak bisa berbuat apa-apa, karena hal ini merupakan kebijakan pemerintah pusat. "Hal-hal ini yang tidak bisa pemkot tanggulangi, ini terkait dengan kebijakan pusat," tandasnya.

Pajak hiburan yang diperoleh pemerintah kota setiap tahun biasa diperoleh dari pajak restoran, karaoke, hingga bioskop. Sedikitnya terdapat tiga bioskop 21 di Depok yang tidak memutar film impor, sedangkan satu bioskop platinum masih memutar film impor.
(wdi)

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Kasus Prita Potret Buruk Pemberdayaan Konsumen

Posted: 12 Jul 2011 01:32 AM PDT

JAKARTA- Prita Mulyasari kembali menjadi sorotan pasca Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) tertanggal 30 Juni 2011. Prita pun terancam hukuman penjara 6 bulan, dengan masa percobaan setahun.

Sebagai konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Seharusnya Prita wajar untuk mengajukan keluhan. Prita "bukan tanpa hak" untuk menyampaikan keluhannya.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mempertanyakan apakah pernyataan keluh kesah Prita pada jejaring sosial di internet, termasuk dalam kategori penghinaan dan atau pencemaran nama baik atau justru sebuah keluhan?

Anggota BPKN Gunarto mengutarakan putusan kasasi Mahkamah Agung atas perkara pencemaran nama baik yang dituduhkan kepada Prita Mulyasari, pasien RS Omni Internasional Tangerang terasa janggal.

Mengingat sebelumnya untuk kasus perdata-nya, MA memenangkan Prita Mulyasari dari RS Omni Internasional sehingga Prita bebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional. "Secara teoritis jika telah dinyatakan bebas dari tuntutan perdata berarti Prita tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis," kata Gunarto dalam keterangannya, Selasa (12/7/2011).

Menurut Gunarto, keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas layanan rumah sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen, dijamin oleh undang-undang. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang berlaku sejak 20 April 2000.

Konsumen memiliki sejumlah hak yang dijamin oleh UU tersebut antara lain hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

"BPKN mempertanyakan hal ini karena pada dasarnya keluhan Prita tersebut "bukan tanpa hak", disamping itu yang disampaikan juga bukan sesuatu yang bersifat fitnah. Prita Mulyasari benar-benar konsumen yang merasakan ketidakpuasan atas pelayanan konsumen," tegas Gunarto.

Hakim Agung, lanjut Gunarto, mestinya dalam memutuskan perkara tidak hanya melihat dari satu undang-undang saja namun juga melihat dari undang-undang lain, terkait dalam hal ini adalah UU N0. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BPKN beranggapan Prita Mulyasari merupakan sosok yang sadar untuk menggunakan haknya sebagai konsumen. Oleh karena itu sungguh sangat ironis jika seorang konsumen yang menyuarakan haknya justru dihukum dan dianggap melanggar hukum.

"Vonis yang demikian akan membuat konsumen lainnya takut untuk  menyuarakan keluhannya yang pada akhirnya akan selalu menjadi obyek semena-mena pelaku usaha produk barang atau jasa. Ini merupakan langkah mundur dalam upaya pemberdayaan konsumen," katanya.

Putusan yang kurang berpihak pada keadilan seperti itu tidak bisa diterima, dan oleh karena itu diharapkan Prita Mulyasari menggunakan haknya untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). 
(ugo)

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan