Sabtu, 26 Mei 2012

ANTARA - Berita Terkini

ANTARA - Berita Terkini


Jakarta Fashion Food Festival makin digemari

Posted: 26 May 2012 07:24 PM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Jumlah pengunjung ke Jakarta Fashion dan Food Festival (JF3) tahun 2012 makin banyak dibanding tahun lalu sehingga menunjukkan ekonomi di Jakarta tetap tumbuh dan berjalan baik.

"Ekonomi Indonesia yang tetap tumbuh merupakan faktor utama tingginya jumlah pengunjung JF3," kata Ketua Panitia JF3 Sugiarto Nagaria dalam keterangannya kepada pers yang diterima di Jakarta, Minggu.

Sugiarto Nagaria menambahkan, JF3 dimulai 12 Mei hingga 26 Mei 2012 dinilai cukup berhasil. Karena itu, program diharapkan akan berlanjut dari tahun ke tahun.

Acara puncak JF3 itu menghadirkan pagelaran busana hasil kreasi Priyo Oktaviano, ucapnya.

Menurut dia, Priyo akan menggelar show tunggal dengan menampilkan koleksi karya bernuansa modern, namun tetap memiliki identitas dan keunikan khas Indonesia.

Priyo akan menggabungkan antara kebudayaan China dan Jawa ke dalam busana high fashion dan cocktail tanpa meninggalkan budaya Indonesia, ucapnya.

Ia menambahkan, sekitar 35 stand yang berada di koridor Mal Kelapa Gading lima setiap hari diminati pengunjung. Pada hari libur jumlah pengunjung lebih banyak.
(A011)

Editor: Aditia Maruli

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Kejaksaan Kembalikan BAP Sedot Pulsa

Posted: 26 May 2012 07:01 PM PDT

     Jakarta, 27/5 (ANTARA) - Kejaksaan Agung dikabarkan telah mengembalikan Berita Acara Perkara (BAP) kasus penyedotan pulsa yang melibatkan petinggi Telkomsel karena dianggap belum lengkap, atau istilah hukumnya, belum P21 sehingga perlu ada perbaikan.

     Kuasa hukum Telkomsel M. Assegaf, SH mengungkapkan hal itu kepada pers di Jakarta, belum lama ini. Pengembalian berkas perkara tersebut, katanya, membuktikan bahwa penyidik dari aparat kepolisian belum mampu membuktikan kasus sedot pulsa yang melibatkan operator tersebut apakah ranah pidana atau perdata.

     "Saya melihatnya, kasus penyedotan pulsa lebih tepat sebagai kasus perdata dan bagi operator cukup dikenakan sanksi administratif. Selama ini polisi menggunakan delik pidana dalam penanganan kasus sedot pulsa yang saya nilai kurang tepat," ujarnya.

     Dikatakan, dalam kasus penyedotan pulsa sangat sulit dibuktikan adanya pencurian atau penipuan, sehingga wajar jika Kejaksaan mengembalikan BAP itu. Penanganan proses itu, kata Assegaf, ditangani langsung oleh Jaksa peneliti kasus pencurian pulsa itu dipimpin Tatang Sutarna.  
    
     Sumber Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan, mengembalikan berkas dua tersangka kasus dugaan pencurian pulsa petinggi Telkomsel, Krisnawan Pribadi, dan Direktur PT Colibri, Nirmal Hiro Barmawi, ke Mabes Polri, agar berita acara pemeriksaan/BAP sesuai dengan materi hukum dan proses hukum. "Kejaksaan tidak akan tergesa-gesa dalam memeriksa masalah itu," kata Tatang Sutarna seraya menambahkan, itu sebabnya, berita acara kita kembalikan atau belum sampai P21.

     Sebelumnya, dari diskusi panel mengenai kasus sedot pulsa dari tinjauan akademisi terungkap bahwa kasus sedot pulsa tidak tepat bila disebut tindak pidana perorangan mengingat pulsa bukanlah barang dan lebih tepat disebut tindak pidana korporasi dan atau perdata.

     Menurut praktisi hukum Sulaiman Sembiring, urusan sedot pulsa sudah diatur dalam UU No. 36 tentang Telekomunikasi tahun 1999, Permenkominfo No. 1 tahun 2010, dan UU Perlindungan Konsumen di mana sanksi yang bisa diterapkan adalah sanksi administratif berupa denda, penggantian pulsa konsumen, hingga penghentian operasional layanan.

     Para pembicara dalam diskusi panel tersebut juga menyimpulkan bahwa penyedotan pulsa harus dilihat sebagai ultimum remedium, yaitu apabila hukum lain bisa dijalankan, maka pidana harus dihindarkan, karena ada sanksi administratif dan sanksi perdata.

     Pemikiran itu juga sejalan dengan pendapat ahli hukum Pidana, Dr. Andi M. Hamzah yang mengatakan, sebaiknya Mabes Polri yang saat ini sedang menangani masalah kasus sedot pulsa, lebih diarahkan kepada kasus hukum perdata, karena yang dirugikan adalah masyarakat pengguna seluler yang tertipu promosi.

     "Jika masalah itu ke ranah Pidana, orang ataupun pihak-pihak yang selama ini merasa dirugikan karena penyedotan pulsa itu tidak akan pernah mendapat ganti rugi atas kerugian yang dideritanya," ujar Andi  
    
     Dikatakan, kalau dibawa ke ranah Perdata, pihak yang menderita kerugian akibat ulah perusahaan content provider bisa mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, sementara jika dimasukkan ke unsur pidana, pelaksanaannya akan kurang optimal karena sebagian besar masyarakat curiga bahwa jika di bawa ke ranah pidana hukumannya tidak akan optimal.

COPYRIGHT © 2012

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan