Isnin, 11 Februari 2013

Sindikasi news.okezone.com

Sindikasi news.okezone.com


Kebocoran Sprindik Anas Sangat Politis

Posted: 11 Feb 2013 12:49 AM PST

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera melakukan pengusutan terhadap bocornya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang sempat bocor ke publik beberapa waktu lalu.
 
"Hal yang sangat disayangkan, parah dan memalukan. Hal ini harus diselidiki siapa yang membocorkan, apa motifnya. Saya yakin kebocoran ini sangat sarat dengan kepentingan," kata Anggota Komisi III Indra di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/2/2013).
 
Indra menilai, bocornya sprindik tersebut merupakan sebuah sinyalemen adanya faktor politis di dalamnya. Untuk itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendesak agar KPK segera mengusut hal tersebut.
 
Apabila nantinya ditemukan pihak yang secara sengaja membocorkan sprindik, sambung Indra, maka orang yang bersangkutan harus segera ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Bahkan, jika terbukti ada tindak pemalsuan dokumen.

(cns)

Sprindik Bocor, Direktur & Pimpinan KPK Terancam Sanksi

Posted: 11 Feb 2013 12:48 AM PST

JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi diterpa isu miring yang bisa mengancam citranya sebagai lembaga independen. Salah satu pucuk pimpinanan komisi antikorupsi ini diduga telah menyebar Surat Perintah Penyidikan (sprindik) untuk Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, dalam kasus proyek pembangunan sport center Hambalang, Jawa Barat.

Surat itu seperti menjawab desakan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelumnya meminta KPK segera memberi kejelasan status Anas dalam kasus korupsi yang sedang mereka tangani.

Belakangan, Sprindik yang terlanjur tersebar itu ditengarai palsu. Menurut juru bicara KPK Johan Budi, internal komisinya sedang melakukan validasi untuk menguji keaslian sprindik tersebut. "KPK masih melakukan validasi terhadap dokumen yang berkembang itu apakah dari dalam KPK atau dari luar atau dokumen itu palsu," kata dia di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2013).

Namun, Johan Budi menegaskan dokumen itu bukan Sprindik. Menurut Johan, dokumen itu baru sebatas draf administrasi dari penyidik yang berfungsi  sebagai rekomendasi untuk pimpinan KPK menerbitkan Sprindik. "Itu semacam draf persetujuan. Apalagi itu tidak bernomor, itu juga tidak lengkap tandatangan pimpinan KPK," terangnya.

Menurut Johan, sebelum KPK akhirnya mengeluarkan sprindik dalam menangani kasus korupsi, biasanya penyidik mengeluarkan draft untuk Sprindik dan harus dibubuhi tandatangan dari lima pimpinan. Draft itu keluar setelah diadakan ekspose atau gelar perkara. "Jadi itu bukan Sprindik," katanya.

Johan Budi melanjutkan, pimpinan KPK sedang merapatkan ihwal sprindik 'palsu' tersebut. Namun, dia mewanti-wanti agar sprindik 'palsu' itu tidak disimpulkan sengaja dibocorkan ke publik. "Nanti ada penjelasan resmi mengenai hiruk-pikuk ini. Jangan disimpulkan dulu ada kebocoran sebelum ada hasil dari validasi," ungkap Johan seraya menyatakan rapat itu minus kehadiran Ketua KPK Abraham Samad, karena sedang melakukan perjalanan ke luar negeri.

Johan Budi menyatakan draft itu bersifat rahasia. Hanya Direktur Penyelidikan, Direktur Penyidikan, Deputi Penindakan, Satuan Petugas yang menangani kasus dan lima pimpinan KPK yang mengetahui keberadaan draf tersebut. "Kalau dari hasil validasi itu benar dari dalam, maka akan ada pengusutan apakah ini melanggar kode etik atau tidak. Hasil validasi bisa diketahui kemungkinan sepekan lagi," terangnya.

Menurut Johan Budi, apabila draf itu diketahui disebar oleh pimpinan KPK setingkat Direktur, hukuman terberat yang bakal diterima adalah dipecat. "Tim Pengawas Internal akan membentuk Dewan Pertimbangan Pegawai. Hukuman terberat dipecat. Kalau agak berat diturunkan pangkatnya," terang Johan.

Namun, KPK akan membentuk Komite Etik apabila yang membocorkan draft itu diketahui salah satu dari lima pimpinan. Lima pimpinan itu Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Zulkarnaen, dan Adnan Pandu Praja. "Kalau yang membocorkan level pimpinan akan dibentuk Komite Etik. Tapi, kita tunggu saja hasil validasi," ungkap Johan tanpa menjelaskan lebih detail sanksi yang bakal mereka terima.
(trk)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan