Jumaat, 12 Oktober 2012

Republika Online

Republika Online


Lunasi Proyek Parkir Rp3,4 M Sebelum Kelar, DPR Langgar Aturan

Posted: 12 Oct 2012 11:17 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Belum reda tekanan publik terhadap DPR RI yang hendak merevisi UU KPK dan melemahkan peran lembaga antikorupsi itu, potensi tekanan lain kembali muncul. Kali ini berkenaan dengan proyek parkir motor di samping Gedung Setjen DPR RI yang dinilai tidak sesuai dengan kontrak yang disepakati.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melansir hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester 1 Tahun 2012. Audit tersebut menyatakan bahwa ada ketidaksesuaian kontrak senilai Rp 3,46 miliar bertalian dengan pengerjaan renovasi lahan parkir motor di area kompleks DPR RI.

Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, menilai, DPR RI telah melanggar Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Pelanggaran itu menyangkut pelunasan uang perjanjian kontrak sebelum proyek tersebut rampung.

"Seharusnya, DPR RI mematuhi Pasal 88 dalam PP tersebut yang menyatakan kontraktor hanya mendapat uang muka sebesar 30% dari uang kontrak untuk usaha kecil dan 20% untuk usaha besar," ujar Uchok kepada Republika, Sabtu (13/10).

Fakta di lapangan, menurut Uchok, DPR RI membayar lunas kontrak dengan PT BRJ pada 14 Desember 2011. Padahal, proyek tersebut mulai dikerjakan pada 20 Oktober 2011 hingga 31 Desember 2011. Bahkan, ucap dia, proyek tempat parkir itu hingga kini masih belum bisa dipergunakan tamu anggota dewan.

"Ini sangat jelas bahwa DPR RI melanggar PP," tegas Uchok saat dihubungi lewat telepon.

Seperti diketahui, BPK mencatat ada ketidaksesuaian kontrak renovasi tempat parkir di komplek parlemen yang melibatkan DPR RI dengan PT BRJ. Nilai proyek tersebut sebesar RP3,4 miliar. Jangka waktu pelaksanaan pengerjaannya adalah 73 hari kalender dari 20 Oktober 2011 hingga 31 Desember 2011 . Namun, hingga hari ini, tempat parkir itu masih belum bisa digunakan

'Pesantren Bukan Tempat Tumbuh Radikalisme'

Posted: 12 Oct 2012 11:03 PM PDT

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Pesantren bukanlah lembaga pendidikan yang erat kaitannya dengan penebaran radikalisme. Pernyataan itu ditegaskan Menteri Kordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono.

Kesan pesantren yang selama ini dikaitkan dengan lembaga penebar radikalisme oleh sejumlah pihak harus dihilangkan, kata Agung usai memberikan bantuan bagi sejumlah pesantren di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (13/10).

Cara menghilangkan kesan tersebut tentu dengan membuktikan bahwa lulusan pesantren merupakan generasi yang berkualitas menerima keberagaman, moderat, menerima kemajemukan dan bahkan lebih baik dibandingkan lulusan lain," katanya.

Agung juga mengatakan, keberadaan pesantren sangat diperlukan sebagai lembaga yang tidak hanya mengajarkan tentang kurikulum nasional melainkan juga pendidikan agama. "Dengan demikian kita bisa mencetak lulusan yang tidak hanya berkualitas di bidang pendidikan formal, tapi juga memiliki moral dan karakter yang kuat," katanya.

Untuk itu, Agung mengatakan pemerintah terus mendorong eksistensi pesantren agar dapat terus berkiprah secara positif bagi masyarakat. "Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan menjalin komunikasi secara intensif dengan para pimpinan pesantren dan juga memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar mengajar," katanya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan