Jumaat, 15 Julai 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Andi: Di Panja, Semua Bisa Bicara

Posted: 15 Jul 2011 11:41 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com Andi Nurpati, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), menanggapi dengan santai proses di Panja Mafia Pemilu di DPR yang menyudutkan dirinya. Menurut Andi, semua orang dapat berbicara di Panja meskipun tanpa bukti.

"Di Panja, orang semua bisa bicara. Kalau di sini (Polri) harus dengan bukti-buktinya. Karena itu, kita berharap pemeriksaan ini sesuai dengan proporsi," kata Andi seusai diperiksa di Bareskrim Polri, Jumat (15/7/2011) sekitar pukul 23.20.

Andi diperiksa sejak pukul 11.00. Pemeriksaan Andi kali ini adalah pemeriksaan pertama sebagai saksi, terkait kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I.

Andi bersaksi untuk tersangka Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK. Hasan telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Sebelumnya, keluar terlebih dulu Arsyad Sanusi, mantan hakim MK yang juga diperiksa sebagai saksi.

Andi mengatakan, dalam pemeriksaan, ia ditanya 17 pertanyaan seputar substansi amar putusan MK. KPU sempat memohonkan penjelasan ke MK atas putusan itu. "Kemudian ditanya surat MK Nomor 112 (palsu) dan 113 tertanggal 14 Agustus 2009," kata Andi.

Andi mengatakan, penyidik sempat memperlihatkan berbagai dokumen, di antaranya surat MK Nomor 112 dan 113. Kepada penyidik, Andi mengaku tak tahu-menahu soal surat palsu yang dipakai dalam rapat pleno KPU ketika memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai calon anggota legislatif (caleg) terpilih dari Partai Hanura.

"Seluruh komisioner KPU tidak tahu bahwa surat yang digunakan adalah palsu. KPU baru mengetahui bahwa surat itu palsu pada saat MK memberikan surat tertanggal 16 September 2009 ," jelas Andi.

Andi akan kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Senin pekan depan karena pemeriksaan hari ini belum rampung. "Kami siap kapan saja," kata Denny Kailimang, pengacara Andi.

Seperti diberitakan, dalam Panja, nama pengurus Partai Demokrat itu disebut-sebut terlibat. Saat memberikan keterangan di Panja, Andi mengaku tak tahu-menahu mengenai surat dengan nomor 112 dan 113 yang dikirimkan melalui faksimile. Dalam surat nomor 112, putusan MK dimanipulasi sehingga berisi penambahan suara untuk Dewi.

Andi juga mengaku tak menerima dan menyimpan surat asli yang berisi jawaban putusan MK dengan nomor yang sama, yakni 112 dan 113 tertanggal 17 Agustus. Namun, pengakuan Andi itu berbeda dengan keterangan Haryo, sopir Andi, dan stafnya di KPU, Matnur.

Matnur mengaku disuruh Andi untuk menyimpan surat nomor 112. Dalam surat tersebut tidak tertulis penambahan suara sehingga kursi itu seharusnya untuk Mastiriani Habie, caleg dari Partai Gerindra.

Keterangan yang menyudutkan Andi juga disampaikan Wakil Kepala Biro KPU, Sigit Joyowardono. Menurut Sigit, sebelum Andi berpamitan untuk keluar dari KPU, Andi menyerahkan file surat asli MK kepada Kepala Biro Hukum KPU, WS Santoso. Surat itu sudah disimpan setahu Andi.

Andi juga diketahui membaca paparan kajian mengenai penambahan suara untuk Dewi Yasin Limpo dalam rapat Pleno KPU pada 21 Agustus 2009 dan 2 September 2009. Pembacaan pemaparan itu diduga berdasarkan surat palsu.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

KPK Tahan Pejabat ESDM

Posted: 15 Jul 2011 07:49 AM PDT

Dugan Korupsi

KPK Tahan Pejabat ESDM

Icha Rastika | Agus Mulyadi | Jumat, 15 Juli 2011 | 20:15 WIB

Channel News Asia

Ilustrasi: Panel solar senilai 2,3 juta dollar yang dipasang di atap apartemen The Housing and Development Board(HDB) Singapura.

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (15/7/2011), menahan pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ridwan Sanjaya, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) di Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian ESDM, tahun anggaran 2009.

Dari Gedung KPK Ridwan lalu digiring ke Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dengan mobil tahanan.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, Ridwan akan ditahan hingga 20 hari ke depan."Terhitung sejak hari ini hingga 20 hari pertama," kata Johan.

Saat dimintai komentar soal penahanannya, Ridwan enggan berkomentar. Ridwan yang mengenakan batik lengan panjang itu hanya menjawab, "Semua bertanggung jawab," saat ditanya siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan SHS tersebut.

Sebelumnya, KPK menetapkan Ridwan sebagai tersangka bersama Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi ESDM Jacobus Purwono. Keduanya diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan penggelembungan harga dan penyalahgunaan wewenang.

Selaku pejabat pembuat komitmen, Ridwan juga diduga menerima uang dari perusahaan penjual barang yang menjadi rekanan dalam proyek pengadaan itu.

Akibat perbuatan mereka, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 131 miliar. Ridwan dan Jacobus lantas disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan