Jumaat, 7 Oktober 2011

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Rakyat AS Muak dengan Washington

Posted: 08 Oct 2011 03:58 AM PDT

NEW YORK, KOMPAS.com - Di balik aksi anti-Wall Street, banyak demonstran di New York dan kota-kota lain di Amerika Serikat mengaku muak dengan pemerintah di Washington. Mereka menuding politisi dari dua partai besar, Demokrat dan Republik, lebih melindungi perusahaan dengan mengorbankan kelas menengah.

Gerakan Pendudukan Wall Street, yang dimulai bulan lalu oleh segelintir pemuda dengan mendirikan tenda di depan Bursa Efek New York, telah meluas menjadi gerakan berskala nasional. Gerakan itu telah melibatkan beberapa aktivis, mahasiswa, serikat pekerja, dan buruh yang dipecat dari perusahaan.

Pengunjuk rasa, Kamis (6/10), berbaris di New York dengan menduduki Wall Street. Aksi ini juga berlangsung di Philadelphia, Salt Lake City, Los Angeles, dan Anchorage, Alaska. Mereka mengusung spanduk berbunyi "Dapatkan Uang dari Politik" dan "Saya Tidak Bisa Menjadi Pelobi".

"Pada titik ini, saya tak melihat ada perbedaan antara George Bush dan Barack Obama. Kelas menengah jauh lebih buruk daripada saat Obama terpilih," kata John Penley, pekerja legal dari Brooklyn yang kini menganggur.

Kaum demonstran dalam beberapa hal adalah sisi lain gerakan liberal ultrakonservatif Tea Party, yang diluncurkan tahun 2009. Gerakan Tea Party adalah reaksi populis atas talangan bank dan talangan otomatis serta rencana stimulus ekonomi sebesar 787 miliar dollar AS.

Jika aktivis Tea Party pada akhirnya menjadi bagian penting dari koalisi Partai Republik, gerakan Pendudukan Wall Sreet mengkritik kurang ngototnya Presiden Obama. Mereka mengatakan, Obama gagal menindak bank-bank setelah krisis hipotek tahun 2008 dan krisis keuangan.

"Ia bisa saja mengambil sikap, jauh lebih populis, agresif di awal melawan bonus-bonus Wall Street, menuntut perubahan tertentu dengan membantu bank," kata Michael Kazin, profesor sejarah Universitas Georgetown dan penulis American Dreamers, sejarah sayap kiri. "Pada akhirnya, ekonomi belum juga membaik dan itu menggarisbawahi rasa frustrasi pada kanan dan kiri."

Aktivis menyatakan frustrasi yang mendalam dengan kebuntuan politik Washington yang didominasi Demokrat. Sebagian lain menyalahkan Republik karena memblokade reformasi yang dilakukan Obama. (AP/AFP/CAL)

Tawakkul Karman, Perempuan Arab Pertama Raih Nobel Perdamaian

Posted: 07 Oct 2011 09:23 PM PDT

Tawakkul Karman, Perempuan Arab Pertama Raih Nobel Perdamaian

| Eko Hendrawan Sofyan | Sabtu, 8 Oktober 2011 | 04:23 WIB

KAIRO, KOMPAS.com Tawakkul Karman, wartawati dan pegiat hak asasi manusia (HAM) asal Yaman, Jumat (7/10/2011), ditetapkan Komite Nobel meraih Hadiah Nobel Perdamaian 2011.    

Tawakkul Karman (32) tercatat sebagai perempuan Arab pertama yang meraih hadiah bergengsi itu berbagi dengan dua perempuan pegiat Liberia, yaitu Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan pejuang perdamaian Liberia, Leymah Gbowee.    

Tawakkul dikenal penentang hebat rezim Yaman yang dipimpin oleh Presiden Ali Abdullah Saleh, yang sedang menghadapi prahara politik di negeri paling selatan jazirah Arab itu.    

Sejumlah stasiun televisi Arab menunda sementara siaran regulernya untuk membuat breaking news pada Jumat saat Komite Nobel mengumumkan bahwa Tawakkul meraih Hadiah Nobel.    

Namun, televisi Pemerintah Yaman mengecam putusan Komite Nobel yang menganggap bahwa "pemberontak" itu tidak layak memperoleh Hadiah Nobel.    

Selain dikenal sebagai pegiat HAM, Tawakkul juga merupakan wartawati yang kritis. Ibu dari tiga orang anak itu pada 2005 mendirikan Perhimpunan Wanita Jurnalis Tanpa Belenggu.    

Dalam status terbarunya di jejaring sosial, Tawakkul menulis, "Kalian tak bisa membelenggu kebebasanku."    

Belakangan, perempuan berjilbab itu bergabung dengan Partai At Tajammu Al Yamani Lil Ishlah (Perhimpunan Yaman untuk Reformasi), oposisi utama Yaman.    

Perempuan pegiat HAM Mesir, Marwah Sameer, menyambut hangat penetapan Tawakkul sebagai penerima Hadiah Nobel. "Ini merupakan penghormatan terhadap dedikasi perempuan Arab," kata Marwah kepada jaringan televisi Nile TV.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan