Sabtu, 31 Mac 2012

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Setgab Koalisi: Strategi Politik PKS Harus Diakhiri

Posted: 31 Mar 2012 10:44 AM PDT

Setgab Koalisi: Strategi Politik PKS Harus Diakhiri

Icha Rastika | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Minggu, 1 April 2012 | 00:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi, Syarif Hasan menyatakan, gaya berpolitik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak mengedapankan loyalitas terhadap koalisi, harus diakhiri. Syarif yang juga menteri Koperasi dan UKM itu mengatakan, Setgab Koalisi sudah solid kecuali PKS.

"Tidak boleh terjadi lagi lah. Politik yang tidak loyal, harus diakhiri," kata Syarif di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (31/3/2012).

Dia menanggapi sikap politik PKS dalam rapat paripurna DPR, Jumat (30/3/2012) hingga Sabtu (31/3/2012) dini hari, yang berseberangan dengan sikap partai-partai koalisi lainnya. PKS memilih menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan mempertahankan Pasal 7 Ayat (6) Undang-Undang APBN 2012.

Syarif pun turun langsung ke DPR untuk memantau rapat paripurna kemarin. Menurutnya, ketua Setgab akan menyiapkan sanksi bagi partai yang kerap membelot seperti PKS.

Saat ditanya apakah sebaiknya PKS didepak dari Setgab Koalisi, Syarif yang juga anggota dewan pembina Partai Demokrat itu enggan menjawab tegas. "Macam-macam lah itu, bisa PKS-nya tidak boleh begitu lagi," ujarnya. Demikian juga ketika ditanya bagaimana jika menteri dari PKS dicopot. "Kalau reshuffle, itu domainnya presiden," kata Syarif.

Presiden Nilai Rencana Kenaikan BBM Dipolitisasi

Posted: 31 Mar 2012 10:28 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, pembahasan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dipolitisasi. Segala sesuatunya, kata Yudhoyono, dikait-kaitkan dengan kepentingan politik, kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.

Hal tersebut diungkapkan Yudhoyono dalam jumpa pers seusai memimpit rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, Jumat (31/3/2012). Kondisi yang demikian, lanjut Yudhoyono, membuat pembahasan dan pemikiran terkait opsi ini, berjalan kurang objektif dan rasional. Padahal, menurutnya, pemeirintah mengajukan opsi kenaikan harga BBM semata-mata untuk menyelamatkan perekonomian nasional.

"Salah satunya yang perlu pemerintah lakukan adalah untuk bersama-sama DPR melakukan perubahan APBN 2012. Mengapa? Karena banyak hal yang sudah tidak sesuai lagi, misalnya harga minyak mentah, nilai tukar rupiah, takaran pertumbuhan, dan angka inflasi," ujar Yudhoyono.

Penyesuaian harga BBM bersubsidi, menurutnya, perlu dilakukan untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut. "Dan kalau tidak diubah, maka yang terjadi adalah sasaran yang telah kita tetapkan tidak dapat kita capai. Bisa terjadi defisit yang besar, melebihi ketentuan yang diharuskan undang-undang," ujar Yudhoyono.

Lagipula, bukan kali ini saja pemerintah menaikan haga BBM. Berdasarkan catatan sejak Indonesia merdeka, kata Presiden, pemerintah 38 kali menaikkan hharga BBM. "Di era reformasi, tujuh kali, termasuk di saat Presiden Gus Dur dan Megawati," katanya.

Di era pemerintahannya sendiri, Yudhoyo mengaku tiga kali menaikkan harga BBM. Namun, tiga kali pula pemerintah menurunkan harga BBM. "Saya yakin, bahwa setiap presiden dan pemerintah yang dipimpinnya, yang naikkan BBM itu pastilah bukan untuk sengsarakan rakyatnya," tegas Yudhoyono.

Seperti diberitakan sebelumnya, rapat paripurna DPR yang berlangsung Jumat (30/3/2012) hingga Sabtu dini hari menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam pasal 7 Undang-Undang No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Dengan demikian, pemerintah mendapat kewenangan menaikan atau menurunkan harga BBM di saat kondisi tertentu, yakni manakala ada perubahan 15 persen atau lebih rata-rata selama enam bulan terakhir terhadap ICP.

Dalam pasal itu disebutkan pula bahwa kewenangan pemerintah diberikan untuk menetapkan kebijakan pendukung sebagai respon dari penyesuaian harga BBM itu. "Sebenarnya kewenangan pemerintah seperti itu bukan luar biasa, karena otoritas atau kewenangan itu juga berlaku di banyak negara, dan berlaku di Indonesia sejak pemerintahan yang lalu," kata Yudhoyono.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan