Khamis, 30 Jun 2011

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


Jerman Menuju Negara Bebas Nuklir

Posted: 01 Jul 2011 03:39 AM PDT

Jerman Menuju Negara Bebas Nuklir

Egidius Patnistik | Jumat, 1 Juli 2011 | 10:39 WIB

BERLIN, KOMPAS.com - Jerman telah memutuskan untuk menutup semua reaktor nuklirnya tahun 2022. Keputusan itu akan menjadikan Jerman sebagai negara industri besar pertama yang sepenuhnya menolak penggunaan reaktor nuklir menyusul bencana di PLTN Fukushima, Jepang, Maret lalu.

Bundestag, majelis rendah parlemen Jerman, Kamis (30/6/2011), menyetujui dengan suara mayoritas rencana nasional untuk keluar dari tenaga nuklir pada tahun 2022. Keputusan tersebut akan mendorong negara ekonomi terbesar Eropa itu ke jalur energi terbarukan. RUU tersebut disahkan dengan suara 513 mendukung, sembilan abstain, dan 79 menentang.

Jerman telah mengumumkan rencana untuk keluar dari energi nuklir pada 30 Mei. Sejak itu, delapan reaktor nuklir Jerman telah benar-benar ditutup dan sembilan pembangkit nuklir lainnya harus ditutup pada tahun 2022.

Sementara negara-negara lain, termasuk Inggris dan Perancis, berencana untuk membangun lebih banyak reaktor nuklir, Jerman akan meningkatkan penggunaan tenaga angin dan tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Kanselir Jerman, Angela Merkel, terpaksa menelan ludahnya sendiri setelah sebelumnya mengatakan teknologi pembangkit nuklir itu aman, demi mempertahankan dukungan publik dan politik. Terlepas dari kenyataan bahwa Jerman memperoleh 23 persen kebutuhan energinya dari 17 reaktor nuklirnya, sembilan yang saat ini masih berjalan pada kapasitas penuh, ia mengklaim bahwa angin dan energi surya bisa memenuhi kekurangan tersebut.

"Ini lebih dari sekedar sebuah konsensus untuk keluar dari nuklir, ini merupakan konsensus untuk beralih ke energi terbarukan," kata Merkel. "Kami ingin tetap menjadi negara industri dan mempertahankan pertumbuhan. Tapi kami ingin mengatur pertumbuhan itu sehingga kami menjamin kualitas kehidupan bagi generasi mendatang juga," katanya.

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Kisah Partai "Titisan" Thaksin

Posted: 01 Jul 2011 02:43 AM PDT

DALAM sebuah kampanye pemilu, Yingluck Shinawatra (43) mengajukan sebuah pertanyaan kepada massa pendukungnya. Yingluck adalah saudari kandung mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra (61) dan calon PM yang diusung Partai Puea Thai (Untuk Thai).

"Saya tak tahu seberapa besar cinta kalian kepada Thaksin. Tetapi, bisakah Anda semua membagi cinta itu kepada saya, adik bungsunya?" ujar Yingluck.

Figur Yingluck terbilang "pendatang baru" dalam peta politik Thailand. Banyak kalangan menyebut Yingluck tak lebih sekadar "kloning" sekaligus representasi Thaksin, kakaknya, yang saat ini mengasingkan diri di Dubai, Uni Emirat Arab.

Penilaian itu tak pernah dibantah, termasuk oleh Yingluck. Bahkan, Yingluck mengaku "sama dan sebangun" dengan kakaknya, baik dalam konteks bisnis maupun visi politik.

Thaksin meninggalkan negerinya tahun 2008, beberapa saat sebelum vonis dua tahun penjara dalam kasus korupsi dijatuhkan kepada dirinya secara in absentia. Thaksin juga bisa terkena tuduhan terorisme dengan ancaman hukuman mati terkait insiden berdarah ketika para loyalisnya, kelompok "Kaus Merah", berunjuk rasa menentang pemerintah dan bentrok dengan aparat.

Tidak hanya Yingluck, keberadaan Partai Puea Thai pun dinilai menjadi semacam "representasi" sosok Thaksin. Partai itu terlihat seperti "penjelmaan" Partai Thai Rak Thai, pengusung Thaksin yang menang telak pada pemilu tahun 2001 dan 2005.

Semasa memerintah, Thaksin sangat populer dengan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat pinggiran. Sebut saja kebijakan "Pinjaman Desa" berupa alokasi dana senilai 1 miliar baht yang bisa dimanfaatkan untuk pinjaman perorangan.

Skema pinjaman individual ke 75.000 desa se-Thailand ketika itu juga disebut sebagai program kredit mikro tercepat implementasinya sedunia.

Thaksin diduga masih memegang kendali sepenuhnya atas partai politik baru itu. Apalagi, Yingluck berada dalam posisi teratas tokoh Partai Puea Thai yang menjadi kandidat PM Thailand jika mereka menang telak.

Seperti Thaksin dan partai Thai Rak Thai, Partai Puea Thai memiliki basis massa pendukung yang terkonsentrasi di kawasan utara dan timur laut Thailand. Kedua kawasan itu relatif tertinggal secara ekonomi dibandingkan dengan wilayah lain di Thailand.

Puea Thai juga memiliki "musuh politik" dari kalangan sama, militer dan elite pemerintahan. Kondisi itu yang diyakini bakal menyulitkan mereka untuk membentuk koalisi jika tak berhasil menang dengan perolehan suara mayoritas.

Dari sisi aturan main, keinginan untuk kembali ke kancah perpolitikan di Thailand bagi Thaksin dan pendukungnya bukanlah perkara mudah

Pemilu Thailand digelar untuk memperebutkan 500 kursi parlemen majelis rendah (DPR). Dari 42 parpol yang mendaftar, hanya 7 yang memenuhi syarat, yaitu memenangi kursi parlemen pada pemilu tahun 2007.

Dari total 500 kursi parlemen yang diperebutkan itu, sebanyak 375 kursi mewakili konstituen di 76 provinsi. Sebagai ibu kota negara, Bangkok memperoleh alokasi kuota sebanyak 33 kursi di parlemen. Sisa 125 kursi akan ditentukan perolehannya dari hasil perolehan suara pemilu, Minggu besok.

Untuk bisa menang telak, parpol peserta pemilu harus mampu meraup perolehan suara mayoritas atau setara dengan lebih dari 50 persen total kursi.

Hal itu sangat sulit terwujud dalam pemilu mendatang, bahkan ketika banyak jajak pendapat menilai popularitas Partai Puea Thai di posisi teratas dan terus menanjak.

Sejumlah pengamat memprediksi Puea Thai mampu mengantongi kemenangan dengan perolehan jumlah kursi lebih banyak daripada Partai Demokrat, partai pemerintah yang menjadi pesaing utama mereka. Partai Puea Thai diperkirakan sanggup meraup 220-240 kursi.

Namun, hal itu tak otomatis membuat mereka bisa "menghela napas" lega. Untuk membentuk pemerintahan yang stabil dan aman dari "gangguan" lawan politiknya, Puea Thai harus mencari "rekanan" untuk berkoalisi.

Dukungan hanya dari satu parpol berperolehan medium dianggap sebagian kalangan masih belum cukup untuk kebutuhan membentuk pemerintahan yang stabil dan "aman". Belum lagi kemungkinan ada semacam "kudeta sunyi" yang dilancarkan seteru politiknya, Partai Demokrat dan kalangan militer. Caranya dengan "merayu" parpol-parpol lain agar menolak tawaran koalisi Puea Thai dan lebih "merapatkan barisan" ke Partai Demokrat.

Petahana

Partai Demokrat sebagai pesaing terkuat Puea Thai mengusung PM petahana Abhisit Vejjajiva. Secara terang-terangan, Abhisit menyerang Thaksin dengan mengajak para calon menyingkirkan "racun Thaksin".

Abhisit juga menuduh isu rekonsiliasi yang dibawa Puea Thai hanyalah "kedok" untuk menyamarkan rencana mereka menempatkan Thaksin kembali ke pusaran politik Thailand.

"Rekonsiliasi digunakan sebagai kedok untuk mendapat amnesti bagi Thaksin. Itu tidak benar. Ini tidak fair bagi rakyat Thailand, menempatkan kepentingan Thaksin di atas kepentingan rakyat atau negara," ujar Abhisit menjelang pemilu.

Partai Demokrat berjuang keras menyaingi popularitas Puea Thai, terutama di daerah pedesaan. Apalagi, Puea Thai dan Yingluck terus memimpin dalam jajak pendapat.

Namun, Abhisit belum mau menyerah. "Selalu ada peluang untuk kalah dalam setiap lomba. Namun, kami masih punya beberapa hari. Belum waktunya memikirkan hal itu," ujarnya (AFP/BBC/REUTERS/AP/DWA)

Sent Using Telkomsel Mobile Internet Service powered by

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan