Isnin, 11 Julai 2011

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Bayi Seberat 7,3 Kilogram Pecahkan Rekor di Rumah Sakit

Posted: 11 Jul 2011 06:48 PM PDT

Washington (ANTARA News/AFP) - Bayi yang baru dilahirkan dengan berat 7,3 kilogram memecahkan rekor berat tubuh di rumah sakit setempat di Longview, Texas Amerika Serikat, demikian laporan pers, Senin (11/7).

Bayi lelaki itu, yang diberi nama JaMichael, dilahirkan melalui operasi Cesar dari orang tua Janet Johnson dan Michael Brown, Jumat pagi (8/7). Berat bayi tersebut melebihi perkiraan para dokter sekitar 1,8 kilogram.

"Kami benar-benar terpana," kata Johnson kepada Longview News-Journal sebagaimana dikutip AFP, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Selasa.

"Saya tak bisa percaya ia sebesar itu. Banyak pakaian bayi yang kami beli buat dia harus ditukar. Semua pakaian tersebut sudah kekecilan buat dia," katanya.

Pihak rumah sakit juga menghadapi kesulitan dalam menangani bayi bongsor itu; bagian perawatan bayi yang baru dilahirkan tak memiliki pempers yang cukup besar buat ukurannya, kata ibu bayi tersebut.

Menurut laporan media setempat, Johnson menderita diabetes gestasional selama kehamilannya, yang membuat tubuh bayinya jadi lebih besar.

Kondisi itu membuat seorang perempuan hamil jadi tahan terhadap insulin tubuhnya sendiri dan menularkan jumlah gula yang lebih tinggi daripada kondisi normal ke bayinya, yang menimpan kelebihan kalori seperti lemak.

JaMichael dilaporkan akan menjalani beberapa hari pertama kehidupannya di Unit Perawatan Intensif Baru Dilahirkan untuk mengatur gula darahnya.

(C003)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Pakar: Pembangunan Sektor Pertanian Alami Perubahan Paradigma

Posted: 11 Jul 2011 06:45 PM PDT

Seorang petani menyebarkan pupuk Urea dilahan persawahannya.(FOTO ANTARA/Arif Pribadi)

Kondisi perubahan paradigma tanpa disadari menurunkan produktivitas sumber daya alam pertanian yang ditandai dengan berkurangnya hasil pada lahan sawah serta kehilangan keanekaragaman hayati yang sangat mendukung proses alami di dalam tanah.

Berita Terkait

Denpasar (ANTARA News) - Pembangunan sektor pertanian mengalami perubahan paradigma dari subsistem untuk memenuhi kecukupan hidup menjadi sebuah bisnis yang menganggap pertanian merupakan "pabrik" yang dapat dikendalikan secara pasti, tanpa lagi tergantung pada iklim.

"Perubahan paradigma pertanian itu terjadi pada abad ke-19 yang ditandai dengan berbagai penemuan ilmiah seperti bibit unggul yang sangat tinggi daya serap unsur haranya," kata Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Doktor Ni Luh Kartini, di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan kondisi itu juga menyebabkan cepat tersedianya pupuk kimia, pestisida kimia yang sistematik sehingga menyebabkan sistem pertanian tradisional dengan bibit lokal, pupuk kandang, sampah abu bakar dan kegiatan lain yang dinilai tidak menguntungkan ditinggalkan petani.

Petani beralih ke sistem pertanian modern (revolusi hijau) dengan sasaran terlebih dulu pada tanaman padi yang dikenal dengan program "Sentra padi" (1975), BIMAS (1965) dan Supra Insus (1984), bahkan dalam beberapa tahun berikutnya menjangkau tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan.

Luh Kartini menambahkan, kondisi tersebut tanpa disadari menurunkan produktivitas sumber daya alam pertanian yang ditandai dengan berkurangnya hasil pada lahan sawah serta kehilangan keanekaragaman hayati yang sangat mendukung proses alami di dalam tanah.

Degradasi sumber daya alam pertanian secara terus menerus terjadi tidak mampu dihentikan seperti bahan kadar organik tanah menurun, kadar air tanah dan pH tanah berkurang.

Kondisi tersebut juga menyebabkan populasi cacing dalam tanah rendah sehingga mengakibatkan kehilangan keanekaragaman hayati.

Dengan demikian, menurut dia, revolusi hijau telah membawa petani meninggalkan pertanian tradisional, sehingga mereka tidak lagi memanfaatkan sumber daya alam lokal yang diwarisi secara turun temurun.

"Akibatnya, mereka sangat tergantung dari produk luar yang mengandung zat-zat kimia yang sangat mengganggu kelestarian lingkungan," katanya.

Selain itu, menurut dia, petani tidak lagi mencintai dan melindungi sumber daya alam pertanian yang dimiliki, karena merasa semuanya tidak menguntungkan lagi, dan sudah digantikan dengan sumber daya yang lain. "Padahal semua itu sangat merugikan dan menimbulkan pencemaran," kata Luh Kartini.

(I006)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan