Isnin, 17 September 2012

Republika Online

Republika Online


Jika Anak Kabur dari Rumah, Bagaimana?

Posted: 17 Sep 2012 05:08 AM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, "Anak kabur dari rumah," rasanya cerita-cerita mengenai kaburnya anak-anak dari rumah lantaran bayangan tidak betah karena ketatnya peraturan pesantren kerap kali terjadi. Hal ini biasa terjadi di anak-anak yang berasal dari kota-kota besar khususnya bagi anak-anak yang tinggal di Jakarta dimana mereka biasa hidup dengan kecukupan.

Mengenai anak yang kabur dari rumah itu lantaran tidak mau dimasukan ke pesantren, sebenarnya sudah banyak sekali terjadi. Apalagi bagi anak-anak yang sebelumnya pernah tinggal di pesantren dan pernah merasakan susahnya serta disiplinnya pesantren dengan peraturan yangg ketat dan mengikat seperti tidak boleh bawa handphone dan lain-lain serta sanksi yang begitu berat ketika mereka melanggar peraturan itu. Hal-hal seperti ini yang akhirnya membuat mereka memilih untuk kabur dari rumah daripada dimasukkan pesantren.

Anak biasanya  membayangkan ketersiksaan seperti dipenjara dan tidak ada kebebasan, sementara orangtua menginginkan yg terbaik bagi anaknya. Orangtua ingin anaknya soleh, lebih baik dari mereka dan menjadikan ajaran agama sebagai sebuah kebiasaan, bukan siksaan atau beban. Bila anak mengancam untuk kabur dari rumah dan itu terlaksana, bila dia dipaksa kadang saya sebagai orangtua tergoda juga untuk membiarkan anak kabur dari rumah.

Toh dia akan menyesal dan dia mau tidur dimana. Makan juga tidak enak, teman mana yang mau ditumpangi lama-lama dan membayangkan siksaan lainnya yang mudah-mudahan membuat anak kembali ke rumah setelah melalui prosesi kelaparan dan kehausan serta ketidaknyamanan lainnya ketika kabur dari rumah.

Namun, pikiran buruk saya jangan diikuti, terutama bagi orangtua yang tinggal di Jakarta dan kota besar lainnya. Kalau anak kabur dari rumah ada bebaerapa resiko yg harus dihadapi, antara lain:

1. Dia terdesak tidak punya uang lalu menerima tawaran kejahatan seperti menjadi pemakai narkoba dan ketika menjadi pemakai lalu ketagihan dan tidak punya uang, maka dia akan menerima tawaran pekerjaan menjadi pengedar atau pekerjaan hina lainnya yang cukup mengerikan, menjadi gigolo misalnya atau pelacur wanita kecil, naudzubillahimindzalika atau yang buruk lainnya ikut dalam kawanan geng pencuri kendaraan bermotor.

2. Kita akan sedih, seperti kematian anak mungkin lebih sedih kalau anak kita meninggal, rasanya tidak usah khawatir, sebab dia tidak akan berbuat yg lebih buruk lagi, toh sudah meninggal

3. Malu pada keluarga besar. Ketika acara halabihalal, anak kita tidak ada, ketika acara pernikahan pun, dia tidak muncul. Kita akan semakin tertekan melihat sanak saudara kita dalam formasi lengkap ketika halal bihalal sedangkan kita kehilangan seorang anak dan kesedihan yang sangat akan terasa setiap tahun

4. Semua anak dan saudara mungkin menuding kita tidak bisa mendidik anak sehingga anaknya menjadi buruk dan meresahkan masyarakat

5. Semua ini terjadi karena pengaruh atau dipekerjakan orang luar yang tidak bertanggungjawab yg memperalat anak kita. Survey membuktikan anak yang kabur dari rumah, mereka mendapatkan gaji jauh dibawah UMR

Jadi, sebaiknya mengalah saja, komunikasikan dan jangan lupa setiap hari sisakan saja nasehat-nasehat keagamaan, minimal beberapa ayat dan sebuah hadist yang ibu atau ayah rutin bacakan pada si anak, lalu usahakan setiap pagi setelah subuh mengaji bersama walau hanya 3 halaman.

Yang penting, tekankan anak untuk tidak tinggal sholat 5 waktu dan membiasakan anak untuk membuka Al Quran dan membaca artinya sedikit-sedikit serta dialog dan komunikasi yang baik dengan sang anak akan masuk dalam relung hati mereka. Walaupun tidak masuk pesantren, anak bisa juga kok jadi baik, asalkan ibu dan ayahnya berusaha untuk mendidik dan menjadi pribadi yang baik. Wallahu a'alm

Bocah Terlalu Aktif, Sulit Konsentrasi? Coba Kenalkan Catur

Posted: 16 Sep 2012 08:01 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, BRADFORD--Saat pelatih catur tersohor asal  Inggris Charles Wood memasuki ruang kelas di pusat kota Bradford, Inggris, ia telah menyiapkan diri untuk pertempuran. "Saya bertanya pada anak-anak, "Menurut kalian apakah catur itu?'," tutur Charles. Inilah jawaban yang paling sering ia dapatkan, "Permainan membosankan", atau 'Itu permainan hanya untuk para ahli'.

Tak lama setelah mendengar seluruh jawaban, segera Charles berkata, "Bukan. Ini adalah perang."Ia pun menjelaskan benteng, prajurit, pertempuran. Permainan itu, imbuh Charles bukan permainan bagi para ahli, melainkan pertempuran sesungguhnya di atas papan.

Membutuhkan sedikitnya 15 menit  bagi Charles untuk memaparkan dan ia memotivasi siswa tentang permainan yang ia yakini dapat mengubah hidup, menyalurkan agresi ke bentuk kompetisi sehat, meningkatkan prestasi akademik dan bahkan menambah rasa percaya diri. Itulah kisah yang dilansir oleh Healthy Parenting

Berdasarkan pengalamanya,  banyak anak yang dilatihnya sering berasal dari keluarga berantakan, atau sekolah dengan aturan keras, dan permainan sering kali mengenalkan aturan dan nilai-nilai yang semakin gagal diterapkan masyarakat.

Bagi anak dengan gangguan perkembangan mental, catur sering kali membuktikan adanya bakat khusus. Anak dengan autisme misal, sering kali sulit memfokuskan pandangan, dengan catur mereka menjadi lebih terpusat. Sementara, masalah perilaku seperti yang dialami penderita ADHD, Catur terbukti menambah rentang waktu konsentrasi mereka.

"Catur memiliki aturan dan etika yakni menunggu dan  mengamati perilaku lawan saat bermain, sebab semua langkah memiliki konsekuensi. Sementara aturan dalam catur adalah hal yang bertolak belakang pada anak-anak yang sulit memperhatikan dan sulit belajar menunggu giliran," papar Charles.

Catur, ujar Charles,  mengajari mereka lebih bersabar memperhatikan dan menunggu giliran. Anak-anak dengan gangguan perkembangan pun akan dilataih belajar mengaplikasikan perilaku tadi seumur hidup mereka.

Riset terhadap anak-anak sekolah dasar dan kanak-kanak yang dilakukan oleh Universitas Aberdeen, Inggris menemukan catur dapat meningkatkan kemampuan matematis dan kalkulasi angka, kemampuan memahami komprehensif dan mendorong tingkat motivasi. Charles sendiri meyakini lebih dari itu. "Ini bukan sekedar mengajari catur, ini juga tentang mengajari anak untuk belajar sejarah, matematika, logika. Ini tentang sebuah kisah yang lengkap

Dongkrak Konsentrasi

Berikut contoh kisah seorang anak yang terbantu oleh catur usai mengikuti latihan yang diberikan Charles Wood. Kieran Barras, saat ini berusia 13 tahun. Dulu saat di usia 8-9 tahun, ia berjuang di peringkat bawah di sekolah dasar Southmere ketika Charles memulai klub catur makan siangnya.

Ibu Kieran, Catherine, seorang perawat ruang bersalin berkata, "Kieran sangat berenergi, bahkan ekstrem dari ujung kiri hingga kanan," Catherine bersama suaminya sempat bingung saat Kieran berkata ia baru saja bergabung dengan klub catur. Namun sejak saat itu pula, kedua orang tuanya mengamati dengan bangga saat Kieran berkompetisi dalam sebuah turnamen, dan si bocah juga menunjukkan peningkatan konsentrasi yang secara drastis, prestasi di sekolahnya pun naik tajam.

Kini anaknya yang dulu sulit untuk diam, dapat tahan duduk berjam-jam untuk merencanakan langkah-langkahnya, tutur sang ibu. Kieran tersenyum saat ia menjelaskan mengapa ia mencintai catur. "Permainan itu sangat mengasyikkan dan membuat saya menjadi lebih cerdas. Saya kini di peringkat atas untuk bidang apapun," ungkapnya.

Bagi anak anda yang memiliki cerita mirip Keiran, tak ada salahnya mulai mengenalkan bermain catur. Lagipula olahraga ini murah meriah dan dapat dilakukan di rumah dengan atau tanpa pengawasan orang tua.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan