Sabtu, 4 Mei 2013

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Pendapat legislator soal kantor "Free Papua Campaign" di Oxford

Posted: 04 May 2013 07:14 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Kertopati mengatakan, pembukaan kantor "Free Papua Campaign" di Oxford, Inggris diperkirakan oleh kelompok tertentu, bukan oleh pemerintah Inggris.

"Sebenarnya kitapun tak dapat katakan itu perbuatan pemerintah Inggris ya. Biasa saja itu kelompok tertentu dan domestik sebuah organisasi saja, bukan pemerintah Inggris. Kita memberlakukan azas praduga tak bersalah dulu terhadap pemerintah Inggris," kata Susaningtyas di Jakarta, Sabtu.

"Tapi kita tetap waspada," imbuhnya.

Dia menambahkan, Komisi I DPR RI telah mengingatkan Kementerian Luar Negeri dalam berbagai kesempatan terkait tokoh Papua, Benny Wenda yang terus menjalin komunikasi dengan luar negeri agar segera diantisipasi.

"Tapi saya melihatnya kurang serius ditanggapi. Padahal bila Kemenlu serius dalam menjaga kedaulatan NKRI, ini kan suatu ancaman," kata politisi Partai Hanura itu.

Di sisi lain, Susanintyas menyatakan, sebenarnya dalam pelaksanaan otonomi daerah, pola pengawasan pendanaan dan pelaksanaan peningkatan kesejahteraan di Papua perlu ditingkatkan.

"Agar tak ada pihak yang bisa dibina asing lagi untuk mengganggu pertahanan negara yang sifatnya outward looking," kata dia.

Fadli Zon: Inggris harus bijak

Posted: 04 May 2013 06:57 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan Indonesia harus tegas bersikap menolak dibukanya kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford, Inggris, karena akan menciderai hubungan Indonesia dengan Inggris.

"Pembukaan kantor OPM ini bertujuan memenuhi tuntutan kampanye Papua Merdeka," ujar Fadli Zon di Jakarta, Sabtu, dalam keterangan tertulisnya menanggapi dibukanya kantor perwakilan OPM di Oxford.

Menurut dia, sikap pemerintah Oxford di Inggris ini jelas mencederai hubungan Inggris yang selama ini terjalin baik dengan Indonesia. "Separatisme adalah soal kedaulatan negara. Sikap ikut campur Inggris dalam hal ini harus ditolak dengan tegas," ujar dia.

Ia menegaskan Inggris harusnya bijak. Mereka juga punya riwayat separatisme panjang dengan Irlandia Utara dan Skotlandia. Begitupun terlibat dalam konflik mempertahankan Malvinas dengan Argentina. "Indonesia tak pernah ikut campur soal Inggris," ujarnya.

Fadli juga mengingatkan, di masa lalu, Inggris memiliki jejak kolonialisme yang panjang. Sebuah studi menunjukkan 90 persen negara di dunia pernah dijajah Inggris. Demikian pula keterlibatan dalam invasi Irak 10 tahun lalu. "Jejak berdarah ini harusnya jadi cermin mengurus diri sendiri, bukan malah intervensi urusan negara lain," kata dia.

Menurut dia, sikap pemerintah Indonesia harus tegas tolak campur tangan terhadap wilayah RI. Kehormatan dan kedaulatan RI harus ditegakkan.

Padahal, ia mengatakan, Inggris melalui British Petroleum sudah mendapat konsesi ladang gas Tangguh di Papua juga sejumlah konsesi tambang lain.

"Walau Presiden SBY menerima gelar Grand Cross of Bath dari Kerajaan Inggris, bukan berarti harus lembek. Ada saat dimana kita berkompromi, ada saat harus tegas," kata dia.

Ia mengatakan pemerintah Inggris memang masih mengakui NKRI atas Papua. Namun pembukaan kantor OPM di Oxford, merupakan sikap dualisme yang harus ditentang. Pemerintah tak boleh permisif dan defensif. Harus ada diplomasi ofensif agar kepentingan nasional bisa diamankan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan