Ahad, 10 Julai 2011

KOMPAS.com - Nasional

KOMPAS.com - Nasional


Jangan Jadikan Nazaruddin Kelinci Percobaan

Posted: 10 Jul 2011 09:53 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com — Advokat senior Adnan Buyung Nasution mengemukakan, sedianya masyarakat tidak menghakimi M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games sehingga harus diburu dari segala penjuru. 

Menurut Buyung, dalam menyikapi kasus yang melilit Nazaruddin ini, penting untuk mengedepankan keadilan dan penegakan hukum. "Saya bukan membela Nazaruddin, tapi janganlah Nazaruddin dijadikan kelinci percobaan yang diburu semua orang baik pemerintah, aparat, maupun masyarakat, hanya menyalahkan Nazaruddin, seolah-olah ingin digantung," kata Buyung dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (10/7/2011). 

Nazaruddin merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Belakangan, sejumlah nama kader Partai Demokrat turut terseret dalam pusaran kasus tersebut. Nama anggota DPR asal fraksi Demokrat seperti Mirwan Amir dan Angelina Sondakh disebut turut terlibat. Demikian juga Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan fungsionaris Partai Demokrat, Andi Mallarangeng. 

Nazaruddin menyebut Anas dan Andi menerima uang terkait kasus dugaan suap itu masing-masing Rp 2 miliar dan Rp 4 miliar. Menurut Buyung, Partai Demokrat turut bertanggung jawab dalam kasus dugaan suap yang melilit mantan bendaharanya itu. Dapat dipastikan, partai mengetahui aliran dana Nazaruddin. "Begitu terkuak, kenapa partainya diam?" kata Buyung. 

"Dia (Nazaruddin) kan bendahara umum, dia kan disuruh untuk mencari uang. Dia mencari uang dengan caranya dia. Tapi pastinya kalau dia mencari uang, dilaporkan uang tersebut, dapat berapa, ke mana perginya, tetap partai itu tahu," ujarnya. 

Masalah Nazaruddin, kata Buyung, merupakan masalah Partai Demokrat. "Antara mereka (kader Demokrat) tidak ada kesatuan pendapat, saling menyalahkan, saling melempar tanggung jawab, saling saling cuci tangan, ini yang paling celaka," ucapnya.   Masalah-masalah tersebut, ujarnya, tidak lepas dari kepemimpinan Presiden Susilo  Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina PD. Buyung menilai, Yudhoyono gagal memimpin partainya. "Presiden tidak mampu memimpin partainya sendiri, bagaimana mau memimpin rakyat?" ujar Buyung. 

Seperti diberitakan, KPK menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka sejak 30 Juni. Hingga kini, anggota Komisi VII DPR itu belum menjalani pemeriksaan di KPK. Informasi keberadaan Nazaruddin masih simpang-siur. Untuk mencari, menangkap, dan memulangkan Nazaruddin, para penegak hukum berkoordinasi dengan pemerintah melakukan sejumlah upaya. 

Menurut Buyung, Nazaruddin dapat dipulangkan jika Partai Demokrat bersatu, berkomitmen untuk menegakkan hukum dan keadilan. "Jangan korbankan hanya Nazaruddin," ujarnya.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

DPR Harus Tunda Pengesahan RUU Intelijen

Posted: 10 Jul 2011 05:50 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Advokasi RUU Intelijen mendesak DPR untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Intelijen yang dijadwalkan akan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR pada 15 Juli mendatang. 

Koalisi menilai, draft RUU intelijen yang ada saat ini masih mengandung banyak kelemahan dan masalah yang dapat mengancam penegakkan hukum, hak asasi manusia, dan proses demokrasi. 

Sedianya, pemerintah dan DPR merombak total RUU tersebut. "Setidaknya ada lebih dari 30 pasal bermasalah dalam RUU intelijen. Apalagi pembahasan RUU Intelijen di parlemen belakangan ini terkesan tertutup," ujar Adnan Buyung Nasution, advokat yang tergabung dalam koalisi pada jumpa pers di Jakarta, Minggu (10/7/2011). 

Hadir pula advokat Todung Mulya Lubis, Direktur SETARA Institute, Hendardi, mantan komisioner Komnas HAM, MM Billah, Koordinator KontaS Haris Azhar, Koordinator ICW Danang Widoyoko, Direktur Program Imparsial Al A'raf, peneliti LIPI, Rifqi Muna. 

Menurut Todung, sejumlah pasal dalam draft RUU Intelijen yang ada saat ini masih bersifat karet. Contohnya Pasal 24 jo Pasal 39 RUU yang mengatur tentang rahasia intelijen. Penjelasan mengenai apa saja yang termasuk dalam kategori rahasia intelijen dinilai multitafsir. "Multitafsir, dengan begitu, banyak yang terancam, demokrasi, kebebasan pers, pemberantasan korupsi," katanya. 

Selain itu, menurut Hendardi, definisi intelien yang disebutkan sebagai lembaga pemerintah di draft RUU tersebut berpotensi penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah. "Harusnya intelijen ditetapkan sebagai lembaga negara, bukan lembaga pemerintah. Jika lembaga negara, kepatuhan intelijen kita bukan pada penguasa tapi pada kebutuhan nasional," ungkapnya. 

Namun, jika intelijen didefinisikan sebagai lembaga negara, aparatus intelijen dapat menolak perintah pemerintah jika dianggap melenceng dari tujuan nasional negara. 

Kelemahan lainnya, lanjut Hendardi, akuntabilitas dan pengawasan terhadap kinerja intelijen yang sangat minim. Diperlukan lembaga independen dari luar untuk mengawasi badan intelijen. "Pengawasan eksternal, bisa oleh parlemen, pengadilan, satu badan pengawas eksternal," katanya. 

Lembaga eksternal tersebut, lanjut Hendardi, merupakan lembaga yang berwenang dalam melakukan invesitasi atau mengakses informasi yang rahasia. Haris Azhar menambahkan, sedianya pemerintah dan parlemen lebih berhati-hati dalam membahasa RUU yang berkaitan dengan keamanan serta penegakkan hukum. "Kami meminta tenggat wktu tidak jadi ukuran, tapi satisfaction (kepuasan)," kata Haris. 

"Kami meminta DPR melakukan pembahasan dengan hati-hati, partisipatif, melibatkan pengalaman korban," ucapnya lagi. RUU Intelijen menjadi pembahasan pemerintah dan DPR. Pada rapat paripurna 15 Juli nanti akan diputuskan apakah draft yang ada saat ini akan langsung disahkan atau ditunda untuk kemudian dirombak.

Full Feed Generated by Get Full RSS, sponsored by USA Best Price.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan