Khamis, 30 Ogos 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Irjen Djoko Diperiksa Intensif, Ini Alasannya

Posted: 30 Aug 2012 12:47 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Secara berturut-turut penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi simulator SIM. Hingga kini, Polri mengaku telah memeriksa Djoko lima kali secara intensif dimulai dinaikannya kasus tersebut menjadi penyidikan.

"Ya, termasuk hari ini (diperiksa) saya dengar. Ya, Jumat, Senin, Selasa, Rabu, itu berturut-turut, ya," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, Kamis (30/8/2012).

Dengan demikian, Boy menjelaskan jenderal bintang dua tersebut telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim sebanyak lima kali. Kehadiran Djoko pun hanya diketahui para pewarta pada Jumat (24/8/2012).

Menurutnya, pemeriksaan tersebut guna mempercepat waktu untuk melengkapi berkas perkara tersangka yang telah ditahan sebelumnya. Sebagai kuasa pengguna anggaran, keterangan lengkap dari Djoko sangat diperlukan penyidik. Penyidik membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk mendapat keterangan Djoko.

Keterangan mantan Kepala Korlantas ini pun akan dicocokkan dengan berbagai dokumen terkait. "Mulai dari proses perencanaan proyek, sampai pelaksanaan, sampai pada proses pembayaran proyek itu. Itu panjang sekali, suatu proses yang harus dijelaskan, dikonfirmasi lagi dari berbagai dokumen yang ada, karena kan bisa saja tentu tidak ingat secara pasti terhadap peristiwa yang sudah lalu," terang Boy.

Keterangan Djoko difokuskan untuk melengkapi berkas perkara Brigjen Didik Purnomo yang telah ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Dalam kasus yang terjadi di Korps lalu Lintas Polri (Korlantas), Didik sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Peranan Pak Djoko sangat penting ya, dalam hal ini. Karena tentunya akan semakin melengkapi berkas perkara, terutama berkas perkara Brigjen DP (Didik Purnomo). Itu yang difokuskan saat ini," ujar Boy.

Djoko sendiri merupakan tersangka oleh KPK. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan orang lain. Kasus tersebut menimpa Djoko saat menjabat sebagai Kepala Korlantas Polri. Djoko juga disebut-sebut menerima aliran dana miliaran rupiah dari pihak pemenang tender Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto. Uang kepada Djoko, diberikan Budi melalui subkontraktor Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang.

Sejauh ini, KPK belum memeriksa Djoko. KPK justru mulai menjadwalkan pemeriksaan terhadap empat perwira polisi Rabu (29/8/2012) dan Kapolres Kebumen Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Heru Trisasono Kamis (30/8/2012). Namun, kelimanya tak memenuhi panggilan KPK.

Editor :

Eko Hendrawan Sofyan

Warga NU Hendaknya Introspeksi Sikapi Kasus Sampang

Posted: 30 Aug 2012 12:00 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf mengajak warga NU untuk introspeksi (muhasabah), khususnya untuk menyikapi dan mengambil hikmah dari peristiwa bentrok Sunni-Syiah di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur, beberapa hari lalu.

Slamet menyatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu dicermati atas kejadian tersebut. Pertama, ketidakpekaan sebagian warga Nahdliyyin atas penunggangan terhadap rasa cinta aswaja dan dibelokkan untuk kepentingan lain. Hal itu bisa dilihat bagaimana peran seseorang yang dulunya aktif menyebarkan faham non-aswaja (faham Syiah) tiba-tiba menjadi paling depan mengobarkan semangat anti-Syiah karena motif yang bersifat pribadi.

"Apa yang terjadi di Sampang memperlihatkan ada sebagian warga NU telah terbawa oleh hasutan yang salah arah," kata Slamet, Jumat (31/8/2012) di Jakarta.

Kedua, berkaitan dengan munculnya perilaku yang tidak sesuai dan selaras dengan prinsip ke-NU-an. Khithah Nahdliyyah menekankan keharusan untuk menjunjung tinggi sikap kemasyarakatan moderat (tawasuth) dan tidak boleh bersikap ekstrem (tatharruf), keharusan untuk bersikap toleran (tasamuh) atas perbedaan termasuk perbedaan faham keagamaan, keharusan untuk bersikap adil (iktidal) dan seimbang (tawazun) untuk membangun harmoni sosial.

Menurut Slamet, perilaku intoleran disertai kekerasan jelas tidak sesuai dengan prinsip sosial yang digariskan oleh Khitthah Nahdliyyah. Padahal Khithah NU adalah pembimbing bagi perilaku setiap Nahdliyyin, baik dalam konteks keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Hal ketiga, kata Slamet, warga NU perlu introspeksi guna mempertanyakan mengenai apa yang telah dilakukan, sehingga dalam waktu hanya sekitar lima atau tujuh tahun jamaah NU begitu banyak yang menjadi pengikut Syiah. "Mesti ada yang terlalaikan," ujarnya.

Hal seperti itu, menurut Slamet, harus menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana memelihara dan membentengi umat dari banyak ajakan pihak lain. Dengan muhasabah seperti itu, kasus Sampang bisa diselesaikan dengan baik. Tidak selalu dengan menyalahkan orang lain serta menganggap kebenaran mutlak hanya pada apa yang kita lakukan.

"Itu bisa dilakukan jika kita kembali kepada misi Islam itu sendiri, yakni rahmatan lil'alamin. Artinya, menjadi rahmat bagi diri kita juga rahmat bagi saudara seagama maupun sebangsa," papar Slamet.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan