Ahad, 6 Mei 2012

Republika Online

Republika Online


Wuih, Ada Festival Ogoh-ogoh Terbesar di Belgia

Posted: 06 May 2012 11:04 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL---Di bawah suhu 10 derajat Celcius, warga Hindu Indonesia menggelar Festival Ogoh-ogoh terbesar di Brussels, Belgia. 

Sekitar 300 umat Hindu Bali di Eropa beserta keluarganya turut berpartisipasi dengan penuh semangat dalam prosesi ogoh-ogoh di Parc Pairi Daiza, sekitar 90 km selatan kota Brussel yang berlangsung dengan meriah dan disaksikan oleh pengunjung taman wisata Pairi Daiza.

Tiga pecalang termasuk satu pecalang bule Didier dari Belgia ikut menjaga lancarnya pelaksanaan Festival Ogoh-ogoh yang dihadiri tidak saja umat Hindu Bali yang ada di Belgia dan warga Indonesia di Eropa tetapi juga wisatawan yang datang berwisata di Taman wisata Pairi Daiza.

Festival ogoh-ogoh diawali dengan sembahyang bersama umat Hindu di Belgia serta di Eropa yang datang dari Belanda, Jerman, Perancis, Luksemburg dan Spanyol dipimpin Made Agus Wardana, ketua banjar Santi Dharma komunditas masyarakat Hindu Bali di Belgia.

Dalam upacara sembahyang di Pura yang terbesar di luar Indonesia itu Made Agus Wardana menyampaikan ritual keagamaan seperti Kidung Wargasari, nyanyian pemujaan yang dinyanyikan bersama sama dilanjutkan dengan Tri Sandya dan Panca Sembah, berlangsung secara hikmat.

Selain itu juga dipersembahkan Banten Sari yang dibuat oleh wanita Hindu Bali di Belgia dengan mengunakan prasarana yang sederhana, sesajian dan gebokan berupa buah-buahan, bunga dan buah ditumpuk indah yang sering diliat dalam upacara di Bali.

Usai upacara sembahyangan acara dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan sajian makanan khas Bali berupa, lawar berupa daging cincang dicampur bumbu lengkap, pecing berupa sayur kangkung, serta sambal mata yang membuat rasa rindu umat Hindu Bali di Eropa terobati.

Acara dilanjutkan dengan pertunjukkan kesenian berupa tarian Bali, Tari Gabor yaitu tari Selamat datang, Baris Tunggal, Legong Kuntul, Barong lengkap dengan kera yang cenaka membuat penonton tergelitik dan dilanjutkan dengan tari kecak Sunda Upasunda yang berhasil menghipnotis para penonton dengan irama cak cak kecak.

Inilah untuk kedua kalinya digelar KBRI Brussel bekerja sama dengan Dirjen Bimas Hindu, Kementerian Agama RI dan Universitas Hindu Indonesia di Pura Agung Santi Bhuana, Kingdom of Ganesa, Taman Indonesia yang berada di kawasan wisata Pairi Daiza, Brugelette, Belgia.

IPW Nilai Hukuman Brimob Tembak Kostrad tak Berefek Jera

Posted: 06 May 2012 10:57 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menilai hukuman yang dijatuhkan kepada anggota Brimob Gorontalo yang terlibat bentrokan dengan anggota Kostrad terlalu ringan dan tidak menimbulkan efek jera.

"Hukuman disiplin berupa teguran dan penundaan pendidikan selama setahun bagi anggota Brimob itu hanya mencederai rasa keadilan masyarakat dan membuat anggota TNI kawan korban menjadi sakit hati dan menyimpan dendam pada Polri," papar Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Senin (7/5).

IPW pun mendesak Polri memeriksa anggota Brimob tersebut dengan lebih profesional. Sebab, patroli yang dilakukan Brimob di Gorontalo dinilai Neta tidak ada dasar operasionalnya. Menurutnya, Bimob hanya bisa berpatroli di daerah konflik sementara Gorontalo bukanlah daerah konflik.

Neta kemudian mengungkapkan lima hal yang harus diusut Polri dalam insiden Gorontalo.

Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan patroli Brimob tersebut dan memberinya sanksi. Lalu, Polri harus mengusut kebohongan publik yang dilakukan jajaran Polda Gorontalo yang semula mengatakan, keenam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet. Padahal nyatanya ditembak dengan peluru tajam.

"Penembakan dengan peluru tajam harus diusut tuntas dan ditelusuri siapa yang memerintahkan. Penembak maupun atasan yang memerintahkan penembakan harus ditindak dan diproses secara pidana," tegas Neta.

Kematian anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus diusut tuntas dan pelaku harus dipecat dan dihukum berat. Pasalnya, penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan kematian adalah tindak pidana berat. Ancaman hukumannya di atas 15 tahun penjara.

"Jadi, sangat aneh, jika ada anggota TNI terbunuh, dan polisi tersangka pembunuhnya hanya hukuman disiplin, berupa teguran," kata Neta.

Jika ini dibiarkan, dia khawatir publik akan bertanya, hukum seperti apa yang mau ditegakkan Polri di negeri ini. Lantaran pola hukuman seperti inilah yang bisa memicu kemarahan oknum TNI terhadap polisi. Bukan mustahil bisa memicu kemarahan dan main hakim sendiri serta menebar kebencian pada polisi. Sehingga pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri tidak pernah berkesudahan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan