Isnin, 24 Disember 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Wawancara Khusus dengan Uskup Agung Jakarta

Posted: 24 Dec 2012 09:00 AM PST

KOMPAS.com - Perilaku korupsi makin merajalela, perilaku pejabat publik yang amoral, kekerasan rumah tangga, pertikaian antarwarga, narkoba, berbagai tindak kejahatan, dan kekerasan yang mengatasnamakan agama, sepertinya ketidakadilan yang terus mengoyak bangsa kita terus menggerus dan merongrong nilai-nilai Pancasila.

Namun, masih ada asa di tengah berkembangnya dan bertambahnya fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.

Sudah sepantasnya kita bercermin setelah melihat hal tersebut. Bagi umat Kristiani, momentum Natal harus dimaknai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hakekat Natal semestinya bukan hanya diisi dengan ritual dan seremoni keagamaan saja, tetapi harus senantiasa mencerminkan semangat kerukunan persaudaraan sejati, semangat kasih, kesederhanaan, serta semangat berbelarasa.

Beberapa hal tersebut diungkapkan Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, Pr. dalam kaitannya dengan makna Natal dan semangat kebangsaan.

Berikut petikan wawancara khusus Radio Sonora bersama Uskup Agung, Rabu (19/12/2012) lalu.

Apa pesan natal tahun ini dan bagaimana gereja bisa menggugah umat, agar Natal bukan sekedar acara seremonial saja?

Pesan Natal bersama Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) agar umat kristiani yg merayakan natal agar mengalami peristiwa ini sebagai wujud dari Allah yang mengasihi kita. Allah adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:8.16b) dan ketika orang mengalami kasih orang tersebut akan bertanggung jawab dan memberi kesaksisan akan Allah kasih.

Jika Natal sebagai perayaan moral maka implikasinya adalah tanggung jawab yang disadari betul untuk mengembangkan kasih dalam keluarga, masyarakat baik lingkup kecil atau pada posisi strategis, mestinya dilandaskan pengalaman kasih, sehingga buah-buah kasih akan dirasakan banyak orang. Secara teknis merayakan natal adalah merayakan iman yang implikasi indikasi iman akan tampak dalam perayaan yang berbuah imperatif moral dalam pola pikir dan perilaku moral.

Dengan Natal kita diajak untuk melibatkan diri dalam usaha mengatasi persoalan konflik kemanusiaan, intoleransi sehingga semakin beriman sama artinya semakin bersaudara. Kemudian menumbuhkan semangat belarasa lewat jabatan di masyarakat dengan semangat kemiskinan jasmani dan rohani tetapi juga berbelarasa terhadap alam ciptaan lingkungan.

Sepanjang Tahun 2012 kekerasan mengatasnamakan agama masih terus terjadi. Bagaimana gereja menyikapi hal tersebut?

Tepat pada 25 Desember 2005, Paus Benediktus XVI mengeluarkan ensiklik pertamanya berjudul Allah adalah Kasih (Deus Caritas Est), alasan utama kenapa Paus menulis hal tersebut karena tidak jarang kekerasan dan kebencian diantara sesama justru dilandaskan atau dilakukan atas nama Allah.

Pertanyaannya Allah yang seperti apa? Yang dipakai, diyakini, dan diimani yang mewajibkan dendam seperti itu. Menurut Paus Benediktus sebagai Umat Kristiani menurut keyakinannya iman Allah yang disembah adalah kasih, sehingga bentuk kekerasan atas nama agama apapun pasti salah.

Hingar bingar dan gaduh politik di tahun 2012 terkesan sudah sangat mengabaikan aspek moral dan etika. Bagaimana gereja memandang genta demokrasi di Indonesia?

Saya bukan politikus, tetapi sebagai pembaca koran biasa saya ikut prihatin, dengan berbagai berita yang diwartakan dan diberitakan terkait perilaku para politikus dan pejabat publik akhir-akhir ini. Sebenarnya masih banyak hal yang harus dikerjakan.

Lantas bagaimana tanggung jawab moral para pemimpin negara dan politikus? Moral dan etika politik dari sudut pandang kristiani sejatinya sangat sederhana, di mana, dari apa yang diputuskan, dikerjakan harus demi kebaikan bersama. Tolok ukurnya jika sebuah undang-undang dirumuskan apakah ada jual beli pasal atau ada pasal yang diselipkan demi kepentingan tertentu atau sungguh demi kepentingan umum.

Akhir-akhir ini marak berita tentang perilaku para pejabat yang malah mengumbar kesenangan duniawi seperti perilaku korupsi, poligami, kekerasan rumah tangga, bukan malah memikirkan bagaimana mengentaskan masalah sosial, kemiskinan dan lingkungan hidup?

Perlu dibedakan antara moral pribadi dan moral pejabat publik tetapi keduanya tidak serta-merta bisa dipisahkan. Semestinya pejabat publik itu mumpuni keduanya, secara moral pribadi terpuji dan moral publik teruji. Hal ini tergantung bagaimana orang memandang suatu kekuasaan.

Semestinya semakin tinggi jabatannya, semakin luas wilayah pengabdiannya. Sekarang ini sudah terbalik. Mendapatkan jabatan untuk memperkaya diri dan kepentingan sendiri saja.

Walaupun ada uji kelayakan dan uji kepatutan (fit and proper test) tidak menutup kemungkinan adanya praktek jual beli, dan membayar sejumlah uang agar lolos seperti cerita koran, dan itu merupakan tantangan nyata dan kita harus belajar banyak, sehingga kedepannya semua menyadari, akan proses untuk menjadi lebih baik.

Bagaimana gereja memandang tentang pendidikan karakter bangsa, yang semakin hari nilai budi pekerti dan moral semakin luntur?

Pertanyaan diatas sangat jelas tetapi jawabannya yang susah. Memang di balik itu semua ada realitas yang komplek. Sekarang ini ada istilah de-tradisionalisasi yang artinya nilai yang dulu ketika saya masih muda tradisi dijunjung tinggi. Namun kondisi tersebut saat ini jadi terbalik karena dulu nilai tradisi mulia saat ini dianggap ketinggalan jaman.

Tidak mudah untuk sekedar menjawab pertanyaan dengan menambah budi pekerti dan pelajaran agama. Karena jatidiri seseorang dalam berbagai masa zaman berbeda, dulu saat masyarakat terkekang untuk berpikir, orang akan berkata saya berpikir maka saya ada.

Tetapi saat ini sudah lain, di mana saya belanja saya ada, sehingga jatidiri, identitas dan harga diri ditentukan oleh berapa banyak saya belanja dan apa yg saya belanjakan. Orang tidak enggan belanja ratusan juta rupiah untuk sekedar membeli merek.

Realitas ini dijawab sederhana tetapi para ahli pendidikan harus berpartisipasi untuk masalah pendidikan ini.

Secara konseptual maka dari sudut pandang Gereja Katolik, bisa dianalogikan Jika saya berbelarasa maka saya ada, seperti salah satu nas Kitab Suci Yesus berkata, " Hendaknya kamu berbelarasa, seperti halnya Bapamu di sorga mengasihimu." Itulah sejatinya jatidiri Orang Kristiani.

Selamat Natal 20012 dan Tuhan Beserta Kita!

Presiden Harus Jamin Natal Jemaat HKBP Filadelfia

Posted: 24 Dec 2012 07:58 AM PST

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriani, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wajib menjamin perayaan Natal jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan Filadelfia. Pasalnya, selama ini jemaat Gereja HKBP Filadelfia mengalami tindak intoleransi.

"Komnas Perempuan mendesak Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan untuk tegas hadapi intoleransi atas nama agama," kata Andy pada Kompas.com, Jakarta, Senin (24/12/2012).

Andy menjelaskan, Presiden harus memerintahkan aparat Kepolisian membubarkan massa intoleran. Selain itu, Presiden dapat memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengintruksikan anak buahnya menangkap dan melakukan proses hukum terhadap dalang aksi intoleran. Pelaku tindak kekerasan, lanjutnya juga harus diproses hukum karena terlibat dalam aksi intoleran.

"Harus dipastikan perlindungan bagi umat Kristiani dengan perhatian khusus pada kerentanan perempuan atas kekerasan," tandasnya.

Ia menjelaskan, Presiden bertanggung jawab memastikan tiap umat Kristiani dapat merayakan Natal. Mereka selayaknya dapat menikmati haknya dalam beribadah dengan memperoleh rasa aman. Selain itu, terangnya, negara juga harus berhenti mengkriminalkan warga yang memperjuangkan hak kemerdekaan beragama.

"Berlanjutnya tindak intoleransi menandakan Indonesia ada di titik nadir perjalanan kebangsaannya yang berlandaskan penghormatan pada bhinnekaan dan penegakan hukum," pungkasnya.

Sebelumnya, kegiatan misa yang dilakukan Gereja HKBP Filadelfia Bekasi terpaksa dihentikan akibat adanya kericuhan antara jemaat dan warga Kampung Jalen, RT 01/09 Desa Jejalen Jaya, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Senin (24/12/2012).

"Rencana kebaktian ini mendapat penolakan dari warga Desa Jejalen Jaya," jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto saat dihubungi Kompas.com.

Adapun alasan penolakan tersebut berkaitan dengan izin. "Gereja tersebut masih disegel oleh Pemda Kabupaten Bekasi karena tidak memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan. Selain itu, warga masyarakat yang pernah menandatangani surat yang diajukan melalui Ketua RW tidak mengatakan bahwa surat tersebut merupakan syarat untuk mendirikan gereja," jelas Rikwanto.

Sedangkan menurut Pendeta HKBP Filadelfia Bekasi Palti Panjaitan, massa intoleran menutup jalan dibantu aparat polisi dan TNI. Kapolsek dan Kapolres menurutnya tidak berbuat apa pun terhadap massa. Aparat dan massa intoleran, lanjut Panjaitan, mendesak jemaat filadelfia mundur.

"Massa intoleran sudah mengamuk, melempari jemaat HKBP Filadelfia dengan berbagai benda," kata Panjaitan.

Lebih lanjut, Panjaitan mendesak polri agar bertindak tegas mengusir massa intoleran dan melindungi jemaat HKBP Filadelfia. Jemaat HKBP Filadelfia, terangnya, dikepung dan diserang. "Pak Presiden, tolong bantu kami," pungkas Panjaitan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan