Rabu, 9 Januari 2013

Republika Online

Republika Online


Ahmad Sodiki Kembali Jadi Wakil Ketua MK

Posted: 09 Jan 2013 11:02 PM PST

JAKARTA--Hakim Konstitusi Ahmad Sodiki kembali menduduki jabatan wakil ketua Mahkamah Konstitusi (MK) masa jabatan 2013-2015 setelah terpilih secara aklamasi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) secara tertutup.

"Semua hakim (sembilan hakim konstitusi) secara aklamasi mengusulkan Bapak Achmad Sodiki menjadi wakil ketua MK untuk periode berikutnya." Kata Ketua MK, Mahfud MD, di Jakarta, Kamis (10/1).

Itu artinya ia  tetap melanjutkan tugas sebagai wakil ketua MK periode 2013-2015, dan atau periode 2013 sampai berakhirnya masa tugas sebagai hakim konstitusi.

Mahfud mengatakan pengambilan sumpah akan dilaksanakan pada Senin (14/1) pukul 10.00 WIB di ruang sidang pleno MK.

Menanggapi terpilihnya kembali sebagai wakil ketua MK, Sodiki mengatakan dirinya selayaknya harus lengser karena paling tua. "Diantara para hakim yang paling tua adalah saya, jadi sepatutnya saya sudah harus lengser," kata Sodiki.

Dia mengungkapkan bahwa dalam hatinya mengharapkan yang selayaknya adalah yang muda karena lebih gesit.

"Tetapi para hakim masih mengharapkan saya untuk mengemban amanat sebagai wakil ketua MK. Saya menghormati amanat itu dan saya tidak ingin mengecewakan mereka. Saya hanya ingin membaktikan pengabdian saya kepada negara sebaik-baiknya," katanya.

Achmad Sodiki mengatakan dirinya hanya bisa menjabat 16 Agustus 2013 karena masa jabatannya sebagai hakim konstitusi sudah habis.

"Masa jabatan saya 2,5 tahun, tetapi sesungguhnya saya harus berhenti 16 Agustus 2013 sebagai hakim. Ada kemungkinan kami tidak bisa full 2,5 tahun menjabat sebagai wakil ketua, tetapi hanya sampai 16 agustus 2013," ungkapnya.

Sodiki mengatakan dirinya belum memutuskan apakah dirinya akan kembali mencalonkan diri untuk menjadi hakim konstitusi periode 2013-2018.

"Saya tidak tahu akan mencalonkan kembali, tapi kalau memang harus berakhir, saya akan balik lagi ke kampus," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini.REPUBLIKA.CO.ID,

Pemprov Jabar Didesak Setop Bantuan ke RSBI

Posted: 09 Jan 2013 11:00 PM PST

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -— Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP), meminta Pemprov dan DPRD Jabar menghentikan bantuan ke Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).

Alasannya, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20/2003. Selain itu, KAKP pun meminta Gubernur Jaabr membuat surat untuk menghentikan pungutan ke siswa RSBI. 

''Kami minta, Pemprov Jabar mengalihkan anggaran RSBI untuk guru honorer yang gaji sebulannya Rp 50 ribu dan untuk beasiswa siswa miskin,'' ujar Koordinator KAKP, Iwan Hermawan kepada wartawan usai membacakan Pernyataan Sikap Terkait Dikabulkannya Permohonan Uji Materi UU Nomor 20/2003 di Halaman Gedung Sate, Rabu (9/1).

Iwan menegaskan, semua sekolah RSBI harus dikembalikan menjadi sekolah standar nasional. Karena, RSBI tersebut sebenarnya tidak berpengaruh pada perubahan kualitas pendidikan. Bahkan, sekolah tersebut memberikan pelajaran dengan menggunakan Bahasa Inggris, bisa mengkhianati sumpah pemuda yang menyatakan bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia.

''Proses pembelajaran menggunakan Bahasa Inggris hanya lah pengkhianatan. Dan belajar matematik dan fisika memakai Bahasa Inggris lebih sulit,'' paparnya.

Iwan berharap, pihak berwajib mau mengusut indikasi korupsi dan pungutan liar yang terjadi pada sekolah RSBI. Karena, selama ini anggaran yang mereka dapat dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi belum diaudit oleh akuntan publik.

Selain itu, menurut Iwan, RSBI memunculkan diskriminasi dalam pendidikan dan membuat sekat antara lembaga pendidikan. Pungutan pada sekolah RSBI pun bentuk ketidakadilan terhadap hak untuk memperoleh pendidikan yang setara.

''Seluruh sekolah RSBI yang ada di Jabar harus dibubarkan dan dikembalikan ke sekolah reguler,'' imbuhnya.

Senada dengan Iwan, Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis), Dwi Subawanto mengatakan, RSBI telah melakukan diskriminasi. Karena, kesenjangan orang kaya dan miskin semakin tinggi. Baik kesenjangan pada siswanya maupun gurunya.

Siswa yang bisa bersekolah di RSBI, menurut Dwi, hanya siswa dari keluarga kaya atau mampu saja. Sementara, siswa yang berasal dari keluarga sederhana atau tidak mampu hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah umum saja.

''Dengan adanya keputusan MK, maka pemerintah tingkat pusat sampai daerah harus melaksanakan keputusan MK ini. Saya cukup puas dengan putusan MK,'' kata Dwi.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan