Selasa, 12 Jun 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Dokter Gigi Sering Tangani Efek Samping Kerja Tukang Gigi

Posted: 12 Jun 2012 11:25 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Perwakilan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Harum Sasanti mengungkapkan, banyak dokter gigi yang merupakan rekan kerjanya sering menemukan efek samping atau komplikasi yang diderita pasien akibat pekerjaan tukang gigi. PDGI juga menemukan terdapat beberapa pekerjaan tukang gigi yang melanggar prinsip keilmuan prostodonti.

Hal tersebut diungkapkan Dokter Gigi Harum dalam sidang uji materi Undang-Undang Praktik Kedokteran di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (12/6/2012).

Menurut Harum, beberapa hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh tukang gigi tetapi kerap ditemui adalah membuat gigi palsu di atas akar gigi yang tidak dicabut. Padahal, persyaratan membuat gigi palsu lepasan (bisa dilepas) seharusnya di atas gusi yang sudah tidak ada bagian giginya lagi. Akar gigi yang tertanam di dalam gusi hingga tulang rahang seharusnya sudah hilang. Apabila langsung ditutup begitu saja dengan gigi palsu, akar gigi itu bisa menyimpan suatu infeksi.

Selain itu, kata Harum, dokter gigi kadang juga menemukan adanya gigi yang seharusnya lepasan tetapi dibuat menjadi cekat oleh acrylic. Gigi itu langsung ditempelkan pada permukaan gusi atau jaringan lunak. "Ini sudah melanggar keilmuan prostodonti," ujarnya.

Terkait dengan kondisi tersebut, Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan apakah Kementerian Kesehatan (Kemkes) tidak memiliki standar operating prosedur (SOP) terkait pekerjaan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh para tukang gigi.

Agus Purwadianto dari Kemkes mengakui bahwa hal tersebut di luar kendali kementerian. Kemkes hanya mengontrol terkait kewenangan dan perizinan semata. Soal teknis medis seperti SOP, diserahkan ke profesi masing-masing. "Kecuali misalnya jika ada klien atau pasien yang merasa dirugikan, Kemkes bisa melakukan tindakan administratif dalam konteks pencabutan izin setelah ada prosedur pemeriksaan," kata Agus.

Di pihak lain, Ketua Umum Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) Dwi Waris Supriyono justru mengatakan, pihaknya melihat adanya pembiaran terhadap tukang gigi terkait apa yang dilakukannya. Tidak ada pembinaan sama sekali, baik dari Dinas Kesehatan maupun Kementerian Kesehatan. Padahal, menurut Dwi, pihaknya justru menginginkan arahan atau pembinaan dari pejabat instansi terkait.

Dwi menambahkan, pihaknya bahkan pernah secara proaktif meminta pembinaan dari Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Namun, hingga kini permintaan tersebut tidak direspon.

Terkait dengan temuan para dokter gigi, Dwi mengatakan tak semua tukang gigi baik, dalam arti mengikuti prosedur dan melaksanakan pekerjaan sesuai kewenangan yang dimiliki. "Ada juga yang nakal, sehingga terdapat komplain-komplain dari pasien seperti yang ditemukan PDGI," katanya.

Profesi Administrasi Publik Bakal Disertifikasi

Posted: 12 Jun 2012 11:09 AM PDT

Profesi Administrasi Publik Bakal Disertifikasi

Yatimul Ainun | Heru Margianto | Rabu, 13 Juni 2012 | 01:03 WIB

MALANG, KOMPAS.com - Dalam waktu dekat, profesi administrasi publik bakal disertifikasi. Tujuannya, agar kompetensi profesi bisa terukur dan berstandar.

"Kami sudah bekerjasama dengan Badan Nasional Standar Profesi (BNS) untuk melakukan proses sertifikasi tersebut," jelas Ketua Indonesian Association for Public Administration, Asep Kartiwa, Selasa (12/6/2012), ditemui di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.

Menurut Asep, yang paling penting untuk disertifikasi adalah praktisi administrasi negara dan keuangan publik yang berkaitan dengan manajemen pemerintahan. "Karena selama ini profesi administrasi publik tak terstandar. Sehingga, manajemen pemerintahan sering mengalami tumpang tindih, bahkan tak efesien dalam menyelenggarakan administrasi pemerintahan," katanya.

Lembaga penyelenggaraan sertifikasi kini tengah dibentuk. Asesor sertifikasi juga tengah disiapkan. "Proses sertifikasi itu tak mudah, membutuhkan data dan sumber daya manusia yang banyak. Selain itu, juga harus disiapkan kurikulum dan materi perkuliahan untuk perguruan tinggi yang menyelenggarakan Fakultas Ilmu Administrasi," katanya.

Sementara itu, ditemui dalam kesempatan yang sama, mantan Gubernur Gorontalo, yang juga mantan Menteri Kelautan, Fadel Muhammad, mengatakan, gaya birokrasi saat ini menghambat lajunya pemerintahan. "Bahkan, pemerintah memaksakan struktur pemerintahan yang sama antara daerah satu dengan daerah lain. Padahal tidak bisa disamakan. Tak cocok diadopsi," kata Fadel yang juga Ketua Asosiasi Sarjana dan Praktisi Administrasi (ASPA). 

Fadel mengaku, ia pernah melakukan inovasi struktur pemerintahan. Namun, ia malah ditegur Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. "Niat saya, agar berkembang dan maju dibutuhkan kepemimpinan yang mampu berinovasi. Karena tak mau ya sudah," katanya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan