Rabu, 21 September 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Komisi III Heran Calon Hakim Agung Tak Baca Koran

Posted: 21 Sep 2011 02:08 AM PDT

Komisi III Heran Calon Hakim Agung Tak Baca Koran

Susana Rita | Robert Adhi Ksp | Rabu, 21 September 2011 | 16:00 WIB

Inggried Dwi W

Anggota Komisi III Trimedya Pandjaitan

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI-P, Trimedya Pandjaitan, mengaku heran dengan salah satu calon hakim agung, Nurul Elmiyah, yang dinilainya tidak mengikuti perkembangan dunia hukum melalui media massa.

Penilaian itu diungkapkan Trimedya ketika Nurul Elmiyah mengurai sistem tiga kamar yang hendak diterapkannya di Mahkamah Agung.

"Apa saudara calon tidak baca Koran dalam kurun tiga hari terakhir. Di media kan ditulis bahwa MA per 1 Oktober mendatang akan menerapkan sistem kamar dengan menerapkan lima kamar. Itu sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 142/KIX/MA/ 2011 yang disampaikan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (rakernas) MA Senin lalu," kata Trimedya, Rabu (21/9/2011).

Rabu ini, Komisi III kembali melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan 18 calon hakim agung. Hari ini, dua calon diuji yakni Syafrinaldi dan Nurul Elmiyah.

Trimedya mengungkapkan, pengetahuan semacam itu penting agar calon tidak berada di menara gading. "Ini juga penting. Sering kali hakim-hakim ini semacam di menara gading. Dia tidak baca Koran. Cuma baca berkas dan baca buku. Sehingga bagaimana putusan itu bisa sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat," tanya Trimedya.

Elmiyah mengaku bahwa dirinya memang mengusulkan penerapan tiga kamar yaitu pidana, perdata, dan tata usaha Negara. Alasannya, dirinya mengacu pada pembagian kamar secara tradisional yang biasa dilakukan di Fakultas Hukum. Memang MA akan berlakukan lima kamar. Makalah saya cuma alternatif. Saya belum masuk ke situ (MA). Saya orang luar yang berpikir alternatif terbaik adalah tiga kamar," kata dia.

MA memang akan memberlakukan sistem kamar. Kelima kamar tersebut adalah kamar pidana, perdata, militer, tata usaha Negara, dan agama. Sistem kamar atau chamber system ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas putusan serta konsistensi putusan para hakim agung.   

 

KPK Selidiki Pengambil Kebijakan Kasus Century

Posted: 21 Sep 2011 01:49 AM PDT

KPK Selidiki Pengambil Kebijakan Kasus Century

Sandro Gatra | Heru Margianto | Rabu, 21 September 2011 | 15:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak pengambil kebijakan penyertaan modal sementara (PMS) dan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Hal itu disampaikan Pramono Anung, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengutip surat resmi yang disampaikan KPK kepada Tim Pengawas (Timwas) kasus Bank Century.

"Ada perkembangan yang substantif. Dulu kan seakan-akan tidak ada. Mereka (KPK) sedang melakukan lidik (penyelidikan) terhadap pihak-pihak pengambil kebijakan PMS maupun FPJP. Tapi, belum kepada siapa pihaknya. DPR meminta siapa pihak yang bertanggungjawab," kata Pramono seusai rapat di Gedung DPR, Jakarta, Rabu ( 21/9/2011 ).

Ia menambahkan, dalam rapat, Timwas mendesak KPK menyelidiki dugaan aliran dana kepada para pembuat kebijakan itu. "Mudah-mudahan dalam pertemuan berikutnya KPK bisa menemukan," ucap dia.

Ketua KPK Busyro Muqoddas enggan menjelaskan mengenai penyelidikan terhadap pengambil kebijakan itu. Dia hanya menyebut ada informasi penting yang diterima KPK dari pihak lain. Atas informasi itu, penyidik lalu memeriksa Robert Tantular, terpidana kasus Bank Century.

Ketika ditanya apakah informasi itu terkait aliran dana, Busyro menjawab, "Bukan itu. Ada informasi. Itu belum saya tanya detail ke penyidik."

Tiada ulasan:

Catat Ulasan