Isnin, 4 Julai 2011

Republika Online

Republika Online


Ssst... Pria Gemuk Miliki Sedikit Sperma

Posted: 04 Jul 2011 09:01 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM - Pria yang kelebihan berat atau kegemukan, seperti timpalan perempuan mereka, memiliki peluang lebih rendah untuk menjadi orang tua, berdasarkan perbandingan kualitas sperma yang disajikan dalam pertemuan mengenai kesuburan di Eropa, Senin (4/7).

Dalam apa yang digambarkan sebagai studi terbesar sejenisnya, para dokter meneliti sampel sperma dari 1.940 pria dan mencocokkannya dengan berat badan donor.

Tolok-ukurnya adalah indek massa tubuh (BMI), ukuran lemak tubuh di kalangan orang dewasa. Berdasarkan itu, berat tubuh normal didefinisikan sebagai BMI 18,5-25; kelebihan berat 25-30 dan kegemukan sebagai 30 atau lebih.

Makin tinggi hitungan pada berat yang berlebihan, maka makin buruk kualitas sperma, terutama di kalangan mereka yang berada pada kategori kegemukan, demikian temuan tersebut, yang diajukan pada konferensi tahunan European Society of Human Reproduction and Embryology (ESHRE) di Stockholm, Swedia.

"Kelebihan berat mengakibatkan perubahan pada ciri sperma, mungkin akibat gangguan hormon, yang mengakibatkan jumlah sperma, motalitas dan vitalitas yang lebih sedikit," kata Paul Cohen-Bacrie, Direktur Ilmu Pengetahuan di Eylau-Unilabs di Paris, bagian dari jaringan laboratorium di 12 negara Eropa yang berpusat di Swiss.

"Ini mengakibatkan hilangnya potensi pembuahan," kata Cohen-Bacrie melalui telepon.

Penelitian tersebut mendapati jumlah sperma lebih sedikit sampai 10 persen di kalangan pria yang kelebihan berat, dan sampai 20 persen di kalangan lelaki yang kegemukan, dibandingkan dengan timpalan mereka dengan berat normal.

Persentase lelaki yang memiliki jumlah sperma nol naik hampir empat kali lipat, dari satu persen dalam kategori berat normal, jadi 3,8 persen, pada kategori pria yang kegemukan.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Mengidap Insomia? Bisa Jadi Itu Ada Dalam Gen

Posted: 04 Jul 2011 07:40 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINSKI - Satu penelitian baru di Finlandia menunjukkan kekurangan tidur mungkin disebabkan faktor turun-temurun. Tak hanya itu penderita insomnia lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat dibandingkan orang dengan pola tidur yang sehat.

Penelitian tersebut adalah yang pertama yang mengaitkan insomnia dengan risiko kematian, demikian laporan media Finlandia, Senin (4/7).

Penelitian tersebut dilakukan oleh Institute of Occupational Health melalui kerja sama dengan University of Helsinski dan Finnish National Institute for Health and Welfare.

Dalam studi, yang dilakukan oleh Institute of Occupational Health melalui kerja sama dengan University of Helsinski dan Finnish National Institute for Health and Welfare, terhadap orang kembar yang berskala luas, para peneliti Finlandia mengikuti status kesehatan 12.500 pasangan kembar dewasa selama 1990 sampai 2009, demikian laporan Xinhua, Selasa (5/7).

Sebanyak 20 persen peserta menderita gejala kurang tidur, termasuk kesulitan untuk mulai tidur, terbangun pada larut malam dan tidur yang tidak mengembalikan stamina tubuh.
Studi itu mendapati orang kembar identik, bila dibanding kembar tak identik, lebih mungkin untuk menderita gejala insomnia yang sama.

Temuan tersebut menunjukkan faktor genetika memainkan peran dalam pembentukan insomnia.
Selain itu, para peserta tersebut dibagi jadi tiga kelompok, menurut kualitas tidur mereka.

Di antara semua peserta, 48 persen adalah orang yang tidur dengan baik, 40 persen tidur rata-rata dan 12 persen orang yang tidur dengan buruk. Hasil penelitian itu memperlihatkan gejala yang berkaitan dengan insomnia mungkin meningkatkan risiko kematian.

Sementara itu dibandingkan dengan orang yang tidur dengan baik, tujuh persen perempuan dan 22 persen lelaki yang tidur rata-rata lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat; dan orang tidur dengan buruk 1,5 kali lebih mungkin untuk meninggal lebih cepat.

Menurut para peneliti, kekurangan tidur adalah masalah kesehatan umum di kalangan kelompok usia kerja. Kekurangan tidur kronis meningkatkan risiko banyak kecelakaan dan penyakit, sehingga memperlemah kualitas hidup orang dan kemampuan untuk bekerja secara layak.

Para ahli tersebut menyatakan penderita insomnia mesti berusaha memperoleh perawatan medis tepat pada waktunya, dan pasien insomnia kronis mesti dirawat dengan cara lebih baik dengan terapi tanpa obat.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan