Rabu, 31 Ogos 2011

KOMPAS.com - Regional

KOMPAS.com - Regional


Benda Mencurigakan Ternyata Hanya Koran

Posted: 31 Aug 2011 08:36 AM PDT

Benda Mencurigakan Ternyata Hanya Koran

Antonius Ponco A. | Robert Adhi Ksp | Rabu, 31 Agustus 2011 | 15:36 WIB

AMBON, KOMPAS.com - Benda mencurigakan yang diamankan oleh Satuan Gegana Kepolisian Daerah Maluku di kawasan Tanjung Batu Merah, Ambon, Maluku, Rabu (31/8/2011) pagi, dan sempat membuat sejumlah warga khawatir, isinya ternyata hanya koran.

Lokasi tempat ditemukannya benda mencurigakan itu memang sering dipakai oleh loper koran. Jadi, bungkusan itu ada kemungkinan milik salah satu loper koran.

-- Joko Susilo

"Lokasi tempat ditemukannya benda mencurigakan itu memang sering dipakai oleh loper koran. Jadi, bungkusan itu ada kemungkinan milik salah satu loper koran," ujar Kepala Kepolisian Resor Ambon Ajun Komisaris Besar Joko Susilo di Ambon, Rabu (31/8/2011), setelah mendapatkan laporan dari satuan gegana mengenai benda mencurigakan yang mereka ambil.

Seperti diberitakan sebelumnya, barang mencurigakan tersebut ter bungkus oleh sampul berwarna cokelat tanpa ada tulisan apapun di bagian luar sampul. Karena khawatir benda itu berbahaya, sejumlah tukang ojek yang menemukannya, melaporkannya kepada kepolisian.

Joko melanjutkan, tidak ada laporan gangguan keamanan sejak pawai takbiran digelar pada Selasa (30/8/2011) malam sampai perayaan Idul Fitri hari ini di Ambon. Tali persaudaraan antar umat beragama sudah semakin erat, sehingga hari raya umat Islam bisa berlangsung aman dan damai.

1 Syawal An-Nadzir Jatuh 31 Agustus

Posted: 31 Aug 2011 08:12 AM PDT

MAKASSAR, KOMPAS.com - Pro kontra tentang penetapan 1 Syawal bagi umat muslim di Indonesia tak berpengaruh bagi Jamaah An-Nadzir. Bagi komunitas yang memiliki ciri khas dengan pakaian hitam-hitam dan berambut pirang, hitungan 1 Syawal jatuh tepat pada hari Rabu, 31 Agustus 2011.

Maka pada Rabu pagi (31/08/2011), ribuaan jamaah An-Nadzir melaksanakan Idul Fitri, di kawasan Mawang, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka dengan khusuk menjalani rutinitas tahunan usai menjalankan ibadah puasa.

Pimpinan An-Nadzir, Ustadz Lukman A Bakti mengatakan perayaan kali ini bertepatan dengan pemerintah bukan ikut-ikutan semata. Tapi berdasarkan tanda-tanda alam dan perhitungan isbat yakni tanda bulan dan air laut. Mereka sudah mengamati pergerakan posisi bulan selama tiga hari. "Kami dapat petunjuk tanda-tanda alam berdasarkan pergantian bulan terbitnya 15 derajat naik lagi dan surut total pukul 13.00 wita. Jadi bukan ikut-ikutan pemerintah," kata Lukman.

Mereka pun memutuskan buka puasa setelah memastikan tanda-tanda alam menunjukkan 1 Syawal. Selain tanda-tanda bulan, mereka juga mengamati pasang dan surutnya air laut di dua tempat yakni Pantai Galesong Takalar dan Pantai Kolaka.

"Seandainya waktu itu pukul 7.00 wita ada tanda alamnya jelas, maka kemarin kami melaksanakan lebaran. Tapi tandanya keluar pukul 11.00, maka kami melaksanakan Shalat Idul Fitri hari ini. Sebab syarat Shalat dan Khutbah pada sepenggal matahari naik pada posisi jam 7.00 pagi," tambah Lukman.

Jamaah An-Nadzir ini memiliki ciri yang khas yakni mereka mengenakan jubah dan sorban berwarna hitam yang dipadukan dengan ikatan kepala berwarna putih dan berambut pirang. Sedangkan penduduk sekitar umumnya mengenakan baju koko dan jubah berwarna putih.

Nama An Nadzir berarti pemberi peringatan. Jamaah ini tidak mengacu pada aliran tertentu baik Sunni maupun Syiah, namun menolak dikatakan ikut aliran atau komunitas eksklusif. Seperti umat muslim lain, mereka mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Al Quran dan Al Hadis.

Jamaah An Nadzir memiliki pengikut sekitar 5000 orang yang tersebar di wilayah Sulsel, tersebar di Makassar, Kabupaten Maros, Kota Palopo, dan Kabupaten Gowa. Karena jamaah An-Nadzir sebagian besar di Sulawesi Selatan, maka pusat kegiatan diadakan di Gowa.

Jamaah An Nadzir mengisi Ramadan dengan berbagai kegiatan, kecuali salat tarawih berjamaah. Menurut Lukman, tidak dilaksakannya salat tarawih sesuai dengan tuntunan Rasul. "Salat tarawih tidak dilaksanakan untuk menghindari jadi wajib," jelas Lukman.

Dalam penjelasannya, di zaman Nabi Muhammad memang pernah melaksanakan salat tarawih pada malam 23, 25, dan 27. Namun, setelah itu tidak dilaksanakan lagi karena khawatir nanti salat tarawih menjadi kewajiban. Maka aktifitas mereka di bulan puasa adalah meningkatkan ibadah mengaji dan shalat lainnya.

Jamaah berbuka puasa dengan patokan alam, yakni saat tenggelamnya matahari dan tidak mengacu pada jam tertentu. Mereka percaya tanda-tanda alam adalah patokan untuk menjalankan ibadah.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan