Khamis, 3 Januari 2013

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Ini Penyebab Banyak Rekening Gendut di DPR

Posted: 03 Jan 2013 12:47 PM PST

Ini Penyebab Banyak Rekening Gendut di DPR

Penulis : Sabrina Asril | Jumat, 4 Januari 2013 | 03:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari melihat temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas 20 anggota Banggar yang melakukan transaksi mencurigakan terjadi karena masih terbukanya peluang negosiasi dalam pembahasan anggaran.

Temuan PPATK itu pun diharapkan bisa menutup peluang tersebut.

"Saya menganggap penting untuk pembenahan sistem penganggaran. Tutup ruang-ruang negosiasi dalam pengambilan keputusan alokasi anggaran," ujar Eva, Kamis (3/1/2013), saat dihubungi wartawan.

Eva mengatakan peluang negosiasi itu mundul karena pemerintah tidak memiliki database kebutuhan di semua sektor di masing-masing daerah.

"Ketiadaan database ini menyebabkan negosiasi politisi-politisi pada pihak pemerintah dan menyulut korupsi. Database situasi sekolah-sekolah enggak punya, maka larilah kepsek-kepsek ke Jakarta untuk negosiasi dibantu para politisi," ucapnya.

Kendati demikian, Eva mengungkapkan PPATK tetap harus menjunjung azas praduga tak bersalah. Pasalnya, transaksi-transaksi yang ditengarai mencurigakan tidak bisa langsung disebut korupsi.

"Jadi perlu ada penegasan dari penyidik soal status transaksi-transaksi tersebut. Tetapi analisis PPATK ini bagus juga untuk mempersempit ruang perilaku-perilaku koruptif," kata politisi PDI-Perjuangan ini.

PPATK hingga kini telah melaporkan 20 anggota Badan Anggaran DPR yang memiliki rekening gendut dan terindikasi korupsi kepada KPK. Dari 20 orang itu, ada yang akumulasi nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah.

"Nilai transaksi mencurigakan yang dilakukan para anggota Banggar itu berkisar ratusan juta rupiah hingga miliar rupiah per transaksi. Jika diakumulasikan, ada yang nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf.

Menurut Yusuf, ada beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menyatakan para anggota Banggar itu terindikasi korupsi. Pertama, kegiatan Banggar rawan korupsi karena mengurus ratusan triliun rupiah anggaran negara.

Kedua, frekuensi transaksi keuangan anggota Banggar itu tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Aliran masuk ke rekening anggota Banggar umumnya transaksi tunai sehingga PPATK tidak bisa mendeteksi asal uang itu.

Bupati Kolaka Menolak Diperiksa Kejagung

Posted: 03 Jan 2013 11:30 AM PST

Bupati Kolaka Menolak Diperiksa Kejagung

Penulis : Dian Maharani | Jumat, 4 Januari 2013 | 01:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, Buhari Matta menolak diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung RI lantaran belum didampingi kuasa hukum. Sedianya Buhari diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam jual beli tambang nikel, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (3/1/2013).

"Dia menolak untuk diperiksa dengan alasan tidak didampingi oleh kuasa hukumnya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Setia Untung Arimuladi di Kejaksaan Agung.

Buhari, kata Untung, sempat mendatangi gedung Kejagung. Namun, ia menolak untuk diperiksa dan kembali meninggalkan gedung Kejaksaan.

Sebelumnya Buhari juga mangkir dari panggilan tim penyidik pada 11 Desember 2012 lalu. Dengan gagalnya pemeriksaan tersebut, penyidik akan menjadwalkan pemeriksaan ulang Buhari pada pekan depan.

"Yang bersangkutan mohon waktu untuk menunjuk penasehat hukumnya. Pemeriksaan dijadwalkan kembali tanggal 10 Januari 2013," ujar Untung.

Buhari ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli 2011. Ia terlibat kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli nikel kadar rendah antara Pemerintah Kolaka dengan PT Kolaka Mining Internasional (PT KMI). Penjualan tersebut pun dilakukan tanpa seizin pemerintah setempat. Kerugian negara yang ditimbulkan diduga mencapai Rp 29,957 miliar.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan