Rabu, 22 Mei 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Mau Ditahan Kejagung, Tersangka Korupsi Bank Jabar Pingsan

Posted: 22 May 2013 06:00 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi Bank Jabar Banten (BJB), Rabu (22/5/2013). Satu tersangka lain belum ditahan karena pingsan saat dijemput jaksa.

"Adapun tersangka Elda D Adiningrat ketika akan dilakukan penahanan pingsan sehingga dibawa ke RS Pertamina untuk dilakukan perawatan," tulis Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi melalui pesan singkat, Rabu (22/5/2013) malam. Elda adalah Komisaris PT Radina Niaga Mulia.

Dua tersangka yang sudah ditahan adalah Manajer Komersial Bank Jabar Banten Cabang Jatim Sudewa Dulah dan Direktur Komersial PT E Farm, Deni Pasha Satari. Mereka ditempatkan di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan.

Kasus ini berawal saat Bank BJB Cabang Surabaya menyalurkan kredit senilai Rp 55 miliar ke PT Cipta Inti Permindo (CIP) untuk pengadaan bahan baku pakan ikan. Dalam proyek ini, PT CIP bekerja sama dengan PT E Farm Bisnis Indonesia yang merupakan anak usaha PT Sang Hyang Seri (Persero).

PT CIP juga bekerja sama dengan sejumlah vendor, antara lain PT Radina Niaga Mulia, CV Nirwana Indah, dan PT Dana Simba. Sesuai mekanismenya, kredit dari Bank BJB dicairkan langsung ke perusahaan vendor. Namun, uang tersebut ternyata tidak dibelikan bahan baku pakan ikan, tetapi disetorkan kepada YS selaku Direktur PT CIP.

Penyidik menduga proyek pengadaan bahan baku pakan ikan ini merupakan proyek fiktif. Penyidik kemudian menemukan aliran uang dari YS kepada PT Cipta Terang Abadi.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga tengah menelusuri aliran dana terkait dugaan kasus pencucian uang dalam kasus ini. Penyidik telah menetapkan lima tersangka terkait kasus pakan ikan ini.

Lima tersangka itu adalah Direktur PT Cipta Inti Permindo (CIP) berinisial YS, Direktur Komersial PT E Farm Bisnis Indonesia berinisial DPS, karyawan PT Sang Hyang Seri/mantan Direktur Utama PT E Farm Bisnis Indonesia berinisial DY, Manajer Komersial Bank BJB Cabang Surabaya berinisial ESD, dan Komisaris PT Radina Niaga Mulia, Elda Devianne Adiningrat.

Tersangka dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencucian Uang. Kejagung juga pernah memeriksa Direktur Utama BJB Bien Subiantoro sebagai saksi kasus ini pada Senin (8/4/2013).

Editor :

Palupi Annisa Auliani

Lebih dari 5.000 Orang Tolak Penghargaan untuk Presiden SBY

Posted: 22 May 2013 04:41 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga Rabu (22/5/2013) sore, sudah 5.514 orang yang menandatangani petisi untuk menolak rencana pemberian penghargaan World Statesman dari The Appeal of Conscience Foundation di New York, Amerika Serikat, untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya, selama masa kepemimpinan Yudhoyono justru marak tindakan intoleransi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Petisi digalang lewat www.change.org/natoSBY.

Direktur Komunikasi Change.org, Arief Aziz, di Jakarta, Rabu (22/5/2013), mengungkapkan, hingga sekitar pukul 15.30 WIB, jumlah penanda tangan petisi menolak penghargaan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencapai 5.514 orang. Jumlah itu akan terus bertambah.

Penanda tangan berasal dari berbagai kalangan, seperti para pegiat hak asasi manusia (HAM), tokoh agama, pegiat kebebasan beragama, aktivis demokrasi, dan aktivis pluralisme. Mereka antara lain pegiat HAM, Andreas Harsono; Koordinator Kontras, Haris Azhar; Benny Susetyo; aktivis pluralisme, Alissa Wahid; dan pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF), Karlina Supeli.

"Untuk memperluas dukungan, kami juga merencanakan pertemuan bersama dan jumpa pers," kata Arief Aziz.

The Appeal of Conscience Foundation (TACF) di New York berencana memberikan World Statesman Award untuk Presiden SBY pada akhir Mei ini. Penghargaan selama ini dianugerahkan kepada sejumlah pemimpin dunia yang dinilai mempromosikan toleransi, perdamaian, dan resolusi konflik. Namun, rencana itu diprotes banyak kalangan di Indonesia. SBY dinilai belum layak menerima penghargaan itu.

Sebagai presiden dan kepala negara, Yudhoyono dianggap tidak berbuat banyak untuk mencegah dan menindak para pelaku kekerasan dalam berbagai kasus intoleransi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan justru diabaikan.

Inisiator petisi www.change.org/natoSBY, Imam Shofwan, mengungkapkan bahwa petisi akan terus digalang hingga mencapai 10.000 penanda tangan. Selain menolak penghargaan untuk SBY, petisi merupakan bentuk dukungan dan kepedulian masyarakat terhadap kelompok-kelompok minoritas yang dizalimi selama kepemimpinan Yudhoyono.

Menurut Imam, sejak SBY menjadi Presiden RI pada akhir 2004, terjadi peningkatan infrastruktur hukum yang memperlakukan minoritas agama sebagai warga negara kelas dua. Hal itu dialami kelompok minoritas Muslim, seperti Jemaah Ahmadiyah dan Syiah, ataupun minoritas non-Muslim, seperti Bahai, Kristen, dan agama-agama tradisional.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan