Isnin, 22 Oktober 2012

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Warung "Julu" ajarkan kejujuran murid SD

Posted: 22 Oct 2012 07:05 PM PDT

Balige, Sumut (ANTARA News) - Warung "Julu" di kota Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, menjual makanan dan berbagai keperluan sekolah dengan metode berbelanja tanpa diawasi pemiliknya, guna mengajarkan sikap jujur bagi siswa serta melatih pengembangan kepribadian anak sejak dini.

"Setiap siswa tingkat sekolah dasar (SD) yang belanja, dilatih untuk jujur dalam membayar dan melaporkan jajanan yang diambil, agar mereka terbiasa dalam berperilaku jujur dengan harapan dapat berdampak positif pada proses pengembangan emosionalnya," kata pemilik kantin, Herbert Hutajulu, di Balige, Selasa.

Menurut dia, anak yang terbiasa belajar jujur, akan memiliki kepribadian baik dan sikap itu perlu ditanamkan mulai dari lingkungan sekolahnya, hingga kelak terbawa sampai masa dewasa, yang pada gilirannya dapat menciptakan calon pemimpin-pemimpin bangsa yang jujur dan cenderung tidak korupsi.

Model kantin kejujuran yang dikelola Herbert di samping gedung SD Negeri 5 Balige itu, sudah dirintisnya sejak 2010 dan hasilnya cukup menggembirakan, karena para siswa yang berbelanja senantiasa menunjukkan kejujuran saat membayar jajanan dan berbagai keperluan sekolah yang mereka butuhkan.

Dikatakannya, penanaman sikap jujur melalui media kantin diharapkan meningkatkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur di dalam berbagai sendi kehidupannya tanpa harus ada orang yang melihat perbuatan tersebut.

"Adanya kantin kejujuran tersebut sangat berguna dalam menyiapkan generasi muda yang bisa memegang amanah, sehingga terpercaya untuk menjalankan tugas bangsa pada masa mendatang," kata Herbert.

Pemerhati sosial dari Kecamatan Balige, Pardede (45) menyatakan, penyediaan kantin kejujuran di sekolah merupakan langkah untuk melatih siswa bersikap jujur dan sifat tersebut perlu ditanamkan sejak dini.

Dia menilai penyediaan kantin kejujuran bagi siswa dianggap penting diterapkan pada seluruh sekolah di Kabupaten berpenduduk 175.277 jiwa itu sebagai langkah awal yang baik untuk melatih pengembangan kepribadian anak.

Menurutnya, sekolah-sekolah lain juga perlu mencanangkan program kantin kejujuran, dengan merancang pola yang tepat untuk penyediaannya, sehingga anak tidak hanya berperilaku baik di sekolah, namun juga jujur terhadap orang tua dan lingkungan rumah dan sekitarnya.

"Penyediaan warung kejujuran di sekolah merupakan langkah tepat untuk melatih siswa bersikap jujur karena pada kantin tersebut siswa dilatih berbelanja tanpa ada penjagaan dari pemiliknya," kata Pardede.
(ANT-219)

Deradikalisasi tak tuntas akibatkan teror muncul lagi

Posted: 22 Oct 2012 07:03 PM PDT

Para tahanan kasus terorisme tidak mendapatkan pencerahan pikiran secara cukup."

Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Program deradikalisasi para mantan teroris diduga tidak tuntas sehingga aksi teror muncul kembali.

"Kita gagal melakukan agenda deradikalisasi secara signifikan dan masif di seluruh Indonesia," kata Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida.

Dia mengemukakan hal tersebut dalam acara "Dialog Aktual" yang disiarkan langsung oleh TVRI, Selasa pagi.

La Ode Ida mengemukakan negara selama ini menempuh cara "by pass" yaitu membunuh teroris.

"Seharusnya ada pendekatan lebih humanis agar menghilangkan pikiran-pikiran radikal mematikan orang lain. Kalau menumpas teroris dengan cara membunuh, yang terjadi justru menyuburkan benih-benih radikalisasi baru, gerakan pembalasan karena teman, sahabat, orang tuanya dibunuh aparat."

 Anggota DPR RI Komisi III yang membidangi keamanan, Martin Hutabarat, dalam kesempatan yang sama mengakui bahwa program deradikalisasi tidak berjalan maksimal.

"Para tahanan kasus terorisme tidak mendapatkan pencerahan pikiran secara cukup," kata Martin.

Dia membandingkan dengan proses deradikalisasi di Malaysia, yaitu seseorang yang disebut teroris akan ditempatkan di sebuah rumah dengan penjagaan dan tokoh agama datang berdialog.

"Akhirnya mereka sadar bahwa paham yang mereka miliki itu salah. Deradikalisasi berjalan baik lewat dialog dengan tokoh agama."
 
Sementara itu pengamat intelejen Wawan H Purwanto memperkirakan kasus teror terbaru di Poso merupakan tanda belum tuntasnya masalah radikalisme dan ada pola mengulang sejarah yaitu para teroris akan beraksi kembali di tempat lama.

Menurut Wawan, sasaran para teroris berubah dari yang awalnya orang asing menjadi ke aparat dan pejabat tinggi pemerintah. Hal itu terjadi karena ada kecaman terhadap teroris karena serangan yang ditujukan terhadap warga asing sering menimbulkan korban masyarakat setempat.

"Mereka lalu ubah sasaran ke aparat," kata Wawan lalu mencontohkan serangan terhadap aparat kepolisian di Kebumen, Purworejo, Hamparan Perak, Palu Solo bahkan serangan yang ditujukan kepada presiden.

"Ini akan bakal jadi serangan panjang dan akan memainkan tempat lama, karena itu mereka harus segera didekati dan dirangkul kembali. Mari kita melihat mereka sebagai korban cuci otak," kata Wawan.

Dia berpendapat deradikalisasi berjalan namun tidak semuanya berhasil.

"Dalam hitungan saya 380 yang menjalani proses deradikalisasi dan sudah keluar penjara. Mereka dititipkan di Pesantren, sentra-sentra ekonomi, tambak, dan keluarga mereka diurus. Tapi ada 22  yang tidak diketahui rimbanya," kata Wawan.

Dia mengemukakan penanganan terorisme di Indonesia menggunakan sistem hukum pidana yang mengutamakan bukti sedangkan di Malaysia dan Singapura aparat bisa bertindak menghadapi terorisme cukup berdasarkan informasi.

(A038)

Editor: Aditia Maruli

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Komentar Pembaca

Kirim Komentar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan