Isnin, 7 Januari 2013

Republika Online

Republika Online


UI Kampus Terhijau ke-25 Sedunia

Posted: 07 Jan 2013 10:47 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Universitas Indonesia (UI) menempati peringkat ke-25 sebagai kampus terhijau di dunia.

"Penilaian ini berdasarkan UI GreenMetric ranking of World Universities," kata Wakil Rektor UI bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Muhammad Anis di Gedung Balairung Depok, Selasa (8/1).

Sementara rangking pertama sebagai kampus terhijau yaitu University of Connecticut, Amerika Serikat. Selanjutnya peringkat kedua yaitu University of Nottingham, Inggris, dan posisi ketiga ditempati University College Cork National University of Ireland, Irlandia.

Perguruan tinggi nasional yang berada di 30 besar lainnya, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menempati peringkat ke-27.

Anis mengatakan, UI GreenMetric ranking of World Universities 2012, diikuti 215 perguruan tinggi dari 49 negara. Jumlah tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya diikuti 178 perguruan tinggi.

Beberapa negara yang ikut serta adalah Cina, Fiji, Finlandia, Yunani, Hong Kong, Meksiko, Chile, Afrika Selatan, Palestina, Vietnam, Inggris, Amerika Serikat dan lainnya.

UI GreenMmetric World University Ranking merupakan lembaga pemeringkatan perguruan tinggi terbaik di dunia yang memiliki komitmen tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup kampus.

UI GreenMetric telah diterima sebagai anggota IREG Observatory (International Ranking Expert Group) secara resmi pada Konferensi IREG-6 bulan April 2012 di Taipei. IREG merupakan lembaga internasional yang berperan sebagai penjamin mutu lembaga pemeringkatan yang ada di dunia.

Pemeringkatan UI GreenMetric World University 2012 dilandasi tiga filosofi dasar yaitu enviroment, economic, dan Equity. Metodologi dan survei dilakukan oleh tim UI GreenMetric salah satunya dengan mengembangkan bobot indikator penilaian yang terdiri dari statistis kehijauan kampus (15 persen).

Selanjutnya pengelolaan sampah (18 persen), energi dan perubahan iklim (21 persen), penggunaan air (10 persen), tranportasi (18 persen), dan pendidikan (18 persen).

Pengusaha Takut Malaysia Rebut Pasar CPO

Posted: 07 Jan 2013 10:46 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengusaha sawit menargetkan ekspor sebesar 21 juta ton pada tahun 2013.

Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Susanto mengatakan, Indonesia manergetkan produksi sawit pada tahun ini mencapai 28 juta ton. Konsumsi dalam negeri, diperkirakan hanya 6,5-7 juta ton. Sisanya diekspor.

Target ekspor 2013, ujar Susanto, meningkat dibandingkan 2012 yang hanya 18,1 juta ton. Ekspor Indonesia 42 persen berupa Crude Palm Oil (CPO), sementara 58 persen sudah berupa turunannya. "Supaya pasar ekspor lancar, kami ingin didukung, bukan malah dilemahkan," ujarnya, Selasa (8/1).

Susanto menjelaskan pasar ekspor Indonesia bersaing ketat dengan Malaysia. Ia menyoroti kebijakan Malaysia yang menurunkan pajak ekspor. Per 1 Januari, Malaysia menerapkan pajak ekspor progresif 4,5 persen saat harga CPO 2.250-2.400 Ringgit (1 Ringgit setara 0,33 Dolar)  per metrik ton (MT). Pajak ekspor maksimal 8,8 persen untuk harga CPO di kisaran 3.450-3600 per MT.

Januari saja, ujar Susanto, pajak ekspor Indonesia masih 9 persen. Dengan perbedaan kebijakan bea keluar, di saat harga CPO di bawah 2250 Ringgit, bea keluar Malaysia sudah mencapai 0 persen, sementara Indonesia masih 5 persen.

Gapki melihat harga CPO di tiga bulan pertama tahun ini berada di kisaran 800-900 dolar. Selama bulan April-Juli diharapkan harga CPO bisa perlahan naik. Harga CPO masih tergantung perekonomian di Eropa dan cuaca.

Jika cuaca bagus, kata Susanto, akan cukup menekan harga CPO karena naiknya harga pesaing CPO seperti minyak jagung dan kedelai. Namun hingga akhir tahun, harga CPO diperkirakan masih di kisaran dibawah 1000 dolar per ton.

Susanto mengatakan, dengan besaran pajak ekspor yang berbeda, ia khawatir pasar Indonesia akan direbut oleh Malaysia. Ia mencontohkan pasar-pasar seperti di India akan direbut Malaysia. Padahal, pasar di Indonesia mencapai 5 hingga 5,7 juta ton.  "Kalau tidak diantisipasi akan dimakan Malaysia," katanya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan