Sabtu, 24 September 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Pembiaran Pelanggaran Etik Rendahkan Martabat Komite Etik KPK

Posted: 24 Sep 2011 08:29 AM PDT

Pembiaran Pelanggaran Etik Rendahkan Martabat Komite Etik KPK

R. Adhi Kusumaputra | Robert Adhi Ksp | Sabtu, 24 September 2011 | 22:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan pelanggaran etik oleh Chandra M Hamzah tidak bisa diabaikan gara-gara bersumber dari mulut Nazaruddin yg telah menjadi pesakitan.

Pelanggaran kode etik adalah pintu masuk dan berpotensi terjadi tindak pidana. Jadi tidak cukup dengan Konpres Chandra, lalu pelanggaran etik diabaikan.

-- Hendardi

"Salah satu cara memperkuat KPK adalah menyikapi secara serius dugaan pelanggaran etik tersebut. Membiarkannya tanpa pertanggungjawaban akan melahirkan preseden buruk dan noda dalam KPK. Pelanggaran kode etik adalah pintu masuk dan berpotensi terjadi tindak pidana. Jadi tidak cukup dengan Konpres Chandra, lalu pelanggaran etik diabaikan," kata Ketua BP Setara Institute, Hendardi dalam siaran persnya kepada Kompas, Sabtu (24/9/2011) malam.

Menurut Hendardi, pembiaran pelanggaran etik tanpa pertanggungjawaban, jelas merendahkan martabat Komite Etik yang justru dibentuk utk menegakkan kode etik pimpinan KPK.

Jika benar, maka komite etik hanya menjadi binatu dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK. Cara ini justru melemahkan KPK secara institusional. Karena saya masih menaruh kepercayaan pada anggota komite etik seperti Buya Syafii, maka semestinya Komite Etik dapat mengambil tindakan khusus atas dugaan pelanggaran etik ini," tandas Hendardi.

SPI : Surplus Pangan Hanya Pencitraan

Posted: 24 Sep 2011 07:58 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) menuding pemerintah telah mengelabui rakyat dengan pernyataan bahwa Indonesia masih mengalami surplus pangan. Data-data Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian (Kemtan), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dianggap sekadar pencitraan untuk menutupi kegagalan pemerintah.

"Kami pertanyakan dari mana datangnya data surplus pangan, lahan pertanian semakin luas, dan data angka kemiskinan berkurang," tandas Henry Saragih, Ketua Umum SPI kepada Kompas.com di Bundaran HI, Jakarta, Sabtu (24/9/2011).

Dia mengatakan, informasi yang dikumpulkan staf SPI di daerah justru menunjukkan fakta sebaliknya. Data SPI menunjukkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan nonproduktif sebesar 10.000 hektar per tahun. "Kalau lahan pertanian menyusut drastis, bagaimana mungkin terjadi surplus pangan," tanya Henry.

Apalagi, data tenaga kerja di bidang pertanian juga menunjukkan ketimpangan yang kurang mendukung produktivitas. Pasalnya, hasil penelitian Perhimpunan Sarjana Petani Indonesia menunjukkan tenaga kerja di bidang pertanian saat ini didominasi struktur usia di atas 45 tahun. Hasil kajian mereka pada 2011 menunjukkan, krisis petani usia produktif sudah terjadi di Cianjur (Jawa Barat), Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi.

Karena itu dia beranggapan laporan yang diberikan BPS, Kemtan, dan Kemendag sekadar pencitraan untuk memberi gambaran kesuksesan pemerintah.

"SBY tidak mampu menunjukkan perbaikan angka kemiskinan secara signifikan. Padahal, dia sudah memimpin cukup lama, dua periode," ujar Henry.

Dia beranggapan, kegagalan itu disebabkan oleh kebijakan berorientasi pada sektor perdagangan dan bisnis. Alhasil, surplus pangan yang diklaim pemerintah bisa dipandang sebagai hasil impor, bukan dari produksi dalam negeri atau bukti swasembada pangan.

"Jadi, surplus pertanian, pertambahan lahan sawah, turunnya angka kemiskinan, itu semua masih sebatas pencitraan, bukan fakta," kata Henry.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan