Jumaat, 22 Februari 2013

KOMPAS.com - Internasional

KOMPAS.com - Internasional


AS Melarang Terbang Seluruh Armada F-35

Posted: 23 Feb 2013 02:11 AM PST

WASHINGTON DC, KOMPAS.com -- Pentagon melarang terbang seluruh armada pesawat tempur generasi terbaru F-35 Lightning II yang telah dioperasikan setelah ditemukan retakan pada bilah-bilah turbin mesin jetnya. Pesawat berteknologi siluman tersebut akan dilarang terbang sampai ditemukan akar masalah terbaru tersebut.

Keputusan pelarangan terbang 51 unit F-35 tersebut diambil Pentagon, Jumat (22/2/2013) waktu AS. "Masih terlalu dini untuk mengetahui dampak keseluruhan penemuan masalah ini, tetapi untuk berjaga-jaga, seluruh operasi F-35 dihentikan sampai penyelidikan telah tuntas dan penyebab retaknya bilah-bilah mesin ini bisa dipahami sepenuhnya," tutur Kyra Hawn, juru bicara program Joint Strike Fighter (JSF) yang mengembangkan F-35 sejak awal.

Retakan pada bilah turbin jet tempur generasi kelima tersebut ditemukan pada salah satu pesawat varian F-35A di Pangkalan Udara Edwards, California. Mesin yang retak sudah dikirim ke fasilitas produksi mesin Pratt&Whitney di Connecticut untuk diselidiki.

Saat ini Departemen Pertahanan AS telah mengoperasikan 51 pesawat dari tiga varian, yakni F-35A, F-35B, dan F-35C. Semua masih dalam tahap uji coba operasional, belum dikerahkan ke medan pertempuran yang sesungguhnya.

Pesawat F-35 digadang-gadang sebagai pesawat masa depan tulang punggung kekuatan udara Angkatan Bersenjata AS. Varian F-35A dirancang untuk menggantikan pesawat F-16 yang tinggal landas dan mendarat di landasan biasa dan selama ini menjadi andalan Angkatan Udara AS (USAF).

Sementara F-35B adalah pesawat yang dirancang tinggal landas dari landasan pendek dan mendarat secara vertikal (STOVL). Varian ini akan menggantikan armada pesawat AV-8B Harrier II yang selama ini menjadi andalan Korps Marinir AS (USMC).

Varian ketiga F-35C adalah pesawat yang dirancang untuk tinggal landas dan mendarat di atas geladak kapal induk. Pesawat ini diplot untuk menggantikan jet-jet tempur F/A-18 yang jadi andalan Angkatan Laut AS (US Navy) saat ini.

Pentagon berencana membeli 2.443 unit pesawat canggih tersebut dalam beberapa tahun mendatang. Beberapa negara sekutu utama AS juga turut serta dalam JSF dan akan membeli pesawat tersebut.

Namun, proyek JSF dirundung masalah sejak awal, yang membuat biaya pengembangan pesawat itu membengkak hingga hampir 400 miliar dollar AS, dan pada gilirannya membuat harga per unit pesawat sangat mahal. Beberapa negara sudah mengurangi atau bahkan sudah mempertimbangkan untuk membatalkan sementara pesanan mereka.

Makin Banyak WNI Berganti Kewarganegaraan Singapura

Posted: 22 Feb 2013 11:29 PM PST

Makin Banyak WNI Berganti Kewarganegaraan Singapura

Penulis : Kontributor Singapura, Ericssen | Sabtu, 23 Februari 2013 | 07:29 WIB

Kompas.com/ERICSSEN

Paspor Indonesia

TERKAIT:

SINGAPURA, KOMPAS.com — Data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura menunjukkan bahwa semakin banyak warga negara Indonesia yang memilih berganti kewarganegaraan menjadi warga Singapura sepanjang dua tahun terakhir. Menurut data itu, dari angka 630 pada tahun 2010, jumlah WNI yang berganti kenegaraan naik menjadi 870 pada tahun 2012 lalu. Walaupun begitu, angka tersebut masih di bawah rekor tertinggi, yaitu 1.180 pada tahun 2008.

Kebanyakan dari mereka yang memilih menjadi penduduk negeri jiran itu adalah warga yang telah menikah dengan warga Singapura. Mereka berasal dari berbagai etnis, seperti Jawa, China, dan Sunda.

Salah soerang warga, Eggy Laxmi, menceritakan bahwa dia memutuskan "menanggalkan" paspor Indonesia karena dia kesulitan mencari pekerjaan di Jakarta. Saat ini, dia telah menikah dengan pria Singapura.

Yoga Dirga Cahya, Presiden Komunitas Indonesia di Singapura, menjelaskan bahwa Singapura tetap menjadi negara yang paling diburu kewarganegaraannya disebabkan oleh tingkat keamanan yang tinggi, pendidikan yang berkualitas, dan juga prospek lapangan kerja yang cerah. Namun, Yoga juga menambahkan bahwa masih banyak warga Indonesia yang tetap mempertahankan paspor Indonesianya. Kuatnya ikatan dengan keluarga menjadi faktor utama menolak mengganti kebangsaan.

Lulusan Nanyang Technological University, Ilmu Biologi, ini juga menuturkan keyakinannya bahwa tidak akan ada gelombang besar pergantian kewarganegaraan dalam beberapa tahun ke depan. "Ekonomi kita sedang melesat dengan baik dan semakin banyak peluang untuk berwiraswasta," jelasnya.

Menyusul meningkatnya protes warga terhadap meningkatnya jumlah imigran asing, Pemerintah Singapura diberitakan akan semakin memperketat syarat untuk menjadi warga negara dan juga Permanent Resident (PR). "Tidaklah mengagetkan jika banyak warga Indonesia yang buru-buru menjadi penduduk negeri kota ini sebelum peraturan semakin ketat," jelas Professor Hoon Chang Yau, pakar budaya etnis China di Indonesia.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan