Selasa, 8 November 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Saksi beratkan mantan Dirut PLN

Posted: 08 Nov 2011 06:56 AM PST

Mantan Direktur Utama PLN, Eddie Widiono. (FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo)

Berita Terkait

Video

Jakarta (ANTARA News) - Kesaksian para saksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi mantan Direktur Utama PLN Eddie Widiono Suwondho di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memberatkan terdakwa.

Mantan Tim Reevaluasi dan Negosiasi proyek pengadaan outsourcing Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) Disjaya Tangerang yang di mulai sejak tahun 2001, Syarief Maulana, dalam persidangan di Jakarta, Selasa, mengaku mengetahui perihal surat penunjukan langsung yang dilakukan mantan Dirut PT PLN terkait proyek tersebut.

Syarief mengaku mengetahui perihal surat yang ia sebut sebagai penunjukan langsung dari mantan Dirut PT PLN dalam proyek CIS-RISI tersebut.

Meski ia tergabung dalam bagian teknologi, sehingga tidak mengetahui persis proses pembahasan proyek PT PLN tersebut, tetapi ia mengaku sempat mengetahui adanya penunjukkan langsung dalam proyek itu.

"Penunjukan atas perintah Dirut. Saya melihat memang ada suratnya," ujar dia.

Atas kesaksian tersebut, terdakwa Eddie Widiono membantah keras. Ia menegaskan hal tersebut merupakan instruksi kepada ketua tim untuk melanjutkan negosiasi.

"Saya keberatan dengan keterangan saksi yang mengatakan adanya perintah penunjukan Langsung. Apa yang telah disampaikan saksi Syarif tidak berdasar," ujar dia.

Selain Syarief, mantan Tim Reevaluasi dan Negosiasi proyek PLN tersebut yakni Muh Husein Hidayat juga ikut bersaksi. Dalam sidang sebelumnya mantan Menteri BUMN ikut bersaksi, yakni Sofyan Djalil dan Laksamana Sukardi.

Kasus dugaan korupsi proyek CIS-RISI ini diperkirakan merugikan negara sekitar Rp46 miliar.
(T.V002/I007)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Lembaga peradilan Tipikor masih dibutuhkan

Posted: 08 Nov 2011 06:52 AM PST

Samarinda (ANTARA News) - Pengamat Hukum Kalimantan Timur menilai bahwa sistem penerimaan dan kinerja hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memang mendesak dibenahi, bukan membubarkan lembaga peradilannya.

"Lembaga peradilan Tipikor masih dibutuhkan karena kualitas dan kuantitas korupsi di daerah cenderung terus meningkat," kata Prof Sarosa Hamongpranoto, M Hum, SH di Samarinda, Selasa.

"Hakim Tipikor merupakan hakim `adhock` dan pada proses pendaftarannya saja sudah bermasalah sehingga saya kurang sependapat jika pengadilan Tipikor yang dibubarkan sebab yang mengambil keputusan yang dinilai bermasalah adalah hakimnya dan lembaga peradilannya," ujar dia.

Hal itu menanggapi vonis bebas 14 anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif.

Guru Besar Universitas Mulawarman Samarinda itu menilai, pengadilan Tipikor sangat dibutuhkan sebab kasus korupsi juga banyak terjadi di daerah.

"Keberadaan pengadilan Tipikor di daerah sangat diperlukan sebab tidak semua kasus koruspi harus diselesaikan di Jakarta. Pengadilan Tipikor hanyalah wadah sehingga jika ada keputusan yang dianggap salah, bukan pengadilannya yang mesti dibubarkan," katanya mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Mulawarman itu.

Vonis bebas terhadap 14 anggota DPRD Kutai Kartanegara nonaktif pada Pengadilan Tipikor tersebut kata Sarosa Hamongpranoto belum `inkrah` (belum memiliki kekuatan hukum tetap) sehingga prosesnya masih panjang.

"Vonis tersebut tidak ada masalah sebab masih harus diuji setelah jaksa menyatakan banding dan dari hasil pengujian Mahkamah Agung tulah bisa dilihat apakah keputusan yang diambil hakim itu salah atau tidak, ujarnya.

"Jadi, vonis tersebut bukan keputusan final sehingga masyarakat tidak perlu menanggapi secara negatif dengan menuntut pembubaran Pengadilan Tipikor," kata Sarosa menambahkan.

Dia menilai bahwa hakim pengadilan Tipikor harus memiliki kompentensi dan pengalaman yang cukup untuk memimpin sebuah proses persidangan tindak pidana korupsi .

"Hakim Tipikor harus melalui proses yang panjang dan bukan setelah dinyatakan lulus kemudian mendapat SK langsung menjadi hakim Tipikor," ujar Sarosa.
(T.A053/I014)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan