Ahad, 20 Januari 2013

Republika Online

Republika Online


Kuota Perempuan di Negara Muslim untuk Perbaiki Citra Islam

Posted: 20 Jan 2013 11:07 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Pemenuhan kuota 30 persen untuk perempuan di parlemen negara Muslim bisa menjadi kampanye positif untuk Islam. Karena, secara langsung hal itu akan membantah stereotype yang berkembang di Barat. Yaitu bahwa perempuan Islam tertindas.

Meski pun begitu, memenuhi kuota untuk perempuan dirasakan masih sulit. Hambatan yang paling utama yaitu belum hadirnya perspektif keadilan gender pada anggota parlemen laki-laki dunia muslim.

"Perempuan juga dianggap hanya berperan dalam isu-isu pinggiran. Seperti kesehatan anak dan pemenuhan pendidikan. Padahal, perempuan juga mestinya didengarkan suaranya dalam isu-isu sentral," kata anggoa Komisi I DPR, Nurhayati Ali Assegaf di Khartoum, Sudan, Ahad (20/1).  

Nurhayati menyampaikan hal itu sebagai delegasi Indonesia untuk Komisi HAM dan Perempuan di Perkumpulan Parlemen Negara Anggota OKI (PUIC). Ia juga meminta agar parlemen seluruh negara muslim menyediakan alokasi 30 persen untuk perempuan.   

Wartawan Republika, Fitriyan Zamzami dari Khartoum melaporkan, isu sentral yang dimaksud Nurhayati misalnya perang dan damai. Saat peperangan, perempuan yang kerap jadi tulang punggung keluarga. Termasuk menjamin berlangsungnya kehidupan banyak orang saat para pria terlibat konflik. 

"Tapi waktu damai kami dilupakan," ujar Wakil Presiden Komite HAM dan Perempuan PUIC tersebut. 

Karenanya, ia merasa suara perempuan sangat perlu didengarkan dalam pembahasan isu-isu penting dunia Islam.

Menurutnya, perjuangan Indonesia mengangkat harkat perempuan dunia Islam di tingkat parlemen, telah menghasilkan perubahan signifikan.

Ia mengenang, saat pertama kali rencana komite perempuan dibentuk pada 2010, hanya Indonesia yang mengirimkan wakil perempuan. Usulan pembentukan komisi perempuan juga sempat dapat tentangan berbagai negara. 

Namun, komisi perempuan akhirnya terbentuk pada pertemuan PUIC di Palembang, tahun lalu. Dalam konferensi di Khartoum, 26 negara Islam mengirimkan anggota parlemen perempuan mereka.

Ditanya Pemindahan DKI, Mahfud Jawab Bukan Ahlinya

Posted: 20 Jan 2013 11:03 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tidak bisa menjawab persoalan yang dihadapi ibu kota belakangan ini. Padahal, sebelumnya, berdasarkan hasil survey LSI, dirinya termaksud calon presiden alternatif pada pemilihan presiden 2014.

Mahfud mengatakan, pihaknya tidak berkompeten dalam menjawab persoalan ibu kota. Pasalnya dia belum mempunyai referensi untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap pemindahan ibu kota sebagai solusi masalah yang ada, khususnya banjir saat ini.

Meski demikian, pria asli Madura ini mengungkapkan, tidak ada larangan mengenai pemindahan ibu kota."Bagi saya, ya boleh saja dipindah," kata Mahfud menjawab Republika, Senin (21/1).

Namun, bila ditanya dari segi sosial dan ekonominya, dia menyatakan, tidak punya analisis yang memadai. Karena itu, dia menyarakankan, agar masalah tersebut diserahkan pada orang ahli dalam bidangnya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan