Isnin, 8 April 2013

Republika Online

Republika Online


Remaja Seperti Ini yang Rentan Jadi Korban Kejahatan

Posted: 08 Apr 2013 11:29 PM PDT

Selasa, 09 April 2013, 13:29 WIB

THINK STOCK

Remaja Putri dengan ponsel. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku kejahatan menjadikan remaja yang memamerkan identitas baru di dunia maya menjadi mangsanya.

"Dengan identitas palsu, pelaku kejahatan pun menggaet sang remaja," kata Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Devie Rahmawati saat berbincang dengan ROL, Selasa (9/4).

Devie mencontohkan, remaja yang di sekolahnya hanya anak biasa-biasa saja, tidak cerdas dan tidak menonjol dalam ekskul, tidak memiliki teman dekat atau kekasih dan berasal dari kalangan biasa saja, berpeluang menjadi remaja hebat di dunia maya.

"Dunia maya bisa mengubah remaja menjadi merasa hebat," ujar Devie menjelaskan.

Sebaliknya, kata Devie, remaja-remaja yang sudah hebat di dunia nyata, biasanya juga akan semakin eksis di dunia maya. Mereka mungkin akan jauh lebih selektif untuk berkawan.

"Walau tidak menutup kemungkinan mereka terjebak juga dalam rayuan pelaku kejahatan," sebut Devie.

Dikatakan Devie, praktik kejahatan, seperti pemerkosaan dan penipuan yang sudah lama terjadi. "Dan dunia maya cuma jadi alat dan modus baru saja," kata Devie mengakhiri.

Reporter : Wahyu Syahputra
Redaktur : Karta Raharja Ucu

Harta itu lezat dan manis, siapa yang menerimanya dengan hati bersih, ia akan mendapat berkah dari hartanya tersebut(HR Muslim)

  Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.

Konflik Agama Myanmar Berawal dari Ekonomi

Posted: 08 Apr 2013 11:26 PM PDT

Muslims remove debris from a destroyed mosque in Gyobingauk, Bago Region, about 125 miles from Yangon, Myanmar, Thursday, March 28, 2013. (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, Dua bulan lalu di Minhla. Kota yang ditempati seratus ribu orang itu, duaribu umat Buddha berdesakan di Pusat Kota,  26-27 Februari lalu.

Mereka hendak mendengar wejangan Wimalar Biwuntha, kepala biara dari Mon. Dia menjelaskan, bagaimana biksu di wilayahnya mulai menggunakan boikot kepada perusahaan bus orang muslim. 

Setelah pidato tersebut, suasana di Minhla menjadi gila. Seorang pemilik toko teh muslim bernama Tun Tun (26 tahun) menyaksikan, bagaimana muslim dicemooh. 

Sebulan kemudian, sekitar 800 umat Buddha bersenjata dengan pipa metal dan palu menghancurkan tiga masjid dan 17 rumah muslim juga tempat usaha. Menurut polisi, tidak ada yang terbunuh. Akan tetapi, dua pertiga dari muslim di Minhla melarikan diri dan belum kembali.

"Sejak pidato itu, warga di desa kami menjadi lebih agresif. Mereka bersumpah melawan kami hingga kami kehilangan konsumen,"ucap Tun Tun. Toko Tun Tun pun  hampir hancur akibat serangan warga pada 27 Maret lalu. Seorang penyerang bahkan membawa gergaji.

Tun Tun hanya satu dari korban kecemburuan sosial di Myanmar. Laporan Reuters menunjukkan, konflik antar umat beragama terbesar di asia tenggara itu juga disebabkan oleh faktor ekonomi.

Di salah satu negara termiskin di Asia, kaum Muslim Meikhtila dan bagian lain dari pusat Myanmar umumnya lebih makmur daripada tetangga Buddha mereka. Total populasi kaum muslim Myanmar mencapai 5 persen. Di Meikhtila, mereka berjumlah sepertiga dari populasi.

Mereka memiliki real estate, toko elektronik, toko-toko pakaian, restoran dan dealer sepeda motor. Penghasilan mencolok lebih dari kota mayoritas Buddha, yang bekerja keras sebagian besar sebagai buruh dan pedagang kaki lima.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan