Khamis, 7 Mac 2013

Republika Online

Republika Online


In Picture: Budapest, Parisnya Eropa Tengah dan Timur

Posted: 07 Mar 2013 06:05 PM PST

Siapa yang tak kenal Hungarian Goulash, paprika, Attila the Hun, Sungai Danube? Semuanya bisa Anda temukan di Budapest. Kota yang mendapat julukan Parisnya Eropa Timur ini, menyimpan sejuta pesona yang tak habis memanjakan mata pelancong.

***


Dalam lawatan kenegaraannya baru-baru ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyempatkan dirimampir ke negara nirpantai anggota Schengen Treaty yang berada di tengah-tengah benua Eropa ini.

Letak Hungaria berbatasan dengan Austria disebelah barat, Slovakia di bagian utara, Romania dan Ukraina di timur, serta Croatia dan Serbia di sebelah selatan dan mempunyai iklim continental lembap di mana terdapat perbedaan suhu yang mencolok antara hangat dan panas menyengat (dan lembap) dimusim panas dengan suhu yang sangat dingin dimusim dingin.

Berbagai maskapai penerbangan internasional melayani rute Jakarta-Budapest seperti Qatar Airways, Turkish Air, Lufhansa, KLM, dan lain-lain. Budapest pun bisa ditempuh melalui jalur darat baik dengan kereta api maupun bis dari negara-negara Eropa lainnya.

Bagi pencinta karya-karya komponis besar Johann Strauss II, tentu kita tidak asing lagi dengan  komposisi berirama waltz yang berjudul An der schönen blauen Donau (Blue Danube) yang sangat terkenal itu dan acapkali dianggap sebagai lagu kebangsaan tidak resminya Austria. Akan tetapi tahukah Anda bahwa Budapest yang dibelah oleh Sungai Danube menjadi Buda dan Pest ini merupakan satu-satunya kota di Eropa di mana kedua tepi sungai Danube itu berada?

Buda merupakan tempat bermuaranya tepi barat sungai Danube, sedangkan Óbuda yang merupakan bagian dari Pest merupakan muara tepi timur dari sungai Danube. Buda dan Pest sendiri dihubungkan dengan 9 buah jembatan yang mempunyai nama dan keunikan masing-masing. Namun jembatan yang utama dan terkenal itu adalah Chain bridge (Lance híd dalam bahasa setempat). Untuk membedakan Buda dan Pest sangat mudah, karena Buda mempunyai lanskap berbukit-bukit dan banyak daerah perumahan sedangkan Pest lebih datar dan merupakan pusat perkantoran, perbelanjaan serta pusat kota (centrum).
 
Orang bilang Budapest itu gerbang masuk ke Eropa Timur. Namun jangan kaget dan merasa tersesat di planet lain saat pertama kali menjejakkan kaki di kota cantik yang sudah ada ketika suku bangsa Hun datang pada abad ke-9 silam, sebab tidak banyak orang lokal yang bisa berbahasa Inggris, sementara papan-papan jadwal transportasi umum pun hanya dilengkapi dengan bahasa Hungaria dan Jerman saja.

Maklum saja dalam masa Perang Dunia I dan II, Hungaria bersekutu dengan Jerman, dan pada era perang dingin, negara ini merupakan bagian dari Blok Timur, jadinya Bahasa Inggris baru menjadi bahasa asing wajib di sekolah ketika gerakan demokrasi masuk di tahun 1989/1990.  Akibatnya, banyak turis asing kerap mengajukan pertanyaan 'Do you speak English?' sebelum menanyakan sesuatu.

Namun perasaan terasing akan sedikit hilang karena tata-krama orang Hungaria yang selalu memberi salam sebelum memulai percakapan, seperti selamat pagi (jó reggelt kivánok), selamat siang (jó napot kivánok), dan seterusnya, seakan mengingatkan kita akan tata-krama bangsa kita sendiri.

Hal lain yang membuat kita tidak terlalu merasa terasing adalah cita rasa masakan setempat yang 'sangat pedas menurut lidah Eropa' karena selalu ditambah paprika. Saking terkenalnya paprika, tak heran jika kita dapat menemukan beraneka bentuk paprika yang dijadikan cendera mata.

Berbagai restoran, terutama di daerah turis menyajikan menu andalan Hungarian goulash (gulyás) yang sangat terkenal itu. Namun, jangan lewatkan sop ikan mereka, halászle, atau penganan ringan palacsinta (pancake dengan aneka isi) dan lángos (roti goreng datar yang dicelupkan dalam minyak mendidih dan bisa dimakan begitu saja atau diolesi dengan bawang putih, keju, dan lain-lain.

Harga makanan relatif murah dan hampir sama dengan memasak sendiri. Sebenarnya ada satu restoran/kafe Indonesia di kota ini, Kafe Yogya, namun sayangnya sang pemilik yang orang Yogya itu memutuskan untuk menutup kafenya per 1 Januari 2013 lalu.

Obyek Wisata

Sebagai kota yang banyak didatangi para pelancong, Budapest menawarkan berbagai macam obyek wisata. Beberapa obyek wisata yang menjadi sasaran para para turis adalah sebagai berikut:

Castle District di Buda, tempat bersejarah all-in-one

Wilayah Castle District yang berada di perbukitan ini dulunya memang merupakan areal kastil kerajaan, dengan jalan berkelok-kelok mengikuti lekuk bebukitan dan sarat dengan bangunan historis. Sekarang tempat ini juga dilengkapi dengan kafe-kafe kecil dan tentu saja restoran-restoran yang menyajikan berbagai pilihan kuliner yang memuaskan selera para pelancong.

Cara terbaik naik ke bukit ini adalah melalui fenikular dari Clark Ádám tér dengan jalur setinggi 100 meter atau dengan menaiki bis nomor 16 dari Széll Kálmán tér.

Di sini juga terdapat Gereja Mátyás (Mátyás-templom) dengan konstruksi bangunannya yang unik, aslinya dibangun dengan gaya roman pada tahun 1015, namun pada abad ke-14 direkonstruksi ulang bergaya gothik dengan atap berwarna-warni yang sungguh menarik perhatian. Di sini setiap malam diselenggarakan pertunjukan musik klasik dan selalu penuh oleh wisatawan. Tak heran, jika antrean panjang pecinta musik klasik akan terlihat sepanjang musim panas.

Berjalan kaki sedikit ke belakang gereja, kita akan menemui Fishermen's Bastion. Pemandangan sungai Danube dengan Chain Bridge dari sini sungguh memesona, seolah menjadi bingkai cantik untuk Gedung Parlemen yang berada di sisi Pest. Untuk mendapatkan hasil foto yang dramatis, sesi pemotretan sebaiknya dilakukan pada malam hari ketika kota Budapest sudah bermandikan cahaya lampu.   

Seorang sutradara film muda asal Belgia, Jeroen Sebrecht, yang sudah bermukim di sini selama dua tahun menyatakan ketidakbosanannya akan Castle District ini. Setiap kali membuat klip video komersial dengan latar belakang Budapest, dia pasti harus mengambil gambar di sini. 

Masih di wilayah ini, kita bisa melihat Sándor-palota (istana) yang merupakan kediaman resmi Presiden Hungaria yang bergaya neo-klasik. Juga terdapat kastil dengan istana bergaya barok yang dulunya merupakan tempat kediaman raja-raja Habsburg ketika mereka berkunjung ke Hungaria, yang kemudian menjadi kediaman Gubernur Horthy (1920-1944) dan sekarang menjadi Galeri Nasional (Nemzeti Galéria) dan Perpustakaan Nasional (Széchenyi-könyvtár) yang memuat risalah sejarah Hungaria pada masa pendudukan Turki (1541-1686).

Gedung Parlemen Hungaria

Merupakan gedung parlemen kedua terbesar di Eropa setelah House of Parliament di London. Sejak tahun 2000 Magyar Szent Korona atau mahkota suci milik raja-raja Hungaria disimpan di sini. Lokasinya terletak di hadapan sungai Danube di sisi Pest.


Hások Tér (Heroes' Square)

Berada di sisi Pest dan merupakan simbol dari negara yang berusia 1000 tahun dan dulunya berbentuk Kerajaan Hungaria Raya. Di lapangan ini berdiri patung-patung dari para raja yang pernah memerintah Hungaria dan tentu saja menjadi salah satu tempat berfoto bagi para turis.

Di sekitar sini juga terdapat Museum of Fine Arts dan mucsarnok (tempat pameran bagi seni kontemporer Hungaria), Vajdahunyad vára yang merupakan rekonstruksi dari bangunan-bangunan kuno Hungaria yang terkenal. Lelah berjalan-jalan, pelancong bisa berleha-leha sejenak di Taman Kota (Városliget) disekitar sini, yang penuh dengan pohon-pohon tinggi dan kicauan burung serta arena bermain anak-anak dan peralatan fitness bagi orang dewasa yang disediakan secara gratis.

Heroes' Square berada di akhir Andrássy Gt (Jalan Andrassy), yang terkenal dengan deretan butik-butik merek ternama dunia, juga terdapat Terror House yang memamerkan kekejaman rezim fasis dan diktator Hungaria pada abad ke-20. Tempat ini juga menjadi semacam memorial bagi para korban dari rezim ini yang ditahan, diinterogasi, diteror dan dibunuh.


Kolam-kolam pemandian ala Turki

Bagi pecinta pemandian ala Turki, maka Budapest adalah surganya. Jangan lupa membawa bikini atau baju renang bila ini berendam di kolam-kolam mineral yang menjadi salah satu daya tarik kota ini.  Sebut saja Rudas fürdo (dulunya bernama Török fürdo), Gellért fürdo, Széchenyi fürdo (lokasinya tak jauh dari taman kota dan Heroes' Square), dan di Pulau Margit (Margit-sziget) terdapat Hajós Alfréd sportuszoda dan Palatinus.


Nagyvásárcsarnok atau Central Market

Bagian bawah bangunan kuno dan cantik ini lebih merupakan pasar tradisional yang bersih dan tertata rapi. Para pedagang sayuran, buah-buahan menempati sisi kiri dan kanan bangunan, sementara di tengah berisi tempat daging dan ungas. Lantai atas merupakan tempat berburu suvenir dengan harga yang boleh ditawar. Rata-rata penjual memberikan potongan harga antara 10-20 persen apabila kita membeli lebih dari satu barang.

Transportasi Umum yang Dapat Diandalkan

Meskipun moda transportasinya yang berupa bis, trem dan metro rata-rata sudah tua seperti peninggalan jaman perang, tapi soal layanannya, kita layak mengacungkan jempol. Apalagi jaringan metro bawah tanah mereka merupakan ketiga tertua di dunia, menjadikan kota ini sangat nyaman untuk dijelajahi selama 24 jam!

Harga tiket untuk moda transportasi umum pun relatif murah dibanding dengan negara Eropa lainnya. Tiket sekali jalan (berlaku untuk bis, metro atau pun trem) adalah 320 ft (1 forint = Rp. 43), sedangkan tiket terusan dari bandara hingga dalam kota adalah 490 ft (berlaku untuk 2 kali berganti kendaraan umum).

Yang harus kita waspadai justru naik taksi, karena para supir taksi cenderung nakal, mirip dengan cerita-cerita tentang perilaku segelintir supir taksi di Jakarta, apalagi kalau mereka tahu kita tidak bisa berbahasa Hungaria.

Ditulis oleh: Dvi Shifa
Traveller, penerjemah dan penulis lepas
Bermukim di Budapest, Hungaria

Masih Doyan Gaya Celana Melorot? Sebaliknya Pikir Ulang

Posted: 07 Mar 2013 07:33 AM PST

REPUBLIKA.CO.ID,  Sebagian orang menganggap canggih cara berpakaian dengan memelorotkan celana sepinggang, terutama kaum muda. Bila Anda termasuk salah satunya ada baiknya mempertimbangkan gaya ini. Lagi pula cara itu tak menjamin membuat orang kagum meski yang sedang dipakai adalah celana dalam merek Versace sekali pun.

Waktunya untuk memiliki pengetahuan. Gaya ini disebut sagging, penganutnya adalah sagger, yakni cara berpakaian mengenakan celana, baik jins, baggy atau tiga perempat, di bawah panggul. Alhasil, cara ini memberi porsi besar bagi celana dalam untuk 'tampil' ke publik

Tren ini berlaku untuk kaum lelaki. Wanita yang mengenakan celana jins rendah hingga ke panggul dan juga memamerkan celana dalamnya tidak disebut sebagai sagger.

Ini bemula dari penjara di kawasan Amerika Utara. Menurut Greg Mathis, seorang Hakim Distrik ke-36 di negara bagian Michigan, gaya berpakaian itu muncul ketika penghuni penjara AS dilarang mengenakan sabuk pada 1970-an. Sabuk berpotensi digunakan sebagai senjata atau alat gantung diri.

Mathis juga menuturkan sagging memiliki konotasi seksual. "Mereka yang menarik celana hingga melorot dan memamerkan celana dalam, bahkan hingga terlihat pantatnya, berarti membuat 'undangan'," ungkapnya kepada majalah Jet. Undangan ini maksudnya jelas, berhubungan seksual dengan sesama penghuni penjara, yang notabene sesama jenis.

Para napi yang telah dibebaskan dari penjara masih mengenakan cara berpakaian itu untuk berkomunikasi dengan satu sama lain, juga sebagai tanda agar tidak diserang oleh sesama mantan napi saat di luar nanti.

Gaya berpakaian ini kemudian dipopulerkan oleh artis hip-hop pada 1990-an. Sebagian dari artis hip-hop kebetulan juga mantan penghuni penjara, tak heran jika mereka membawa gaya pakaian itu ikut serta setelah keluar.

Sejak saat itu, sagging menjadi fesyen untuk simbol kebebasan dan kesadaran 'berbudaya' di kalangan pemuda atau simbol penolakan terhadap masyarakat arus besar. Kadang, remaja mengenakan cara berpakaian ini untuk menunjukkan protes terhadap pemerintah atau otoritas.

Ironinya gaya berpakaian ini diadopsi pula oleh merek-merek ternama. Begitu menjadi tren mode, budaya ini sampai pula ke Indonesia. Sebagian anak muda di Indonesia terlihat percaya diri dengan gaya berpakaian macam ini.

Tentu saja, apakah gaya berpakaian hanya semata-mata dianggap fesyen tanpa memedulikan latar sosial antropologi dibaliknya, itu keputusan orang per orang. Meski perlu diingat, salah satu cara menghormati diri adalah lewat cara berpakaian.

Kalau toh sebagai protes kepada otoritas, apakah pesan akan tersampaikan ketika menggunakan celana melorot hingga memamerkan celana dalam?

Tiada ulasan:

Catat Ulasan