Ahad, 26 Mei 2013

Republika Online

Republika Online


Studi: Bahaya Minuman Soda Seperti Narkoba

Posted: 26 May 2013 07:47 PM PDT

Senin, 27 Mei 2013, 09:47 WIB

healthnews.com

REPUBLIKA.CO.ID, PHILADELPHIA -- Mengkonsumsi soda berlebihan diketahui dapat memicu pembusukan pada gigi. Namun ternyata, sebuah studi mengungkap dampak buruk soda tersebut sama seperti dampak buruk yang dihasilkan oleh dua narkotika paling berbahaya di bumi.

Dr Mohamed Bassiouny, seorang profesor kedokteran gigi di Temple University School of Dentistry di Philadelphia meneliti seorang wanita berusia 30-an yang minum dua liter soda setiap hari selama lima tahun terakhir. Menurut Bassiouny, ia memiliki kerusakan gigi yang sama seperti seorang pengguna narkoba jenis meth dan kokain. 

Bassiouny juga meneliti seorang pecandu meth (29 tahun) yang mengkonsumsi dua hingga tiga kaleng soda biasa sehari, karena narkoba telah membuat mulutnya kering. Sementara pecandu kokain (51 tahun) juga seorang yang berlebihan mengkonsumsi soda. Keduanya mengakui belum pernah mendatangi dokter gigi selama bertahun-tahun.

"Tak satu pun dari gigi mereka yang terkena erosi bisa diselamatkan, " kata Bassiouny seperti yang dikutip Daily Mail.

Reporter : Halimatus Sa'diyah
Redaktur : Heri Ruslan

Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap((HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi))

  Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.

Ginza dan Lampu Sepeda

Posted: 26 May 2013 05:25 PM PDT

Catatan Jalan-Jalan Arif Satria

Senin, 27 Mei 2013, 07:25 WIB

.123rf.com

Seorang pengemudi sepeda di kawasan Ginza, Tokyo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Arif Satria (Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB)
Follow : @arif_satria

Malam itu hujan rintik-rintik. Ginza, salah satu pusat perbelanjaan di Tokyo masih tetap ramai. Ginza adalah tempat favorit bagi masyarakat kelas atas untuk berbelanja. Aneka barang merk berkelas tersedia. Di tengah keramaian itu, tiba-tiba sorotan lampu beberapa sepeda muncul. Memang orang jepang masih suka pakai sepeda. Meski di Tokyo yang bersepeda tak sebanyak di kota-kota kecil lainnya. Orang Tokyo lebih suka jalan kaki dan naik chikatetsuatau kereta bawah tanah, atau JR atau sebutan untuk kereta biasa. Sorotan lampu sepeda itulah yang membuat saya sejenak merenung:  betapa pedulinya orang Jepang soal keselamatan orang.

Pernah pada tahun 2004 an, pada malam hari saya bersepeda tanpa lampu di Kagoshima, kota kecil di bagian selatan Jepang. Teman saya, Sakamoto, menegur kalau saya melanggar aturan. Bagi saya itu apa artinya lampu untuk sebuah sepeda. Tapi bagi Jepang aturan adalah aturan, tak kenal kompromi. Lampu adalah alat keselamatan. Teguran itulah yang kemudian membuat saya teringat sebuah kejadian tahun 1988 di Pekalongan ketika saya diminta orang tua membeli obat malam hari dengan sepeda, dan saya ditilang polisi gara-gara naik sepeda balap tanpa lampu. Sepeda ditahan di kantor polisi dan lalu saya mendapat surat dari pengadilan negeri untuk mengikuti sidang. Pengadilan memutuskan bahwa saya bersalah dan harus membayar denda.Setelah dibayar sepeda dapat diambil kembali. Perhatian soal keselamatan sudah ada di kita sebenarnya. Aturan yang tegas pun sudah ada di masa lalu.

Namun, 20 tahun kemudian di Bogor saya menyaksikan keadaan yang sangat kontras. Sejak dua tahun lalu ketika melewati jalan Jenderal Sudirman-Jalan RE Martadinata ke arah Cimanggu, saya rajin menghitung dengan kasar jumlah angkot yang pada malam hari tidak menyalakan lampu. Ternyata, rata-rata ada sekitar 30 angkot pada jalur itu  yang malam hari tidak menyalakan lampu. Ini adalah pemantauan sekilas selama perjalanan pulang ke rumah  yang kurang lebih 20 menit. Saya tidak bisa bayangkan berapa jumlah angkot yang tidak menyalakan lampu yang bisa dicatat polisi bila polisi berdiri di jalan tersebut selama dua jam saja. Ini baru mobil belum kendaraan bermotor roda dua yang tentu angkanya bisa berlipat-lipat dari itu.

Lampu sepeda adalah alat keselamatan. Lampu motor dan mobil adalah alat keselamatan. Menyalakan lampu adalah bagian dari menjaga keselamatan diri dan orang lain. Bila di kita makin banyak sepeda, motor, dan mobil tak menyalakan lampu di malam hari, apakah berarti kita sudah tidak peduli soal keselamatan orang lain? Sorotan lampu sepeda di Ginza  kembali mengajarkan pada saya bahwa keselamatan orang itu mahal tak ternilai harganya

Redaktur : M Irwan Ariefyanto

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu(QS.Al-Baqarah:45)

  Isi Komentar Anda

Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan