Khamis, 27 Oktober 2011

ANTARA - Peristiwa

ANTARA - Peristiwa


Akademisi : lebih aman dalam rumah besar NKRI

Posted: 27 Oct 2011 06:58 AM PDT

ilustrasi (FOTO.ANTARA/Ferly)

Berita Terkait

Video

Depok, Jawa Barat (ANTARA news) - Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tamagola mengatakan lebih aman semua daerah di nusantara dalam rumah besar Negara Kesatuan Republik Indoneseia (NKRI).

"Jika daerah ingin merdeka maka itu merupakan awal dari perjuangan, ini dikhawatirkan akan saling bunuh dalam memperebutkan jabatan presiden," kata Thamrin ketika menjadi pembicara dalam acara Diskusi "Kemajemukan dalam Arena Berbangsa" di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia Depok, Kamis.

Ia mengatakan ancaman terhadap NKRI selalu ada dan nyata untuk itu perlu adanya pemahaman dan pengertian tentang keberagaman suku bangsa dan budaya yang ada dari Merauke sampai Sabang.

"Indonesia secara tanah air sudah tak utuh karena banyak tanah yang sudah diakui oleh perusahaan-perusahaan," ujarnya.

Dikatakannya dengan banyaknya suku bangsa yaitu yang mencapai 653 suku dan budaya maka diperlukan pemahanan antar budaya yang ada di tanah air, untuk itu dalam kehidupan perlu dirawat dan dijaga agar senantiasa bersatu dalam kerangka bangsa Indonesia.

Thamrin mengingatkan jika dalam kelompok besar maka tentunya akan ada kelompok kecil yang muncul untuk memberikan perlawanan karena ketidakpuasan terhadap kelompok besar tersebut.

"Ini sesuatu hal yang bersifat wajar dan harus disikapi dengan bijaksana," katanya.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat menilai keberagaman harus menjadi kekuatan bangsa Indonesia bukan sebaliknya.

Ia menilai peran tokoh agama sangat diperlukan dalam menjaga keberagaman yang ada. "Simbol-simbol agama mempunyai kaitan yang erat dengan politik," ujarnya.

Sehingga kata dia para tokoh agama sangat dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. Dikatakannya agama dalam era demokarsi mempunyai kekuatan luar biasa.

Sosiolog UI lainnya Imam Prasodjo mengatakan keberagaman kebudayaan dan suku bangsa harus tetap berlangsung. Untuk kata dia seorang pemimpin harus mengetahui kebudayaan setempat agar bisa memahami adat istiadat warga setempat.

"Selama ini saya belum melihat di polres ada perpustakaan yang menyimpan adat istiadat budaya setempat," katanya.

Pemahaman terhadap budaya oleh seorang pemimpin sangat penting untuk mengambil kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Wakil Rektor I Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta Imam Addaruqutni menilai wacana-wacana yang berkembang tentang persatuan dan kesatuan bangsa saat ini merupakan antiklimak dari kejadian sumpah pemuda pada 1928 yang lalu.

"Sudah 83 tahun lamanya seharusnya kita sudah mapan, tapi kita saat kembali konsen lagi," ujarnya.

Dikatakan negara Indonesia merupkan negara yang unik karena berhasil mempertahankan ideologi dan juga paling gagal dalam penerapan ideologi tersebut.

"Ideologi kita jalan terseok-seok," ujarnya.
(T.F006/Z003)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

FPB nilai pemerintah setengah hati selesaikan Papua

Posted: 27 Oct 2011 06:56 AM PDT

Jakarta (ANTARA News) - Forum Papua Bangkit (FPB) menilai Pemerintah Indonesia masih setengah hati mengurai benang kusut permasalahan di Papua secara adil dan bermartabat.

Kepada pers di Jakarta, Kamis, Koordinator Forum Papua Bangkit Hengky Jokhu menegaskan setelah 48 tahun masyarakat Papua berintegrasi dengan NKRI, tetapi fakta yang didapati adalah 72,6 persen penduduk asli etnis Papua ras melanesia masih sangat miskin, dibiarkan tetap terisolasi, bodoh, ketakutan dan terbelakang.

"Human development index (HDI) Papua berada pada peringkat ke 33 atau terendah se-Indonesia," ujarnya.

Fakta lainnya tambah dia, tidak ada satupun orang asli Papua yang memiliki usaha properti, restoran, pompa bensin atau bahkan toko. Demikian pula bank pemerintah/swasta juga tidak percaya atau kurang berminat memberi pinjaman kepada pelaku usaha orang asli Papua.

Pada saat yang sama, Forum Papua Bangkit menegaskan para koruptor serta pejabat daerah menjadi raja-raja kecil kebal hukum yang dipelihara untuk kepentingan pejabat pusat.

"Papua menjadi surga bagi para pembalak hutan yang membuat rekening gendut segelintir oknum militer dan polri. Mafia peradilan dan konspirasi hukum tumbuh subur di sana," ujarnya.

Selain itu penyebaran epidemi HIV/AIDS di Papua merupakan yang tertinggi di Indonesia, yang semua itu seolah-olah "by design".

Atas berbagai fenomena itu, Forum Papua Bangkit yang beranggotakan masyarakat Papua yang ada di wilayah Jabotabek mendesak Presiden Yudhoyono selaku Kepala Negara dan Panglima Tertinggi agar menghentikan segala bentuk kekerasan di tanah Papua, menjamin keamanan dan kebebasan bagi setiap warga sipil yang hidup di bumi Papua.

"Kami juga meminta Presiden Yudhoyono membentuk tim pencari fakta mengusut tuntas segala bentuk pelanggaran HAM, khususnya rentetan peristiwa pembantaian warga sipil peserta Kongres Rakyat Papua III di Jayapura dan pembunuhan warga sipil di Puncak Jaya, Mimika," ujarnya.

Papua, ujar Hengky, juga mendesak Yudhoyono dan jajaran pemerintahannya membuka ruang dialog yang setara, adil dan bermartabat antara pemerintah pusat dengan komponen rakyat Papua.

Terkait implementasi program percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, Forum Papua Bangkit menuntut Jakarta untuk melaksanakan pembangunan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan secara signifikan, menciptakan program 1000 enterpreneur Papua setiap tahun, membuka akseptabilitas permodalan bagi pengusaha pribumi Papua dari bank swasta maupun pemerintah.

Selain itu, mereka juga menuntut agar memberikan kemudahan kepada perbankan yang beroperasi di Papua, sehingga ada kemudahan proses penyaluran kredit kepada pengusaha asli Papua sehingga pengusaha lokal disana dapat berkembang dengan baik.
(T.D011/R018)

Editor: Ruslan Burhani

COPYRIGHT © 2011

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Full content generated by Get Full RSS.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan