Jumaat, 25 Mei 2012

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Diperiksa KPK, Eks Wali Kota Cilegon Belum Siap Ditahan

Posted: 25 May 2012 08:23 AM PDT

Diperiksa KPK, Eks Wali Kota Cilegon Belum Siap Ditahan

Icha Rastika | Laksono Hari W | Jumat, 25 Mei 2012 | 15:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wali Kota Cilegon, Aat Syafaat, menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (25/5/2012). Aat diperiksa terkait posisinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Dermaga Kobangsari, Cilegon, Banten.

Pemeriksaan hari ini merupakan yang pertama bagi Aat. Siang tadi, Aat mendatangi Gedung KPK, Kuningan Jakarta, dengan didampingi pengacaranya, Maqdir Ismail. Saat ditanya seputar kasusnya, politikus Partai Golkar itu menyerahkan kepada pengacaranya. Maqdir Ismail mengatakan, kliennya siap menjalani pemeriksaan perdana hari ini. Namun, menurutnya, Aat belum siap jika langsung ditahan.

"Yang kita harapkan, itu (penahanan) tidak terjadi karena tidak ada urgensinya apalagi beliau ini cukup sakit," kata Maqdir menjawab pertanyaan wartawan soal kemungkinan kliennya ditahan. Maqdir mengatakan, Aat mengidap penyakit jantung dan usai berobat di rumah sakit pagi tadi.

Seperti diketahui, KPK tidak jarang menahan seorang tersangka seusai pemeriksaan perdana. Mereka yang ditahan seusai pemeriksaan perdana antara lain tersangka Angelina Sondakh dan Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro.

Aat ditetapkan KPK sebagai tersangka KPK sejak 23 April 2012. Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan Aat dalam kasus ini diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp 11 miliar.

Kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga Kubangsari tersebut berawal saat pemerintah Kota Cilegon menyetujui nota kesepahaman (MoU) dengan PT Krakatau Steel terkait tukar guling lahan untuk pembangunan pabrik Krakatau Posco dan dermaga Kota Cilegon. Pemkot Cilegon sepakat menyerahkan lahan seluas 65 hektar di Kelurahan Kobangsari kepada Krakatau Steel guna membangun Pabrik Krakatau Posco. Sebagai gantinya, Krakatau Steel harus menyerahkan tanah seluas 45 hektar kepada Pemkot Cilegon untuk pembangunan dermaga pelabuhan.

Atas laporan masyarakat, diduga ada indikasi penerima hadiah atau suap serta penyalahgunaan wewenang terkait tukar guling tersebut.

Penanganan Kejahatan Kehutanan Masih Lemah

Posted: 25 May 2012 08:17 AM PDT

Penegakan Hukum

Penanganan Kejahatan Kehutanan Masih Lemah

Dwi Bayu Radius | Agnes Swetta Pandia | Jumat, 25 Mei 2012 | 15:17 WIB

PALANGKARAYA, KOMPAS.com Penanganan kejahatan sektor kehutanan di Indonesia masih memiliki kelemahan. Penyebabnya, kejahatan itu ditangani dengan Undang-Undang (UU) Kehutanan. Penyelesaian kejahatan seharusnya menggunakan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, tidak ada hukuman minimal untuk pelaku pembalakan liar, para pelaku kejahatan dihukum rata-rata hanya satu tahun, bahkan banyak yang dibebaskan

-- Nordin

Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB), Nordin di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (25 /5/2012) mengatakan, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memiliki beberapa kelemahan seperti tidak adanya definisi pembalakan liar dan sanksi minimal.

Dalam UU Kehutanan, tidak ada penjelasan soal illegal logging. Selain itu, tidak ada hukuman minimal untuk pelaku pembalakan liar. Selama ini, para pelaku kejahatan dihukum rata-rata hanya satu tahun, bahkan banyak yang dibebaskan.

Dampaknya, banyak perusahaan kehutanan yang bermasalah dalam perizinan namun masih beroperasi. Kejahatan berupa suap dan gratifikasi dibiarkan terjadi. Semua kasus kehutanan tak ditangani maksimal karena menggunakan UU Kehutanan. Dari sisi regulasi, UU itu memeiliki banyak kelemahan.

Nordin mengatakan, pihaknya mendorong para penegak hukum untuk menggunakan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU itu dicantumkan sanksi minimal yakni satu tahun penjara hingga yang termasuk berat seumur hidup, bahkan hukuman  mati.

 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan