Isnin, 18 Jun 2012

KOMPASentertainment

KOMPASentertainment


Kalau Anak Ulangan, Armand Maulana Sariawan

Posted: 18 Jun 2012 09:38 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kalau vokalis Armand Maulana mendapat beban pikiran, biasanya muncul sariawan di mulutnya. Begitu pula ketika ia stres karena anak semata wayangnya, Naja Dewi Maulana, menempuh ulangan akhir semester (UAS).

"Kalau saya stres, penyakitnya sariawan. Mikirin segala macam, pas dia (Naja) UAS. Dia selesai (UAS), sariawan selesai," cerita vokalis band GIGI ini di Studio PSI, Pangadegan, Jakarta, Senin (18/6/2012).

Sang istri, penyanyi Dewi Gita, paham akan hal itu. "Dia mah orangnya enggak bisa santai, perfectionist. Padahal, anaknya santai," timpal Dewi, yang berdiri di samping Armand.

Armad dan Dewi menginginkan Naja memfokuskan dirinya ke pendidikan. Mereka mengaku juga tak mengharuskan Naja mengikuti jejak mereka, meski bakat seni putri remaja mereka itu sudah terlihat. "Di seni alhamdulillah sudah dikasih Allah bakatnya. Kita berdua belum mengarahkan. Kita lihat jati diri dia ya, pembekalan agama, semangat dia, kalau ada keinginan harus fokus," kata Dewi.

Pendekar Itu, Ti Lung, Turun Gunung

Posted: 18 Jun 2012 09:06 PM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com -- Masih ingat Ti Lung? Aktor laga Hongkong yang populer pada era 1970-an itu turun gunung. Dia datang ke Jakarta untuk menandai peluncuran saluran televisi berbayar Celestial Classic Movies yang akan menayangkan film-film produksi Shaw Brothers.

"Saya pernah muda, tetapi sekarang peran saya kakek-kakek, ha-ha-ha...," kata Ti Lung, pekan lalu di Jakarta.

Ti Lung kini berusia 65 tahun. Sosoknya tidak seperkasa seperti ketika dia membintangi film-film semacam Young People (1972) atau Blood Brothers (1973). Ketika itu ia masih berusia 20-an tahun dan merupakan salah seorang aktor andalan Shaw Brothers yang filmnya laris di Tanah Air.

Barisan "pendekar" segenerasinya waktu itu, antara lain, David Chiang, Cheng Sin, Wang Yu, Chen Kuan Thai, Meng Fei, Yastaki Kurata, dan Bruce Lee. Mereka sangat dikenal penikmat film silat di Indonesia usia dewasa, remaja, ataupun anak-anak usia sekolah dasar yang lolos menonton bioskop meski sebenarnya belum cukup umur.

Film-film Ti Lung yang terkenal di Indonesia selain dua judul tersebut, antara lain, Vengeance (1970), Duel of Fists (1971), juga The Generation Gap (1973). Film-film tersebut digarap sutradara tenar Chang Cheh yang oleh Ti Lung disebut sebagai sutradara bermata setajam elang.

Ini termasuk ketajaman Chang Cheh dalam melihat kemampuan Ti Lung yang sering dipasangkan dengan David Chiang. Jika David Chiang bertampang cengengesan dan slengekan, maka Ti Lung tampil serius, alim, dan bijaksana.

Ti Lung dianggap sebagai salah satu ikon dunia persilatan di jagat sinema Asia. Ia bahkan disebut-sebut sebagai bagian dari "Three Dragons of Kung Fu Movies" (Tiga Naga dari Film-film Kung Fu) bersama Bruce Lee dan Jackie Chan. Ti Lung merasa berada di masa yang tepat.

"Saya sangat beruntung. Industri perfilman saat itu sedang subur, stabil, pemasarannya juga sangat bagus. Persaingannya belum seketat sekarang. Cap dagang (brand) Shaw Brothers juga diterima secara luas," papar Ti Lung mengenang era 1970-an. "Sekarang China sudah terbuka. Kami punya Jet Li dan bermunculan bakat-bakat muda. Film kini dibuat dengan standar dan kualitas yang lebih baik. Dunia sudah semakin terbuka. Saya bisa menerima kenyataan itu," katanya.

Babak baru
Sebagai aktor, Ti Lung cukup luwes menghadapi perubahan usia dan perkembangan serta tren pasar perfilman. Ia menyadari benar aktor laga mempunyai masa kedaluwarsa.

"Menjadi aktor laga itu masanya relatif pendek. Kami harus mencari cara untuk memperpanjang karier di dunia film. Kalau tidak, kami harus mencari arah (kehidupan) yang lain," kata Ti Lung. "Saya memberi kesempatan kepada diri saya untuk memasuki babak baru," tambah Ti Lung tentang dinamika hidupnya di dunia perfilman.

Nyatanya, di luar masa kejayaan Shaw Brothers, Ti Lung tidak berhenti berkarier. Sampai hari ini, dia telah tampil dalam 117 judul film layar lebar dan film televisi. Pada era 1980-an, misalnya, dia bermain dalam film garapan sutradara John Woo, A Better Tomorrow (1986) yang dibintangi Chow Yun Fat dan Leslie Cheung.

Pada tahun 2000-an, ketika aktor-aktor muda dan ganteng era "Meteor Garden" bersinar terang, Ti Lung masih bisa menyesuaikan diri. Ia tampil memerankan tokoh guru silat dalam Star Runner (2003) yang dibintangi Vaness Wu, awak boyband F4. Adapun film terbaru yang dia mainkan adalah Two Knives (2011).

Kemampuan aktingnya pun tetap diperhitungkan dunia film. Ti Lung mendapat penghargaan sebagai Aktor Pendukung Terbaik dari Hongkong Film Awards 2000 lewat film The Kid yang dibintangi Leslie Cheung.

Bela diri
Kemampuan akting Ti Lung sebagai aktor laga didukung keterampilan dalam bela diri wing chun yang dia pelajari sejak remaja. Ia belajar bela diri tradisional China itu tidak dengan tujuan menjadi aktor, tetapi semata demi kesehatan.

"Dulu, saya sangat kurus, sakit-sakitan. Seorang kawan menyarankan untuk ikut (olahraga bela diri) wing chun agar saya tumbuh sehat. Sebenarnya (bela diri) itu intinya adalah masalah disiplin diri. Sejak itu saya membentuk tubuh tegap, bugar, juga sehat secara spiritual," cerita Ti Lung yang bertinggi badan 182 sentimeter.

Selain wing chun, Ti Lung kemudian juga belajar karate, judo, jiu-jitsu, dan bela diri lainnya. Bagi Ti Lung, bela diri tidak berhenti sebagai olah kanuragan, tetapi yang lebih penting lagi adalah filosofinya. "Martial arts (seni bela diri) sebenarnya berkombinasi dengan falsafah hidup tentang penerimaan diri, sikap santun, dan saling menghargai, welas asih dengan orang lain," katanya.

Sikap menerima atau bijak pada keadaan itu dicontohkan Ti Lung ketika seseorang menghadapi situasi yang tidak disukai atau tidak berkenan di hati. Bisa juga ketika seseorang menghadapi serangan. "Saat itu Anda perlu berpikir bagaimana cara memecahkan persoalan sebaik mungkin. Anda jangan terus serta-merta berkonfrontasi. Cobalah mengendalikan agresivitas," katanya.

Tentang pengendalian diri itu, Ti Lung menjelaskan pengertian wu yang dalam piktogram atau bahasa simbol China dilambangkan dengan tombak dan isyarat berhenti. "Itu artinya kita harus menghentikan diri untuk tidak saling menyakiti. Kita harus menghindari perkelahian. Kita mencari solusi sebelum berkompetisi atau adu argumen dengan lawan," kata Ti Lung yang selama kariernya pernah mengalami empat kali cedera otot dan tulang.

Masihkah ia berlatih bela diri hingga kini? "Masih, meski sedikit-sedikit," jawabnya. "Saya tidak lagi menggunakannya seperti dulu. Jadi ini seperti gunung api yang telah tertutup (non-aktif) he-he-he...," katanya beribarat.

Karier Ti Lung terentang lebih dari 40 tahun. Ia pernah menjadi jagoan, pernah pula memerankan tokoh jahat. "Saya pernah menjadi kaisar, pernah pula memerankan gangster," katanya.

Ia jatuh bangun di "dunia persilatan" Hongkong dan masih eksis di jagat tontonan sampai hari ini. Apalagi yang akan Anda cari? "Dalam hidup ini saya tidak akan mengejar tanpa tahu lagi kapan harus berhenti. Saya tahu kapan harus merasa puas...," ujar Ti Lung. (Frans Sartono)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan